5 dari habitat alam selalu berlanjut tanpa henti. Penangkapan SL tersebut didasarkan
pada nilai. Nilai yang dicari oleh para pemanfaat kupu-kupu ini adalah nilai ekonomi yang terdapat pada SL tersebut. Karakteristik sumber daya kupu-kupu
terutama kelimpahan jenis, seks rasio, dan status pemanfaatan kupu-kupu yang diperdagangkan komersial perlu diketahui. Karakteristik pemanfaatan melalui
penangkapan dan peredaranperdagangan kupu-kupu oleh masyarakat juga perlu diketahui.
North 1990 dan Agrawal 2001 menyatakan bahwa permasalahan yang yang harus diperhatikan dan sangat krusial adalah berkenaan dengan aturan
formal, karena aturan formal menentukan perilaku individukelompok. Aturan formal mengatur hubungan antar pemanfaat dengan sumber daya yang
dimanfaatkan, dan hubungan antara pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya. Oleh sebab itu, permasalahan yang terkait dengan aturan formal
perlu diketahui. Sejauh mana kewenangan lembaga yang terkait, serta keefektifan implementasi terhadap peraturan perundang-undangan pemanfaatan komersial SL
kupu-kupu.
Pemahaman terhadap karakteristik sumber daya kupu-kupu, karakteristik masyarakat pemanfaat dan aktivitasnya, serta peraturan perundang-undangan akan
sangat bermanfaat dalam menyusun kelembagaan yang efektif untuk mencapai kinerja yang diharapkan, yaitu pemanfaatan komersial kupu-kupu yang terjamin
kelestariannya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Beberapa pokok permasalahan yang perlu dijawab dalam rangka meningkatkan kinerja pemanfaatan komersial kupu-kupu di daerah penyangga TN
Babul Kabupaten Maros, adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik sumber daya kupu-kupu yang dimanfaatkan secara
komersial? 2. Bagaimanakah karakteristik pemanfaatan meliputi penangkapan dari alam dan
peredaran komersial kupu-kupu? 3. Sejauh mana keefektifan implementasi peraturan perundang-undangan
pemanfaatan SL kaitanya dengan pemanfaatan komersial kupu-kupu? 4. Bagaimanakah kelembagaan yang efektif yang harus disusun untuk
mengendalikan pemanfaatan komersial kupu-kupu secara lestari?
1.3 Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran Penelitian
Satwa liar kupu-kupu di habitat alam merupakan sumber daya bersama common pool resources, CPRs yang di Indonesia pengaturannya di bawah rezim
kepemilikan negara. Menurut Ellsworth 2004, rezim kepemilikan negara adalah bentuk pengelolaan sumber daya alam yang pemiliknya adalah lembaga publik
atau organisasi pemerintah yang diberi kuasa oleh negara. Hak kepemilikan negara memiliki ciri pengaturannya dilaksanakan pemerintah. Pengaturan oleh
pemerintah ini harus menjamin masyarakat untuk memperoleh hak untuk memanfaatkan secara berkeadilan. Pemanfaatan komersial kupu-kupu di daerah
penyangga TN Babul didasarkan pada peraturan perundang-undangan tertentu. Siapa yang dapat menjadi pemegang hak izin ditentukan oleh kaidah peraturan
perundang-undangan, sedangkan kewajiban pemegang izin ditujukan untuk memelihara tujuan sosial Ellsworth 2004.
Ostrom 2008 menyatakan bahwa kinerja pengelolaan sumber daya bersama CPRs tidak hanya ditentukan oleh tersedianya kebijakan yang mengatur
6 bagaimana sumber daya tersebut harus dikelola dan prosedur administrasi yang
harus dilalui peraturan perundang-undangan, tetapi juga ditentukan oleh kondisi fisik material karakteristik sumber daya dan atribut komunitas karakteristik
pemanfaat. North 1990 dan Agrawal 2001 menjelaskan bahwa aturan formal dan informal mengarahkan perilaku individuorganisasi dalam hubungannya
dengan sumber daya, sementara perilaku individuorganisasi merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan pengelolaan sumber daya, tidak terkecuali
dalam pemanfaatan komersial kupu-kupu. Hal ini berarti bahwa perilaku pelaksana peraturan perundang-undangan dan perilaku individukelompok
masyarakat pemanfaat sebagai kelompok sasaran berperan dalam keberhasilan pengelolaan pemanfaatan sumber daya kupu-kupu.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, disusun kerangka pemikiran penelitian yang merupakan kerangka analisis kelembagaan sebagaimana disajikan
pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian dimodifikasi dari Basuni 2003
Kerangka analisis kelembagaan yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi konsep analisis yang dikemukakan oleh Heltberg 2001 dan
Oakerson 1992. Analisis kelembagaan dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap: 1 analisis karakteristik spesifik tentang sumber daya kupu-kupu
yang dimanfaatkan secara komersial; 2 analisis karakteristik pemanfaatan komersial kupu-kupu meliputi penangkapan dari habitat alam dan aktivitas
peredaran perdagangan; 3 analisis isi peraturan perundang-undangan pemanfaatan SL dan keefektifan implementasinya; 4 perilaku pemanfaat kupu-
kupu dan pelaksana peraturan; dan 5 analisis kinerja pemanfaatan komersial kupu-kupu.
