Perilaku dan Persepsi Konsumen

15 secara ekstensif dalam beberapa kasus, konsumen bahkan tidak banyak berpikir sebelum membeli sebuah produk. Adapun afektif menunjukkan penilaian konsumen terhadap suatu produk. Afektif merujuk pada perasaan konsumen terhadap suatu stimuli atau kejadian, misalnya apakah konsumen menyukai sebuah produk atau tidak Schiffman dan Kanuk, 1997. Manusia dapat merasakan empat tipe respon afektif yaitu emosi, perasaan tertentu, mood, dan evaluasi. Setiap tipe tersebut dapat berupa respon positif atau negatif. Keempat tipe afektif ini berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap tubuh dan intensitas perasaan yang dirasakan. Semakin kuat intensitasnya, semakin besar pengaruh perasaan itu terhadap tubuh, misalnya terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan pernafasan, keluarnya air mata, atau rasa sakit di perut. Bila intensitasnya lemah, maka pengaruhnya pada tubuh tidak akan terasa. Sedangkan konatif menunjukkan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seorang konsumen. Menurut Mowen 1998, tahap awal untuk membentuk persepsi adalah pemaparan. Pemaparan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan stimulus. Stimulus-stimulus dapat berupa iklan melalui suatu media, kemasan, label, dan pencicipan atribut produk menggunakan panca indera. Proses pengambilan keputusan oleh konsumen dalam mengkonsumsi atau membeli produk dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu pengaruh konsumen sebagai individu, pengaruh lingkungan dan strategi pemasaran terhadap produk yang dilakukan oleh produsen atau lembaga lainnya. Pengaruh konsumen sebagai individu dalam pengambilan keputusan meliputi kebutuhan konsumen, persepsi konsumen terhadap karakteristik yang terdapat pada produk, faktor demografi, gaya hidup, dan karakter pribadi konsumen Sumarwan, 2004. Persepsi dapat dipengaruhi oleh rangsangan primer yang berasal dari produk itu sendiri dan rangsangan sekunder yang berasal dari simbol, kesan, dan informasi tentang produk Engel et.al., 2003. Rist persepsi konsumen pada hakikatnya merupakan bagian dari riset pasar Rangkuti, 2001. Menurut Sudjana 2001, untuk menghasilkan metode ilmiah dalam riset pemasaran perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Merumuskan masalah, yaitu mengajukan pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan untuk dicarikan jawabannya, dimana pertanyaan tersebut bersifat problematik. b. Mengajukan hipotesis, yaitu dugaan sementara atau dugaan jawaban dari pertanyaan yang diajukan di atas. c. Melakukan verifikasi data, yaitu melakukan pengumpulan data secara empiris, lalu mengolah dan menganalisis benar tidaknya hipotesis. d. Menarik kesimpulan, yaitu menentukan jawaban defenitif dari setiap masalah yang diajukan atas dasar pembuktian atau pengujian secara empiris untuk setiap hipotesis. Ada dua metodologi riset yang berbeda untuk mempelajari perilaku konsumen, yaitu riset kuantitatif dan riset kualitatif Rangkuti, 2001. Riset kuantitatif ini termasuk riset yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik pasar dan menghasilkan kesimpulan riset Umar, 2003. Sedangkan riset kualitatif bertujuan untuk memperoleh gagasan baru pada kampanye promosi, dimana riset ini dapat menggunakan wawancara, kelompok fokus, analisis kiasan, dan teknik proyeksi dalam pengumpulan datanya. Adapun survei persepsi image studies konsumen pada penelitian telah dilakukan secara kuantitatif. Dalam pengumpulan data dalam riset persepsi, cara yang dapat digunakan menurut Rangkuti 2001 yaitu: 1. Sensus, pengambilan data dilakukan secara menyeluruh 16 2. Survei, pengambilan data dengan sampling 3. Kasus, suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh terhadap suatu objek biasanya relatif kecil dalam kurun waktu tertentu. Dalam penelitian, cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui survei. Tipe-tipe survei yaitu wawancara dengan kuesioner, wawancara dengan telepon, dan melalui surat Rangkuti, 2001. Survei yang dilakukan pada penelitian menggunakan kuesioner. Pada dasarnya kuesioner merupakan suatu daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden. Ada