Tahun Luas
Ha
Jumlah tanaman
batang
Jenis tanaman Lokasi
Sumber dana
2010 2.035
814.000 Belangeran,
Jelutung, Pulai Habaring
Hurung, Bangah,
Mendawai PT. Siemen
Indonesia, PT. Bodyshop, APBN
2011 2.000
800.000 Belangeran,
Jelutung, Pulai Mendawai
APBN 2012
2.000 800.000
Belangeran, Jelutung, Pulai
Bangah, Muara
Bulan APBN
Total 6 .868
2.751.200
Sumber: BTNS 2013
Kondisi sumberdaya TNS yang semakin membaik merupakan dampak dari kelembagaan TNS yang mengalami penguatan khususnya dari aspek organisasi
yang dapat dilihat dari peningkatan sumberdaya manusia SDM, keuangan, dan infrastruktur Tabel 7.3.
Tabel 7.3 Perbandingan kapasitas organisasi BTNS tahun 2007 dan 2010
No. Indikator
Tahun 2007
2012 Kenaikan
1. Pagu anggaran Milyar Rp
4,1 10,6
158,5 2.
Realisasi anggaran 36,9
84,3 128,5
3. Jumlah SDM Orang
24,0 76,0
216,7 4.
InfrastrukturAset BMN Milyar Rp
3,7 10,9
194,6
Sumber : BTNS 2007, 2010; data tahun 2010
Persepsi masyarakat sekitar TNS tentang kelembagaan TNS mengalami perubahan yang positif seperti disajikan pada Gambar 7.7.
Sumber : Soehartono Mardiastuti 2013, diolah
Gambar 7.7 Perbandingan persepsi masyarakat sekitar terhadap kelembagaan
TNS tahun 2005 dan 2010 Kerjasama antara BTNS dan WWF sebagai tindak lanjut MOU antara
Kementerian Kehutanan
dengan WWF
dituangkan dalam
rencana bersama.Dengan adanya dokumen rencana bersama yang telah disepakati ini,
kedua aktor dapat bekerja secara sinergis.Kedua aktor ini mempunyai kekuatan yang relatif besar dibandingkan aktor-aktor lainnya, mereka mampu mengarahkan
aktor-aktor lainnya untuk bekerja bersama melakukan kegiatan pengamanan dan rehabilitasi TNS. Menurut Knight 1992:146 dalam Hidayat 2005:35 aktor yang
memiliki kekuatan yang lebih besar umumnya mempunyai kecenderungan untuk mengontrol dan mempengaruhi proses perubahan kelembagaan sesuai dengan
kepentingannya. Salah satu sumber kekuatan adalah wacana konsep konservasi yang berbasis masyarakat.Konsep ini dapat menyatukan berbagai aktor dalam
tindakan bersama untuk melakukan kegiatan rehabilitasi di kawasan TNS.Keuntungan yang diperoleh BTNS dari kegiatan rehabilitasi ini adalah
BTNS mendapatkan dukungan untuk menjalankan
mandat konservasi TNS.Sedangkan, keuntungan yang diperoleh WWF dari kegiatan ini adalah
kegiatan rehabilitasi TNS sesuai kepentingan proyek WWF di Sebangau yaitu konservasi ekosistem hutan rawa gambut sebagai habitat orangutan. Kinerja
WWF di TNS yang baik berpengaruh terhadap penilaian lembaga-lembaga donor untuk memberikan bantuan dana kepada WWF melalui proposal yang
diajukannya. Selain itu, WWF juga mampu meyakinkan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT. Garuda Indonesia, PT. Siemen, dan PT. Coca Cola untuk
bekerjasama melakukan rehabilitasi TNS. Keuntungan perusahaan-perusahaan ini dalam rehabilitasi TNS adalah untuk memperoleh citra positip sebagai pelaku
bisnis yang ramah lingkungan.Contohnya PT. Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan yang tergolong dalam sektor transportasi.Seperti
41,85 28,62
32,38 12,62
12,92 24,61
18,15 50,89
28 35
35,08
85,14 83,42
84,57 58
65,15 74,86
67,99 64
78,28 72,57
74,29
10 20
30 40
50 60
70 80
90 Popularitas BTNS
Dukungan kepada BTNS Dukungan program Ekowisata
Pengetahuan batas fisik TNS Pengetahuan aturan formal TNS
Pengetahuan manfaat TNS Pengetahuan peran dan fungsi BTNS
Pengetahuan peran dan fungsi WWF Opsi Pengelolaan oleh Pemerintah
Opsi Pengelolaan oleh Masyarakat Opsi Pengelolaan Kolaboratif
Tingkat Persepsi Masyarakat
Tahun 2010 Tahun 2005
