Potensi Pemanfaatan Sumberdaya TNS

40 Nature Conservancy TNC melalui kesepakatan kerjasama MoU yang ditandatangi pertama kali tahun 1993 dan diperpanjang pada tahun 1998, 2002 dan 2008. Didalam MoU tersebut juga diatur antara lain ruang lingkup, kontribusi para pihak, arahan program, mekanisme, rencana operasional, pelaporan dan evalusi. Ketiga, mekanisme kolaborasi. Pada tahun 2004, pemerintah c.q. Kementerian Kehutanan mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19Menhut-II2004 tentang Pengelolaan Kolaboratif. Kolaborasi adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah oleh parapihak secara bersama dan sinergis. Mekanisme kolaborasi ini sebenarnya tidak berbeda dengan mekanisme kerjasama. Dari beberapa pustaka dapat diketahui bahwa kolaborasi merupakan salah satu varian dari partnership atau kemitraan. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam pola kemitraan dikenal dengan skema “joint management” atau “co-management”, atau “collaborative management”Suporahardjo 2005:6. Kegiatan kolaborasi dituangkan secara tertulis dalam bentuk kesepakatan bersama. Tujuan kolaborasi adalah untuk meningkatkan efektivitas dan kemanfaatan pengelolaan TN. Parapihak yang terlibat dalam kegiatan kolaborasi adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat setempat, LSM, swasta, BUMND, perguruan tinggi, dan masyarakat internasional. Contoh mekanisme kolaborasi sudah dilakukan di TN. Bunaken 38 , dimana pada tahun 2000, Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara membentuk Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken DPTNB yang merupakan badan multi stakeholder dalam pengelolaan TN Bunaken. Keempat, mekanisme devolusi. PP No. 28 Tahun 2011 mengatur bahwa dalam rangka pemberdayaan 39 masyarakat setempat, pemerintah memberikan akses kepada masyarakat setempat 40 untuk memanfaatkan sumberdaya TN. Khusus kepada masyarakat yang telah secara turun temurun mempunyai ketergantungan terhadap sumberdaya alam TN pemerintah dapat menetapkan zona tradisional 41 .Zona tradisional merupakan bagian dari TN yang ditetapkan 38 Pembentukan Dewan Pengelolaan TN Bunaken didasarkan pada SK Gubernur Sulawesi Utara No. 233 Tahun 2000. DPTNB adalah wadah bersama pemda propinsi, kota dan kabupaten, BTN Bunaken, instansi terkait, LSM, masyarakat setempat, sektor bisnis dan akademisi untuk bekerja bersama dalam rangka memperkuat pengelolaan TN Bunaken sehingga dapat memberikan manfaat secara berlanjut. 39 PP No. 282011 Pasal 49 ayat 1 bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupatenkota harus memperdayakan masyarakat di sekitar KPA dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat setempat di kawasan TN dapat dilakukan melalui dua skema : 1 pengembangan kapasitas, dan 2 pemberian akses pemanfaatan sumberdaya TN yaitu berupa pemanfaatan tradisional. Sedangkan bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat setempat di kawasan TN adalah : 1 pengembangan desa konservasi, 2 pemberian izin untuk memungut hasil hutan bukan kayu HHBK di zona pemanfaatan, 3 izin pemanfaatan tradisional, serta 4 izin pengusahaan jasa wisata alam, 5 fasilitasi kemitraan dengan pemegang izin pemanfaatan sumberdaya TN. 40 Yang dimaksud masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari WNI yang tinggal di dalam danatau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan penjelasan Pasal 83 ayat 1 PP No. 62007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan 41 Syarat kawasan TN dapat ditetapkan sebagai zona tradisional adalah adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna kebutuhan hidupnya. 41 untuk kepentingan pemanfaatan tradisional masyarakat setempat. Pemanfaatan tradisional 42 oleh masyarakat setempat tersebut dapat berupa: 1 pemungutan HHBK, 2 budidaya tradisional, serta 3 perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi. Pemberian akses ini berdasarkan konsep hak kepemilikan yang dikembangkan Schlager dan Ostrom 1992:252 merupakan bentuk pemberian hak pemanfaatan bahkan pengelolaan sumberdaya di zona tradisional dari pemerintah kepada masyarakat setempat yang disebut devolusi, karena akses yang dimaksud dalam PP ini tidak hanya merujuk pada hak untuk memasuki kawasan dan menikmati manfaat non-subtraktif saja tetapi lebih luas dari itu. Pemberian akses dilakukan melalui perizinan oleh kepala unit pengelola Kepala Balai TN atau kesepakatan secara tertulis. Contoh mekanisme devolusi telah dilakukan di TN Lore Lindu, Sulawesi Tengah melalui kesepakatan konservasi masyarakat desa KKMAdiwibowo et al 2010:8-10. KKM merupakan bentuk pengakuan hak masyarakat adat atas sumberdaya alam dari Balai TN Lore Lindu. Hak yang diberikan adalah hak untuk mengelola secara terbatas, bukan hak kepemilikan, tidak dapat diperjual-belikan, tidak dapat disewakan, tetapi dapat diwariskan.