tiga tipe pertanyaan yang biasanya digunakan dalam kuesioner yaitu pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup, dan kombinasi tertutup dan terbuka Rangkuti, 2001. Menurut Rangkuti 2001, pertanyaan terbuka memberikan kebebasan dalam memberikan jawaban, dimana responden boleh menjawab mempergunakan kata-katanya sendiri dan mengemukakan ide-ide sendiri. Berbeda dengan pertanyaan tertutup yang menggiring ke jawaban yang alternatifnya sudah ditetapkan pilihan berganda atau ya atau tidak. Pertanyaan yang digunakan dalam penelitian adalah pertanyaan kombinasi terbuka dan tertutup. Kuesioner yang dibuat bertujuan memperoleh informasi dengan tingkat keandalan reabilitas dan keabsahan atau validitas setinggi mungkin. Reabilitas adalah tingkat kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur. Reabilitas memberikan kesesuaian antara hasil-hasil pengukuran Rangkuti, 2001. Sedangkan validitas atau keabsahan adalah menyangkut pemahaman mengenai kesesuaian antara konsep dengan kenyataan di lapangan Rangkuti, 2001. Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi secara otomatis biasanya dapat diandalkan. Namun sebaliknya, suatu pengukuran yang andal, belum tentu memiliki keabsahan yang tinggi. Kuesioner dibuat menggunakan kata-kata sederhana, pertanyaan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan yang jelas, tidak menimbulkan ambigu, tidak memuat hal-hal bersifat pribadi dan peka sehingga responden menolak menjawabnya Rangkuti, 2001. Kuesioner yang telah tersusun lengkap perlu dilakukan pengevaluasian terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk penelitian Arikunto, 2002. Pengevaluasian dimaksudkan untuk mendapatkan keyakinan, apakah semua hal atau variabel-variabel yang diinginkan sudah terdapat dalam kuesioner, apakah defenisi-defenisi, kriteria-kriteria dan istilah yang digunakan sudah tepat, apakah susunan kata dalam pertanyaan sudah jelas dan tidak membingungkan konsumen, apakah kolom-kolom yang disediakan untuk jawaban tiap pertanyaan sudah baik dan cukup lengkap dan dapat dianalisa dengan baik. Pengevaluasian kuesioner ini dapat dievaluasi berdasarkan saran responden terhadap pertanyaan- pertanyaan kuesioner yang ideal Arikunto, 2002. Beberapa contoh penelitian yang menggunakan survei persepsi konsumen yaitu penelitian Roitner-Schobesberger et al. 2008, Bus dan Worsley 2003, dan Ragaert et al. 2004. Survei persepsi konsumen yang dilakukan Roitner-Schobesberger et.al 2008 bertujuan untuk mengetahui persepsi terhadap produk pangan organik di Bangkok, Thailand. Adapun Bus dan Worsley 2003 melakukan survei persepsi tentang manfaat kesehatan yang dapat diperoleh konsumen dari beberapa jenis susu. Ragaert et al. 2004 meneliti persepsi konsumen terhadap sayuran olah minimal dan buah yang dikemas. Pada penelitian Roitner-Schobesberger et al. 2008, kuesioner dirancang untuk mengetahui persepsi masyarakat Bangkok-Thailand terhadap pangan organik. Kuesioner dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berkaitan dengan pengetahuan umum responden tentang label “makanan aman” yang biasanya ditemukan pada produk pangan. Pada bagian kedua kuesioner, pengetahuan responden tentang istilah “pangan organik” dieksplorasi, lalu beberapa 17 hasil penelitian tentang pertanian organik disajikan, dan ditanyakan apakah responden setuju dengan pernyataan pada kuesioner. Selain itu, alasan untuk membeli atau tidak membeli pangan organik pun dinilai. Pada bagian terakhir kuesioner, dasar demografi responden dikumpulkan. Lima supermarket dan toko-toko “makanan sehat”, dimana terdapat buah-buahan dan sayuran dengan label “organik” dipilih sebagai tempat wawancara. Toko-toko baik di pusat maupun di pinggiran Bangkok dipilih untuk memastikan bahwa berbagai jenis pelanggan dilibatkan dalam penelitian. Kuesioner diberikan kepada 848 pelanggan sayuran dan buah-buahan organik. Sampel dipilih berdasarkan aspek kemudahankenyamanan, yakni pelanggan didekati secara acak. Namun untuk mengurangi bias, digunakan suatu kerangka sampling meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang merata. Meskipun tidak ada cara untuk mengetahui apakah sampel