diketahui bahwa transportasi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca GRK sebesar 13 Handadhari et al. 2011:35, sehinggga ketika mendapatkan
citra positip sebagai ”perusahaan yang ramah lingkungan” maka akan memudahkan bisnisnya. Hal ini merupakan fenomena “green alliances” yaitu
kolaborasi antara LSM lingkungan dengan perusahaan untuk memperoleh manfaat ekologi yang saling menguntungkan Arts 2002:27.Masyarakat setempat juga
terlibat dalam kegiatan rehabilitasi kawasan TNS, mereka mempunyai keuntungan setidaknya dalam jangka pendek mendapatkan upah dari pekerjaan rehabilitasi,
dan dalam jangka panjang berharap untuk dapat memanfaatkan getah Jelutung yang ditanam dalam kegiatan rehabilitasi TNS
72
.Tindakan bersama juga terjadi pada kegiatan pengamanan kawasan TNS.Kedua aktor penting BTNS WWF
juga bersinergi untuk melibatkan parapihaklainnya seperti kepolisian, kejaksaan, TNI, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat.Menurut Ostrom 1990: 46
dan Ostrom et al. 1994:16 permasalahan CPRs terdiri dari permasalahan pemanfaatan dan penyediaan.Tindakan bersama beberapa aktor baik dalam
kegiatan rehabilitasi dan pengamanan TNS adalah terkait dengan penyediaan yaitu untuk menjaga atau memelihara sumberdaya agar tidak rusak.
7.2 Keadilan
Keadilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadilan prosedural, yaitu ada tidaknya tindakan kesewenangan untuk melarang atau membatasi
masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya, dan ada tidaknya jaminan hak-hak dasar yang seimbang.Responden mengungkapkan bahwa mereka diperlakukan
tidak adil oleh pemerintah karena dilarang memanfaatkan sumberdaya TNS.Mereka telah memanfaatkan sumberdaya sejak nenek moyang mereka, dan
jauh sebelum TNS ditetapkan.Disisi lain, mereka memandang bahwa WWF memiliki hutan TNS.Kondisi diatas menimbulkan konflik antara kelompok
nelayan Baun Bango dengan WWF
73
pada tanggal 11 Agustus 2007.Bagi mereka hutan TNS sebagai tempat matapencahariannya
10N48;8G50;6G40.
Mereka merasa memiliki hutan, secara turun temurun sejak nenek moyang mereka
merawat hutan TNS. Akses yang timpang antar aktor dapat diketahui dari isi peraturan
perundangan yang mengatur pemanfaatan sumberdaya TNS.Sebelum dicabut, dalam PP 681998 tidak ada jaminan akses masyarakat setempat dalam
pemanfaatan sumberdaya TN. Sebaliknya, aktor swasta, dan LSM mendapatkan akses untuk memanfaatkan sumberdaya TN.Swasta mendapatkan akses melalui
pemberian hak pengusahaan wisata alam, LSM mendapatkan akses melalui
72
Aturan belum memungkinkan untuk memberi akses kepada masyarakat setempat untuk memanfaatkan getah jelutung hasil kerjasama kegiatan rehabilitasi antara BTNS dengan
masyarakat setempat walaupun berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 pasal 24: pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan CA serta zona inti
dan zona rimba pada TN, namun pasal 25 UU No. 411999: pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam serta TB diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan P 482014 tentang tata cara pelaksanaan pemulihan ekosistem pada KSA dan KPA, walaupun pemulihan ekosistem dapat dilakukan
bekerjasama dengan pihak terkaitbadan usaha namun dalam permenhut ini tidak diatur hak para pihak terkait atau pemegang izin rehabilitasirestorasi.
73
Masyarakat menganggap bahwa WWF adalah pengelola TNS.
mekanisme kerjasama, sementara masyarakat sekitar TN dalam posisi
terpinggirkan.Namun, PP 28 Tahun 2011 sebagai pengganti PP 68 Tahun 1998 sudah mengatur jaminan akses masyarakat setempat. Perubahan kebijakan
pengelolaan TN di Indonesia disajikan pada Tabel 7.4.