Karakteristik spesifik sumber daya akan mempengaruhi fungsi peraturan dalam mengelola sumber daya. Karakteristik sumber daya, karakteristik
pemanfaat dan peraturan perundang-undangan akan mempengaruhi pola pemanfaatan sumber daya. Sedangkan pola pemanfaatan sumber daya akan
mempengaruhi perilaku pelaksana peraturan dan pemanfaat sumber daya, sehingga pada akhirnya mempengaruhi kinerja.
7 Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pemanfaatan komersial
kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul Kabupaten Maros adalah : 1 Penangkapan kupu-kupu dilakukan dengan memperhatikan kelestarian tidak
melampaui kuota yang telah ditetapkan dan tidak menyebabkan kerusakan pada spesimen kupu-kupu yang ditangkap; 2 Cara menangkap kupu-kupu tidak
menyebabkan terganggunya atau rusaknya populasi dan habitat di alam; 3 Penangkapan dan peredaran spesimen kupu-kupu harus sesuai dengan izin
termasuk lokasi penangkapan dan musim perkembangbiakan, serta dilakukan oleh perorangan atau kelompok yang dianggap mampu secara teknis atau terampil
dalam melakukan penangkapan; serta 4 Penerapan peraturan dan sanksi dilakukan secara konsisten oleh lembaga yang bertanggungjawab.
Bila kinerja tidak sesuai dengan yang diharapkan, berarti kelembagaan tersebut belum dapat mengarahkan perilaku masyarakat dan pihak-pihak yang
terlibat untuk mencapai kinerja yang diharapkan Basuni 2003. Menurut Pratiwi 2008, ketika kelembagaan tidak berjalan atau kinerjanya dipertanyakan maka
diperlukan suatu langkah perbaikan. Salah satu langkah perbaikan adalah melalui penguatan kelembagaan. Penguatan kelembagaan merupakan usaha untuk
mengorganisasi ulang reorganize atau melakukan orientasi ulang terhadap kelembagaan agar dapat berfungsi kembali secara efektif Pratiwi 2008.
Penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu merupakan bentuk rekayasa sosial yang ditujukan untuk memecahkan suatu masalah sosial
yang dihadapi dalam rangka mengatur alokasi sumber daya untuk mencapai kinerja yang dikehendaki yaitu pemanfaatan komersial kupu-kupu secara lestari
dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Keluaran dari suatu penelitian menunjang rekayasa sosial adalah pengetahuan mengenai preskripsi atau resep
yang dicirikan oleh suatu penelitian multi disiplin ilmu.
Pakpahan 1989 menyatakan: ...suatu penelitian rekayasa sosial dicirikan oleh suatu penelitian yang bersifat lintas bidang. Kelompok disiplin bio-fisik
memegang peranan dalam menghasilkan pengetahuan positif dan kelompok disiplin ilmu-ilmu sosial memegang peranan penting dalam menghasilkan
pengetahuan
tentang nilai....
Pendekatan positivisme
berguna untuk
mendapatkan pengetahuan bio-fisik antara lain mengenai populasi kupu-kupu hasil tangkapan. Selain itu, pendekatan normativisme juga diperlukan, dalam hal
ini pengetahuan mengenai aktivitas penangkapan dan peredaran kupu-kupu serta implementasi peraturan perundang-undangan pemanfaatan SL. Berdasarkan dua
pendekatan tersebut maka penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu preskripsi tentang penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu secara lestari
di daerah penyangga TN Babul Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
1.4 Tujuan Penelitian