Model Respon Produktivitas Spesifikasi Model Analisis

b = Konstanta Persamaan Regresi b 1 , b 2, …, b 9 = Penduga Parameter t = Rangkaian Tahun t-1 = Tahun Sebelumnya e = Galat Tanda parameter dugaan yang diharapkan : b 1 , b 2 , b 8 , b 9 , 0 ; b 3 , b 4 , b 5 , b 6 , b 7

3.3.3. Spesifikasi Variabel

Menurut Askari dan Cummings 1977, terdapat beberapa catatan penting dalam menentukan model respon penawaran secara empirik. Ada beberapa permasalahan yang dihadapi ketika model seperti ini digunakan untuk tanaman tahunan seperti kelapa sawit yang mengakibatkan timbulnya modifikasi dari variabel-variabel yang digunakan. Apapun ukuran output yang digunakan, adalah masuk akal bahwa tingkat keluaran yang diinginkan adalah fungsi dari harga yang diharapkan. Penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan model Nerlove menyertakan lebih dari satu pengertian tentang formulasi harga terhadap analisis supply response selama beberapa tahun. Mengingat pentingnya variabel harga dalam studi respon penawaran, muncul pertanyaan variabel harga apa yang harus digunakan dalam model. Askari dan Cummings 1977 menjelaskan bahwa peubah harga yang sering digunakan pada penelitian tanaman tahunan adalah : 1. Harga yang diterima petani harga nominal, 2. Harga yang diterima petani dideflasi dengan suatu indeks harga konsumen, 3. Harga yang diterima petani dideflasi dengan indeks harga input, 4. Harga yang diterima petani dideflasi dengan indeks harga komoditas relatif, Sebelum menentukan deflator apa yang akan digunakan, sangat memungkinkan bahwa tidak ada satupun dari jenis harga yang telah disebutkan di atas digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, akan menjadi sangat penting untuk mengasumsikan motif petani dalam meningkatkan produksinya terlebih dahulu. Beberapa asumsi yang memungkinkan adalah : 1. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk menaikkan tingkat konsumsi komoditas yang dibudidayakan, 2. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk mempertahankan tingkat konsumsi atas komoditas tersebut seiring dengan meningkatnya harga input, 3. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk menaikkan tingkat konsumsi terhadap barang-barang lain, 4. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk mempertahankan tingkat konsumsi terhadap barang-barang lain jika harga barang lain tersebut naik. Jika output berubah karena asumsi yang kedua, maka digunakan harga yang dideflasi oleh indeks harga input. Jika petani termotivasi atas alasan ketiga dan keempat, maka digunakan harga yang dideflasi oleh indeks harga konsumen. Jika petani menggunakan alasan yang pertama, maka tidak ada satu pun jenis harga yang relevan untuk digunakan. Sama halnya jika digunakan harga relatif. Sebagai contoh, jika harga relatif beras terhadap gandum meningkat sementara harga lainnya konstan, maka terjadi peningkatan pada produksi beras. Begitu juga bila harga lainnya meningkat maka akan terjadi respon yang berbeda pula. Menurut Mamingi 1997, salah satu faktor penting dalam menentukan spesifikasi harga adalah memilih deflator yang relevan. Penggunaan harga nominal tidak akan relevan jika inflasi yang terjadi cukup tinggi, karena petani lebih tertarik pada daya beli aktual mereka dan hal ini justru akan merespon pada perubahan harga riil dan bukan harga nominal. Pemilihan spesifikasi harga dan deflator yang tepat harus relevan kepada keputusan para petani. Dalam menganalisis respon penawaran di negara berkembang seperti Indonesia, pemilihan deflator terkendala pada ketersediaan data. Dalam penelitian ini, variabel harga tanaman tumpang sari kelapa sawit yaitu kacang kedelai baik dalam model respon luas areal ataupun model respon produktivitas tidak dimasukkan karena tanaman ini hanya ditanam selama masa tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan 0-3 tahun dan juga kendala terbatasnya data membuat proses estimasi menjadi tidak memungkinkan. Walaupun memang menambah income para petani dan pertumbuhan kelapa sawit tidak terganggu oleh pola tumpang sari tersebut, namun tidak cukup representatif dalam mempengaruhi keputusan petani dalam merespon luas areal ataupun merespon produktivitas kelapa sawitnya pada tahun berikutnya. Hal ini juga dikarenakan rasio benefitcost yang besar justru diperoleh dari tanaman kacang kedelai yang ditanam dengan sistem olah tanah reguler IOPRI, 2009.