Tabel 7.4Perubahan kebijakan pengelolaan Taman Nasional di Indonesia
TOPIK PP 681998
PP 282011
Tujuan Pengelolaan
Lebih mengutamakan perlindungan hidupan satwa liar; 11 pasal
mengatur tentang pengawetan; 7 pasal mengatur tentang pemanfaatan
KPA; Pasal 54 mengatur pelaksanaan pemanfaatan harus
sesuai dengan upaya pengawetan. Beragam yaitu sosial, ekonomi, restorasi,
rehabilitasi, Pasal 29, Pasal 32 sd 37. Pasal yang mengatur pemanfaatan 8 pasal
lebih banyak dibandingkan yang mengatur pengawetan 2 pasal.
Pengelola Hanya oleh pemerintah pusat Pasal
35 Melibatkan para pihak Pasal 43 tentang
kerjasama penyelengaraan KSA dan KPA. Pemanfaatan
Terbatas,yaitu penelitian pengembangan; ilmu pengetahuan;
pendidikan; kegiatan penunjang budidaya; pariwisata alam rekreasi
Pasal 48-51. Pasal 50 2 kegiatan pariwisata alam dan rekreasi
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 34 3UU 51990:Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan
atas zona pemanfaatan TN dengan mengikutsertakan rakyat.
Lebih luas, yaitu penelitian pengembangan; pendidikan
kesadartahuan konservasi; penyimpanan danpenyerapan karbon; pemanfaatan air
energi air; panas angin; pemanfaatan TSL; pemanfaatan plasma nutfah; dan
pemanfaatan tradisional Pasal 32-37.
Akses masyarakat
setempat Tidak ada
Perencanaan pengelolaan mengakomodir kepentingan masyarakat setempat.
Penyusunan zonasi memperhatikan hasil konsultasi publik masyarakat sekitar dan
pemerintah daerah Pasal 17, dan mengakomodir pemanfaatan tradisional
Pasal 32-37 ; pemberian akses kepada masyarakat setempat Pasal 49.
8 STRATEGI PENGUATAN KELEMBAGAAN FORMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA TNS
Kinerja pemanfaatan sumberdaya TNSmasih rendah dikarenakan tidak adanyaaturan kelembagaan tingkat operasional yaitu sistem zonasi yang
merupakan prasarat utama untuk dapat memanfaatkan sumberdaya TNS secara berkelanjutan. Di samping itu, larangan kepada masyarakat setempat untuk
memanfaatkan TSL di TN sebagaimana di atur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.447Kpts-II2003menimbulkan konflik antara pengelola dengan
masyarakat setempat karena masyarakat setempat telah memanfaatkan TSL secara turun temurun jauh sebelum TNS ditetapkan.
Disisi lain, aturan adat Kedamangan kelembagaan informal yang telah digunakan masyarakat setempat
untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya alam yang ada disekitarnya mendapatkan legitimasi yang kuat dari masyarakat setempat, dan berdasarkan
indikator yang dikembangkan Ostrom termasuk kelembagaan yang kuat. Karena itu, strategi penguatan kelembagaan formal pemanfaatan sumberdaya TNS adalah
integrasi kelembagaan informal adat kedamangan dan kelembagaan formal dengan carapemerintah memberikanpengakuan atau melakukan adopsi terhadap
aturan adat kedamangan sebagai aturan operasional untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya di zona tradisional TNS. Secara yuridis, bila merujuk pada pasal 35
dan 49 PP No. 28 Tahun 2011, pemerintah dapat memberikan akses hakpemanfaatan
tradisional kepada
masyarakat setempat
di zona
tradisional
74
yang berupa: 1 pemungutan HHBK, 2 budidaya tradisional, dan 3 perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi. Pemanfaatan
tradisional dalam PP 282011 sebaiknya dipahami bahwa masyarakat setempat diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya di zona tradisional dengan
menggunakan aturan sesuai dengan pengetahuan ekologi tradisional yang mereka miliki. Selanjutnya, pemberian akses atau hak kepada masyarakat setempat untuk
terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya TN sejalan dengan komitmen dunia internasional dan sejalan paradigma baru pengelolaan kawasan
konservasi di dunia. Kongres konservasi sedunia IUCN di Montreal tahun 1996 mengeluarkan Resolusi No. 1.53 yang meminta pejabat IUCN untuk
menyediakan sumberdaya dan mendukung pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi yang terkait dengan masyarakat tradisional atau
adat Beltran 2000 :13.
