Karakteristik Sumberdaya TNS Analisis Hak Kepemilikan

38 5 ATURAN PEMANFAATANSUMBERDAYA TNS Salah satu unit analisis kelembagaan adalah aturan yang digunakan rule in use. Aturan dapat berupa aturan formal maupun informal. Kedua jenis aturan inimempengaruhi perilaku manusia terhadap sumberdaya alam karena aturan menyediakan struktur kehidupan yang memandu interaksi manusia atau untuk menciptakan tingkat kepastian interaksi manusia; untuk mengarahkan perilaku manusia kearah yang diharapkan anggota masyarakat; untuk mengurangi perilaku oportunis, biaya koordinasi, dan untuk membatasi dan menyelesaikan konflik.

5.1 Aturan Formal

Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan TNdi Indonesia adalah UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya UU Kehati.TN adalah kawasan konservasi yang termasuk dalam kategori kawasan pelestarian alam KPA 32 , yang mempunyai tiga fungsi yaitu: 1 perlindungan sistem penyangga kehidupan, 2 pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, 3 serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dengan demikian sumberdaya TN dapat dimanfaatkan. Berdasarkan Peraturan PemerintahPP No. 68 Tahun 1998 tentang Pengelolaan KSA dan KPA yang kemudian diganti dengan PP No. 282011,sumberdaya TN dapat dimanfaatkan melalui dua kegiatan yaitu: 1 pemanfaatan kondisi lingkungan 33 , dan 2 pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar TSL 34 . Berdasarkan Pasal 35 PP No. 282011,pemanfaatan sumberdaya TN berupa: 1 penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, 2 pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam, 3 penyimpanan danatau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam, 4 pemanfaatan TSL, 5 pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya, dan 6 pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat. Prakondisi enabling conditions untuk pemanfaatan sumberdaya TN adalah: 1penetapan zonasi, 2 penetapan rencana pengelolaan RP, dan 3 perizinan. Berdasarkan Pasal 32 UU Kehati diatur bahwa kawasan TN dikelola dengan sistem zonasi 35 artinya kegiatan hanya dapat dilaksanakan apabila sesuai dengan fungsi masing-masing zonasi pasal 33. Pemanfaatan SDA TN selain harus sesuai fungsi zonasi juga harus sesuai rencana pengelolaanRP 36 seperti yang diatur dalam Pasal 34 ayat 2 UU Kehati, dan harus memperoleh izindari Menteri atau pejabat yang ditunjuksesuai Pasal 38 ayat 1 PP No. 282011.Pemegang izin pemanfaatan TN berkewajiban membayar iuran dan 32 UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 29 1 33 Pemanfaatan kondisi lingkungan adalah pemanfaatan potensi ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis dan peninggalan budaya yang berada dalam TN. 34 Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1990, dan Pasal 32 PP No. 28 Tahun 2011, pemanfaatan jenis TSL adalah pemanfaatan jenis TSL yang memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragamannya, termasuk juga pemanfaatan terhadap bagian-bagian TSL serta hasil dari padanya. 35 Zona TN dapat dibagi menjadi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lainnya sesuai kebutuhan. 36 Pedoman penyusunan RP KSA dan KPA diatur dalam Permenhut No. P41Menhut-II2008 39 pungutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak PNBP 37 yang diatur dalam Pasal 39 ayat 1 PP No. 282011. Dengan demikian, penetapan zonasi, penetapan RP, dan berizinan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi sebelum sumberdaya alam TN dimanfaatkan. Berdasarkan UU Kehati Pasal 16 dan 34 diatur bahwa pengelolaan TN adalah kewenangan pemerintah pusat. Namun demikian, pemanfaatan sumberdaya TN dapat dilakukan oleh pihak lainnya, antara lain pemerintah daerah, BUMNBUMD, swasta, masyarakat setempat, LSM, perguruan tinggi, dan bahkan masyarakat internasional. Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku saat ini, terdapat empat mekanisme dimana para pihak dapat ikut memanfaatkan sumberdaya TN. Pertama, investasi atau penanaman modal. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan pendapatan negara bukan pajak PNBP dari pemanfaatan sumberdaya TN di Indonesia. Jumlah PNBP pemanfaatan jasa wisata TN tahun 2010 relatif kecil, yaitu hanya Rp16 milyar. Nilai ini setara dengan PNBP jasa wisata kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta hektar, sementara luas TN di Indonesia 16,32 juta hektar Kemenhut 2011:ix. Kemenhut telah menyusun peta jalan pembangunan kehutanan berbasis TN, yang menetapkan TN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi hijau. Pemerintah berusaha meningkatkan investasi pemanfaatan sumberdaya TN dibidang jasa wisata, karbon, panas bumi, dan TSL. Aturan yang tersedia terkait mekanisme ini, antara lain: 1 izin pengusahaan pariwisata alam IPPA yang diatur dalam PP No. 362010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam; 2 izin perburuan satwa liar yang diatur dalam PP No. 13 Tahun 1994 tentang perburuann satwa buru; 3 penangkaran TSL, yang diatur dalam Permenhut No. P.19Menhut-II2005 tentang penangkaran TSL; 4 pemanfaatan air dan energi air, yang diatur dalam permenhut No. P.64Menhut-II2013; 5 izin penyelenggaraan