mewakili keseluruhan populasi, survei ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal dari isu- isu yang relevan dan memungkinkan untuk mendapatkan wawasan tentang persepsi konsumen terhadap produk organik di Bangkok. Kemudian data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif statistik. Untuk menganalisis perbedaan antara jenis konsumen, responden dibagi menjadi tiga kelompok: responden yang belum pernah mendengar tentang organik yaitu 33, responden yang pernah mendengar tentang organik tetapi tidak pernah membeli produk organik yaitu 27, dan responden yang telah mendengar tentang organik dan membeli makanan organik yaitu 39. Signifikansi perbedaan antara tiga kelompok konsumen dianalisis menggunakan Independent Sample t-test pada tingkat signifikansi α=5. Konsumen produk organik di Bangkok cenderung merupakan kalangan orang tua, memiliki gelar akademis dan pendapatannya lebih tinggi dibandingkan yang tidak membeli produk organik. Ada tiga motif utama untuk membeli produk organik di Bangkok: manfaat kesehatan yang diharapkan, daya tarik produk baru dan terlihat modis, dan pencarian produk yang lebih lezat. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa aspek kesehatan yang dimaksud terkait erat dengan residu dari bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian. Hambatan utama untuk membeli produk organik adalah kurangnya informasi yang diketahui konsumen terhadap metode-metode pertanian organik. Faktor yang dapat membantu menjelaskan kurangnya pengetahuan konsumen tentang produk organik, yaitu hasil kuesioner yang menunjukkan 43 dari responden menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara produk organik dan higienis. Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa pembeli organik sebanyak 60 tidak melihat harga sebagai faktor pembatas dan hanya 29 dari non-pembeli organik’ menyebutkan sebagai alasan untuk tidak membeli produk organik. Pada penelitian Bus dan Worsley 2003, survei persepsi konsumen tentang manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari beberapa jenis susu juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner secara acak diberikan kepada 375 pembeli pada empat hari di bulan Januari dan Februari 2002 di dua pusat perbelanjaan di Melbourne, Victoria. Responden menyelesaikan kuesioner segera setelah dipilih di pusat perbelanjaan, dalam waktu 5-10 menit per responden. Responden memberikan tanggapan mengenai susu full cream, susu skim, dan susu kedelai. Persepsi umum efek kesehatan susu dan pengetahuan tentang sejumlah penyakit yang mungkin dikaitkan dengan susu tersebut ditanyakan pada kuesioner. Tiga pilihan respon tidak setuju-tidak tahu-setuju digunakan sebagai pilihan jawaban. Kemudian responden diminta untuk menuliskan usia mereka, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, kelompok etnis, dan jenis susu yang biasa dikonsumsi. 18 Usia responden dikelompokkan menjadi 18-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-65 tahun, dan lebih dari 65 tahun. Tingkat pendidikan tertinggi responden dibedakan menjadi tidak pernah sekolah atau hanya sekolah dasar atau pernah sekolah menengah, tamatan SMA, teknis atau perdagangan bersertifikat, dan universitas atau kualifikasi tersier lainnya. Kelompok etnis dibedakan menjadi Anglo-Australia dan etnis lain. Kuesioner lalu dianalisis secara statistik deskriptif, yakni dilakukan dengan uji Two Way ANOVA. Uji ANOVA yang dipakai bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan persepsi antara jenis susu dikaitkan dengan faktor sosial-demografi, pada tingkat alpha 5. Persepsi konsumen tentang susu berkaitan erat dengan manfaat susu yang dirasakan. Hasil analisis penelitian tersebut menunjukkan tiga manfaat susu yang dirasakan, yaitu berkaitan dengan pemeliharaan struktur tubuh, pencegahan penyakit dan mengontrol berat badan, dan dua efek negatif susu yang dirasakan yaitu dapat menyebabkan penyakit serius dan alergi. Pandangan bahwa susu membantu pembentukan gigi dan tulang konsisten di setiap strata demografi sampel yang diuji. Namun manfaat susu dalam mengendalikan berat badan dan berperan dalam pencegahan penyakit belum