Pemberian hak kepada masyarakat setempat untuk memanfaatkan sumberdaya TN dapat menghindarkan masyarakat setempat yang
selama ini telah memanfaatkan sumberdaya TN secara tradisional dari ancaman “kriminalisasi” karena berdasarkan Pasal 11 3 dan Pasal 101 2 UU No. 18
Tahun 2013 masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi jika melakukan perladangan tradisional danatau melakukan penebangan kayu di kawasan hutan
konservasi untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial pun
74
Permenhut No. P.56Menhut-II2006 tentang pedoman zonasi TN, zona tradisional yaitu bagian dari TN yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional masyarakat setempat yang
karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam
dikategorikan sebagai perbuatan perusakan hutan
75
yang diancam sanksi pidana minimal 3 bulan danatau denda minimal Rp500 ribu.Konsep integrasi
kelembagaan aturan formal dan informal dalam pemanfaatan sumberdaya TNS disajikan pada Gambar 8.1.
Gambar 8.1 Integrasi aturan formal dan informal pemanfaatan sumberdaya TNS Integrasi kelembagaan organisasiformal dan informal bukan berarti
membentuk organisasi baru yang merupakan gabungan keduanya atau organisasi hibrid organisasi campuran, tetapi lebih merupakan koordinasi yang sinergis
antara lembaga pengelola TNS BTNS dengan lembaga masyarakat setempat yang mengelola zona tradisional seperti disajikan pada Gambar 8.2. Lembaga
pengelola zona tradisional TNS sebaiknya memanfaatkan lembaga desakelompok masyarakat yang sudah ada, contohnya Kademangan atau Forum Masyarakat
FORMAS TN Sebangau dengan menggunakan aturan adat kedamangan yang sudah ada.
75
Perbuatan perusakan hutan meliputi kegiatan pembalakan liar danatau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara terorganisasi yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama-sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan Pasal 11 ayat 1 dan
2.
Tingkat Konstitusional
Tingkat Aturan Operasional
TNS
Zona Inti Zona Rimba
Zona Pemanfaatan
Zona Tradisional
Aturan Formal Pemerintah Pusat sentralistik
Aturan Informal adat kedamangan
devolusi
Tingkat Pilihan Kolektif
Aturan Formal
Gambar 8.2 Integrasi organisasi formal dan informal pengelolaan TNS Pemerintah dapat memberikan hak pengelolaan zona tradisional kepada
masyarakat setempat sebagaimana diatur dalam PP No. 28 Tahun 2011. Dalam PP ini diatur bahwapemerintah dapat memberikan akses kepada masyarakat setempat
untuk memanfaatkan sumberdaya TN di zona tradisional. Akses yang dimaksud dalam PP ini, tidak hanya merujuk pada hak untuk memasuki kawasan, dan
menikmati manfaat non-subtraktif saja, tetapi lebih luas dari itu, yakni hak memanfaatkan sumberdaya yang bersifat subtraktif seperti pemanfaatan HHBK
yang oleh Ostrom dan Schlager 1996 disebut withdrawal. Lebih dari itu, akses dalam PP ini juga merujuk pada hak pemanfaatan dalam bentuk budidaya
tradisional yang berarti bahwa masyarakat setempat mempunyai hak untuk mengatur pola pemanfaatan internal dan mengubah sumberdaya dengan membuat
perbaikan terhadap sumberdaya tersebut yang oleh Ostrom dan Schlager 1996, hak ini disebut management.Mengacu pada konsep property rights Ostrom dan
Schlager 1996 maka istilah “akses” merupakan bentuk pemberian hak rights atas sumberdaya dari pemerintah pusat kepada kelompok pengguna lokal atau
masyarakat setempat. Pemberian hak kepada masyarakat setempat di zona tradisional TN ini dapat dipandang sebagai bentuk desentralisasi sebagaimana
yang dirumuskan Agrawal dan Ostrom 2001, dan karena penerima hak adalah masyarakat setempat atau pengguna sumberdaya maka tipe desentralisasi ini
menurut Ribot 2002 dan Fisher et al. 2000 disebut juga sebagai devolusi.