karbon hutan, yang diatur dalam permenhut No. P.20Menhut-II2012.Izin-izin tersebut diberikan kepada perorangan, badan usaha, dan koperasi. Namun, khusus untuk pemanfaatan air, dan karbon, izin dapat diberikan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat. Kedua, mekanisme kerjasama. Mekanisme ini diatur dalam PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA, dan SK Menhut No. 390 Tahun 2003 tentang Kerjasama di Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya KSDAHE. Kerjasama KSDAHE adalah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh unit kerja Departemen Kehutanan c.q. Direktorat Jenderal dengan mitra kerja yang bersifat saling membutuhkan, memperkuat, menguntungkan dan saling memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Perjanjian kerjasama ini merupakan kesepakatan tertulis antara satu atau lebih mitra kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan secara bersama-sama, yang bertujuan mengoptimalkan upaya KSDAHE yaitu 3P perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan, dan untuk pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan. Parapihak yang dapat melakukan kerjasama ini adalah pemerintah, swasta, koperasi, dan BUMND. Mekanisme ini banyak digunakan oleh LSM,contohnya Pemerintah Indonesia cq. Ditjen PHKA melakukan kerjasama dengan The 37 Iuran dan pungutan terdiri atas : 1 iuran izin usaha, dan 2 pungutan atas hasil pemanfaatan kondisi lingkungan yang dikenakan setiap tahun atau setiap kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan. 40 Nature Conservancy TNC melalui kesepakatan kerjasama MoU yang ditandatangi pertama kali tahun 1993 dan diperpanjang pada tahun 1998, 2002 dan 2008. Didalam MoU tersebut juga diatur antara lain ruang lingkup, kontribusi para pihak, arahan program, mekanisme, rencana operasional, pelaporan dan evalusi. Ketiga, mekanisme kolaborasi. Pada tahun 2004, pemerintah c.q. Kementerian Kehutanan mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19Menhut-II2004 tentang Pengelolaan Kolaboratif. Kolaborasi adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah oleh parapihak secara bersama dan sinergis. Mekanisme kolaborasi ini sebenarnya tidak berbeda dengan mekanisme kerjasama. Dari beberapa pustaka dapat diketahui bahwa kolaborasi merupakan salah satu varian dari partnership atau kemitraan. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam pola kemitraan dikenal dengan skema “joint management” atau “co-management”, atau “collaborative management”Suporahardjo 2005:6. Kegiatan kolaborasi dituangkan secara tertulis dalam bentuk kesepakatan bersama. Tujuan kolaborasi adalah untuk meningkatkan efektivitas dan kemanfaatan pengelolaan TN. Parapihak yang terlibat dalam kegiatan kolaborasi adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat setempat, LSM, swasta, BUMND, perguruan tinggi, dan masyarakat internasional. Contoh mekanisme kolaborasi sudah dilakukan di TN. Bunaken 38 , dimana pada tahun 2000, Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara membentuk Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken DPTNB yang merupakan badan multi stakeholder dalam pengelolaan TN Bunaken. Keempat, mekanisme devolusi. PP No. 28 Tahun 2011 mengatur bahwa dalam rangka pemberdayaan 39 masyarakat setempat, pemerintah memberikan akses kepada masyarakat setempat 40 untuk memanfaatkan sumberdaya TN. Khusus kepada masyarakat yang telah secara turun temurun mempunyai ketergantungan terhadap sumberdaya alam TN pemerintah dapat menetapkan zona tradisional 41 .Zona tradisional merupakan bagian dari TN yang ditetapkan 38 Pembentukan Dewan Pengelolaan TN Bunaken didasarkan pada SK Gubernur Sulawesi Utara No. 233 Tahun 2000. DPTNB adalah wadah bersama pemda propinsi, kota dan kabupaten, BTN Bunaken, instansi terkait, LSM, masyarakat setempat, sektor bisnis dan akademisi untuk bekerja bersama dalam rangka memperkuat pengelolaan TN Bunaken sehingga dapat memberikan manfaat secara berlanjut. 39 PP No. 282011 Pasal 49 ayat 1 bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupatenkota harus memperdayakan masyarakat di sekitar KPA dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat setempat di kawasan TN dapat dilakukan melalui dua skema : 1 pengembangan kapasitas, dan 2 pemberian akses pemanfaatan sumberdaya TN yaitu berupa pemanfaatan tradisional. Sedangkan bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat setempat di kawasan TN adalah : 1 pengembangan desa konservasi, 2 pemberian izin untuk memungut hasil hutan bukan kayu HHBK di zona pemanfaatan, 3 izin pemanfaatan tradisional, serta 4 izin pengusahaan jasa wisata alam, 5 fasilitasi kemitraan dengan pemegang izin pemanfaatan sumberdaya TN. 40 Yang dimaksud masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari WNI yang tinggal di dalam danatau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan penjelasan Pasal 83 ayat 1 PP No. 62007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan 41 Syarat kawasan TN dapat ditetapkan sebagai zona tradisional adalah adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna kebutuhan hidupnya.