Penyusunan Aturan Operasional Pemanfaatan Komersial Kupu-Kupu

74 yang terkait dengan pemanfaatan sarang Burung Walet telah dibuat oleh beberapa pemerintah kabupaten di seluruh Indonesia. Peraturan daerah tersebut dibuat sebagai tindak lanjut dari PP 382007, sehingga diharapkan menjadi payung hukum bagi Pemerintah Kabupaten Maros dalam menjalankan fungsinya mengatur pemanfaatan komersial kupu-kupu. Pentingnya peraturan tersebut adalah untuk mensinkronkan keseluruhan peraturan perundang-undangan, baik antara peraturan yang terkait dengan pemanfaatan SL sebagai peraturan sektoral dengan peraturan yang terkait dengan otonomi daerah. Pendelegasian wewenang pengaturan pemanfaatan komersial kupu-kupu kepada Pemerintah Kabupaten Maros bertujuan untuk mendekatkan serta meningkatkan pelayanan kepada warga pemanfaat kupu-kupu. Selain itu bertujuan untuk melibatkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan terkait dengan pemanfaatan komersial kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul. Konsekuensi dari pelibatan partisipasi aktif tersebut maka ide co- management dalam pengaturan pemanfaatan komersial kupu-kupu menjadi suatu keniscayaan, di mana Pemerintah Kabupaten Maros dapat membagi kewenangan, tanggung jawab, dan fungsi pengaturan pemanfaatan komersial kupu-kupu dengan kelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Pelestari Kupu-Kupu. Dalam rangka co-management tersebut, peranan yang lebih besar diharapkan dilakukan oleh Forum Pelestari Kupu-Kupu sebagai perwakilan dari warga. Hal ini diperlukan karena Forum Pelestari Kupu-Kupu dapat menjadi penghubung antara kebijakan pemerintah dengan implementasi peraturan di lapangan. Oleh sebab itu, untuk memperkuat keberadaan forum ini maka perlu kekuatan hukum yang mengikat yang diatur melalui peraturan yang dibuat oleh instansi terkait. Selain itu forum ini dapat merumuskan aturan main bagi masing- masing anggotanya. Pada tingkat lapangan, forum tersebut masih perlu diperkuat melalui proses pendampingan.

7.2.2 Penyusunan Aturan Operasional Pemanfaatan Komersial Kupu-Kupu

Penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul Kabupaten Maros selanjutnya disusun dalam bentuk aturan operasional yang spesifik sesuai dengan karakteristik alami SL kupu-kupu. Peraturan operasional tersebut disusun dengan mengacu kepada PP 81999 serta Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati sebagai wujud dari pendelegasian wewenang tersebut. Kepmenhut 4472003 dan Permen LH 292009 dijadikan sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria NSPK dengan beberapa penyelarasan sesuai dengan PP 382007. Peraturan operasional tersebut memuat antara lain tentang: 1 batasan sumber daya kupu-kupu yang dapat dimanfaatkan; 2 batasan pelaku pemanfaatan; 3 aktivitas pemanfaatan; serta 4 mekanisme sanksi. Peraturan operasional menyangkut batasan sumber daya kupu-kupu yang boleh dimanfaatkan secara komersial mengatur antara lain tentang: a penangkapan dari habitat alam hanya dapat dilakukan di luar kawasan TN Babul; b spesimen kupu-kupu yang dapat diperdagangkan adalah jenis-jenis yang tidak dilindungi; serta c jenis dan jumlah spesimen kupu-kupu yang dapat ditangkap dibatasi oleh kuota penangkapan. Kuota penangkapan penting untuk menjamin suksesnya regenerasi kupu- kupu di habitat alam. Penetapan kuota dilakukan berdasarkan data dan informasi 75 yang akurat dari semua pihak yang terlibat dengan pemanfaatan komersial kupu- kupu di daerah penyangga TN Babul. Supaya kuota tersebut efektif dan dipatuhi oleh warga, maka penetapan kuota secara lokal lebih baik. Pengetahuan warga pemanfaat tentang jenis kupu-kupu, rasio kelamin, musim berkembang biak dan sebaran lokasinya, perlu diakomodir sebagai sumber data dalam rangka penetapan kuota penangkapan. Penetapan kuota tersebut dapat dilakukan secara bersama- sama oleh para pelaku pemanfaat kupu-kupu, Pemerintah Kabupaten Maros serta Balai Besar KSDA Sulsel. Batasan pelaku pemanfaat terkait dengan siapa-siapa yang boleh terlibat dalam pemanfaatan komersial kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul. Aturan operasional yang disusun dapat memberikan defenisi yang jelas tentang siapa- siapa dari warga yang boleh terlibat sebagai penangkap, pengumpul pedagang, dan pengrajin souvenir yang memiliki hak akses dan hak pemanfaatan. Secara teknis beberapa contoh yang dapat dilakukan adalah dengan menerbitkan kartu anggota sebagai bukti sah. Aturan operasional pemanfaatan komersial kupu-kupu diharapkan efektif mengatur permintaan demand antara lain dengan mengendalikan jumlah penangkap yang boleh melakukan aktivitas penangkapan. Aturan tersebut juga diharapkan efektif mengatur persediaan supply, yaitu menyangkut pengaturan lokasi penangkapan, waktu dan musim penangkapan, kualitas kupu-kupu yang boleh ditangkap, upaya pencegahan terhadap perusakan habitat kupu-kupu, serta meningkatkan penanaman jenis-jenis tumbuhan pakan larva dan imago kupu-kupu di seluruh pekarangan rumah warga. Sebab bagi kupu-kupu, ketersediaan dan kelimpahan tanaman penghasil nektar dan tanaman inang adalah salah satu persyaratan yang paling penting Kramer et al. 2012. Adopsi pengetahuan lokal dalam aturan operasional pemanfaatan komersial kupu-kupu menjadi penting terkait dengan prinsip pengelolaan pemanfaatan SL yang adaptif dan partisipatif. Aturan operasional dibangun dari pengetahuan masyarakat, seperti misalnya mengenai kriteria kualitas kupu-kupu A1, A-, A2, dan A3 ditujukan untuk membuat aturan penangkapan secara selektif sesuai dengan segmen pasar tertentu. Bioekologi dari jenis-jenis kupu-kupu seperti pola sebaran berkelompok, soliter, atau menyukai preferensi terhadap habitat tertentu, musim kemunculan pada periode waktu tertentu, seluruhnya merupakan pengetahuan lokal masyarakat yang dapat diadopsi menjadi aturan operasional bagi penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu. Dalam konteks penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul Kabupaten Maros, sistem sanksi dan penegakan hukum dirancang dalam kerangka co-management. Sebab dalam kerangka co- management, penegakan hukum bersifat efektif dan efisien karena alokasi biaya dapat diminimalisir dengan mengurangi kerangka proses hukum secara struktural Adrianto et al. 2011. Pengenaan sanksi secara ekonomi seperti denda atau sanksi sosial oleh komunitas lokal terhadap pelaku pelanggaran dalam banyak kasus cukup efektif. Dengan demikian, penyelesaian masalah pelanggaran dapat lebih efektif dan efisien.

7.2.3 Izin Pemanfaatan Kepada Pengumpul Pedagang