5.1.1 Karakteristik dan Kinerja Kelembagaan Formal

5.1.1.1 Batasan Sumberdaya dan Penggunanya Penataan batas sumberdaya kawasan hutan TNS belum selesai atau belum temu gelang. Panjang batas kawasan TNSberdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.423Menhut-II2004 adalah sepanjang 438,62 km.Kawasan TNS yang sudah selesai dilakukan tata batas adalah sepanjang 323,53 kmatau 74,22, yang terdiri atas batas definitif kawasan TNS di Kabupaten Pulang Pisau sepanjang 154,68 km, dan batas sementara kawasan TNS di Kabupaten Katingan sepanjang 170,85 km.Sedangkan batas kawasan TNS di Kota Palangkaraya sepanjang 113,09 km belum dilakukan tata batas BTNS 2011:73-74. Penataan batas TNS belum dapat diselesaikan karena belum ada kesepakatan batas luar antara Kementerian Kehutanan dengan Pemerintah Kabupaten Katingan dan Kotamadya Palangkaraya, diantaranya Walikota Palangkaraya meminta permukiman transmigrasi Habaring Hurung seluas kurang lebih 8.000 hektar dikeluarkan dari kawasan TNS,dan Pemerintah Kabupaten Katingan membangun jalan raya Mendawai-Bukit Kaki yang melewati kawasan TNS Drasospolino 2009:27.Belum adanya kesepakatan batas luar ini membuat kegiatan tata batas sulit dilaksanakan karena panitia tata batas diketuai oleh bupatiwalikota sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 400Kpts-II1990 tentang Pembentukan Panitia Tata Batas jo Keputusan Menteri Kehutanan No. 635Kpts-II2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan. Oleh karena itu, perbedaan kepentingan ini diusulkan melalui revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi RTRWP Kalimantan Tengah.Sampai saat ini telah terjadi perubahan tiga kali terkait luas dan batas kawasan TNS. Pertama, luas dan batas kawasan TNS berdasarkan Surat Keputusan Menteri KehutananNo. 423Menhut-II2004. Kedua, luas dan batas kawasan sebagai akibat perubahan peruntukan kawasan hutan provinsi 42 PP No. 282011 Pasal 35 2 42 Kalimantan Tengah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.292Menhut-II2011 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan seluas 1.168.656 Ha, perubahan antar fungsi kawasan hutan seluas 689.666 ha dan penunjukkan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 29.672 ha di provinsi Kalimantan Tengah.Ketiga, luas dan batas kawasan TNS berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.529Menhut-II2012 tentang perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 759KPTSUM101982 tentang penunjukan areal hutan di wilayah provinsi daerah tingkat I Kalimantan Tengah seluas 15.300.000 ha sebagai kawasan hutan. Implikasi dari perubahan luas dan batas kawasan TNS maka perlu dilakukan tata batas kembali.Uraian diatas menunjukkan bahwa belum ada kepastian atau kejelasan terhadap batas-batas sumberdaya TNS dan pemanfaat sumberdayanya. 5.1.1.2 Aturan Pemanfaatan dan Penyediaan Sejak ditunjuk tahun 2004 sampai saat ini TNS belum mempunyai sistem zonasiyang merupakan syarat utama pemanfaatan sumberdaya TN. Sistem zonasi ini merupakan sistem pengaturan TN secara keruangan dan mengatur kegiatan- kegiatan yang diperbolehkan, dan yang dilarang. Dengan demikian, sistem zonasi merupakan aturan operasional operational rules 43 yang sehari-hari day-to-day mempengaruhi keputusan pemanfaat sumberdaya yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sumberdaya. Belum adanya sistem zonasi berartitidak ada aturan formal pada tingkat operasionaldalam pemanfaatan sumberdaya TNS, artinya tidak ada aturan sehari-hari yang digunakan oleh BTNS, dan aktor-aktor lainnya khususnya masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumberdaya, misalnya aturan tentang lokasi, waktu, jumlah, dan teknologi yang digunakan. Akibatnya, pemanfaatan sumberdaya TNS belum dilakukan secara intensif. Sistem zonasi merupakan permasalahan umum yang dihadapi TN di Indonesia. Secara nasional, sampai tahun 2011 baru 62 44 TN di Indonesia yang telah menetapkan sistem zonasi. Rata-rata waktu yang dibutuhkan sejak TN ditunjuk sampai penetapan zonasi adalah 11 tahun, hal ini menunjukkan bahwa sulitnya proses penetapan sistem zonasi.Terdapat dua penyebab penetapan sistem zonasi sulit dilakukan.Pertama,penetapan sistem zonasi diperlukan rekomendasi dari pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 13 c Permenhut No. P.562006.Ketika terdapat perbedaan kepentingan antara pengelola TN pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maka rekomendasi penataan zonasi dari pemerintah daerah sulit diperoleh.Kedua, penataan sistem zonasi dipengaruhi pula oleh proses pengukuhan kawasan hutan.Ketika kawasan hutan belum dikukuhkan karena belum ada kesepakatan batas kawasan maka proses penetapan sistem zonasi sulit dilakukan.Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa kegiatan tata batas sulit dilaksanakan karena panitia tata batas diketuai oleh bupatiwalikota sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 43 Sistem zonasi merupakan sistem pengaturan TN secara spasial ruang berdasarkan fungsi kondisi ekologis, sosial, ekonomi, budaya masyarakat. Dalam sistem zonasi juga diatur kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan,kegiatan yang tidak boleh dilakukan, dan sanksi UU No.51990 pasal 32, 33, 34, 40; P.56Menhut-II2006. 44 Data PHKA, ada 31 unit TN dari 50 TN di Indonesia yang sudah menetapkan sistem zonasi Kemenhut 2012.