Hak pengelolaan zona tradisional diberikan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Kehutanan sesuai Pasal 38 1 PP 282011 dan dapat dilimpahkan
kewenangannya kepadaKepala UnitKepala Balai TN sebagaimana diatur Pasal 49
Seksi Pengelolaan TN
Balai TNS Sub Bagian Tata
Usaha
Kelompok Jabatan Fungsional: Polisi
Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan, Penyuluh
Kehutanan dll Resort
DamangDesa Lembaga
pengelola Zona Tradisional
Seksi Pengelolaan TN
Resort Seksi Pengelolaan
TN Resort
4 PP 282011
76
setelah zonasi TN ditetapkan oleh Dirjen PHKA sesuai Pasal 18 2 Permenhut P.562006. Surat keputusan pemberian hak pengelolaan zona
tradisional setidaknya memuat tentang luas, fungsi hutan, lembaga pengelola, jenis kegiatan pemanfaatan, hak dan kewajiban, serta jangka waktu. Luas
ditentukan sesuai dengan kesepakatan dalam konsultasi publik proses penyusunan dan penetapan sistem zonasi TNS. Fungsi hutan ditegaskan bahwa zona
tradisional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari zona-zona lain TN yang mempunyai fungsi sebagai hutan konservasi. Lembaga pengelola zona tradisional
adalah lembaga pada tingkat desa yang sudah ada seperti kedamangan atau forum masyarakat FORMAS TN Sebangau. Jenis kegiatan pemanfaatan sesuai dengan
PP 282011 yaitu : 1 pemungutan HHBK, 2 budidaya tradisional, serta 3 perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.Hak pengelolaan
zona tradisional bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan TN, dan dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, serta mengubah status dan
fungsi kawasan TN Pasal 49 ayat 5 PP 282011.
Selain hak juga perlu diatur tentang kewajiban karena kerusakan sumberdaya pada kondisi akses terbuka open acces dikarenakan setiap orang
merasa mempunyai hak memanfaatkan sumberdaya tetapi tidak mempunyai kewajiban untuk ikut menyediakan atau memelihara sumberdaya. Dalam PP
282011 belum diatur secara eksplisit tentang kewajiban bagi masyarakat setempat yang diberi akses hak pemanfaatan zona tradisional.
Kewajiban kepada pengelola zona tradisionalyang bersifat komunal perlu diaturdiantaranya:
melaksanakan penataan batas, menyusun rencana kerja, melakukan perlindungan hutan, melaksanakan rehabilitasi, dan menyampaikan laporan. Rencana kerja
terdiri atas rencana kerja pengelolaan zona tradisional yang tidak terpisahkan dengan Rencana Pengelolaan Taman Nasional RPTN sesuai pasal 49 ayat 4 PP
282011yang disahkan oleh Dirjen PHKA, dan rencana tahunan pengelolaan zona tradisional yang disahkan oleh Kepala UnitKepala Balai. Lembaga pengelola
zona tradisional menyusun dan menyampaikan laporan secara periodik kepada Kepala UnitKepala Balai. Kewajiban lembaga pengelola zona tradisional
khususnya penyusunan rencana kerja dan laporan merupakan bentuk pengendalian pemerintah kepada pengelola zona tradisional TN untuk memastikan pengelolaan
dilakukan secara lestari dan mencegah pengaruh eksternal sebagai penunggang gratis free rider. Selanjutnya, jangka waktu pemberian hak sangat penting diatur,
menurut Suharjito 2009:126 hak yang mempunyai jangka waktu lama berarti forest tenure security-nya kuat. Jangka waktu hak pengelolaan zona tradisional
dapat diatur paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang sebagaimana aturan yang berlaku di hutan desa dan hutan kemasyarakatan. Selain itu juga perlu diatur
tentang sanksi berupa pencabutan hak pengelolaan zona tradisional oleh pemberi hak yaitu Kepala UnitBalai jika pemegang hak melanggar ketentuan.
76
Kepala BTN mempunyai kewenangan diantaranya: 1 menerbitkan izin pemanfaatan sumberdaya TN kepada masyarakat setempat Pasal 49 ayat 4 PP No. 282011, 2 menerbitkan
Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi SIMAKSI pengenaan tarif PNBP nol rupiah Pasal 11 sd 13 Permenhut No. P.38Menhut-II2014, 3 membuat peraturan tentang jenis dan tata cara
pungutan PNBP Pasal 55 Permenhut No. 37Menhut-II2014, dan 4 menandatangani kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA Permenhut P.85Menhut-II2014 pasal 24.