diketahui secara luas. Sebagian besar responden beranggapan bahwa susu kedelai memiliki efek kesehatan terhadap pembentukan tulang sama dengan susu full cream. Hal ini dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan masyarakat akibat asupan kalsium yang rendah dari susu kedelai. Selain itu, sekitar sepertiga dari responden beranggapan bahwa susu bisa mencegah anemia. Ini kemungkinan merupakan pengaruh iklan industri daging dalam meningkatkan kesadaran tentang zat besi dalam makanan. Persepsi negatif tentang minuman dikaitkan dengan kandungan lemak tinggi dari susu. Hal ini merupakan akibat kampanye industri susu skim dalam meningkatkan kesadaran konsumen tentang manfaat susu skim. Variasi dalam persepsi kesehatan dan jenis susu yang dikonsumsi dapat dijelaskan oleh variabel demografi. Dengan demikian, pendidikan masa lalu berupa kampanye pembentukan citra dari jenis susu tertentu menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap persepsi responden. Dengan demikian, disimpulkan adanya ketidaksesuaian persepsi responden tentang manfaat kesehatan susu terhadap manfaat susu secara ilmiah. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan adanya kecurigaan bahwa susu full cream dapat menimbulkan penyakit serius. Data survei persepsi yang dilakukan Worsley memiliki tingkat realibilitas yang baik karena data dinilai berdasarkan karakteristik demografi dan reabilitas internal faktor diuji menggunakan alpha cronbach 0.001. Adapun penelitian Ragaert et al. 2004 bertujuan mengetahui persepsi konsumen mengenai atribut sayuran yang telah diolah minimal dan buah yang dikemas selama pembelian dan setelah konsumsi. Selain itu diselidiki juga pengaruh motivasi individu berupa kesadaran tentang pangan yang menyehatkan, pengalaman membeli produk, dan sosial demografi, dan situasional berupa tempat dan waktu pembelian. Pengumpulan data dilakukan melalui survei konsumen. Populasi penelitian terdiri dari konsumen yang membeli sayuran yang telah diolah minimal atau buah yang telah dikemas dalam salah satu dari enam supermarket ritel Delhaize yang berada di wilayah yang berbeda. Responden dipilih berdasarkan pertimbanganpenilaian pribadi peneliti. Survei dilakukan selama 2 minggu pada Maret 2002. Survei dilaksanakan setiap hari, baik pagi hari maupun sore dan malam hari. Responden yang membeli sayuran yang telah diolah minimal, yang biasanya memerlukan pengolahan lebih lanjut di rumah sebelum dikonsumsi seperti sayuran, daun bawang untuk membuat sup tidak diikutsertakan. Survei dibedakan berdasarkan saat pembelian dan konsumsi. Wawancara pribadi dengan 294 konsumen dilakukan pada saat pembelian sayuran yang telah diolah minimal atau buah- 19 buahan yang dikemas di supermarket. Sedangkan pengisian kuesioner dilakukan responden di rumah segera setelah konsumsi sayuran atau buah-buahan yang dibeli. Dengan cara ini diharapkan potensial bias yang disebabkan penggunaan memori jangka panjang dapat dihindari. Kuesioner ini dikembalikan responden dan jika selesai, responden diberikan hadiah voucher belanja sebagai pengakuan kerjasama responden. Pada kuesioner, tempat dan tanggal pembelian, produk yang dibeli dicatat. Selanjutnya, responden ditanya tentang motivasi mereka untuk membeli produk dan frekuensi pembelian produk tersebut. Kemudian, responden diminta untuk mengindikasikan pentingnya atribut produk kemasan saat membeli sayuran olah minimal atau buah yang dikemas pada skala 7-poin. Lalu karakteristik sosial demografi seperti jenis kelamin, usia, keberadaan anak, pendidikan profesi, dan alamat konsumen ditanyakan. Lalu responden diminta untuk mengevaluasi sayuran olah minimal dan buah yang dikemas setelah konsumsi Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan SPSS dengan alpha 0.05. Didapat motivasi pembelian sayuran olah minimal berkaitan dengan aspek kenyamanan segar dan memenuhi harapan dan kecepatan untuk dikonsumsi, khususnya bagi konsumen yang membeli produk ini selama akhir pekan. Sedangkan kandungan gizi tidak diutamakan selama membeli, meskipun tingkat kesadaran terhadap makanan sehat tinggi. Hal ini disebabkan persepsi konsumen yang telah terbentuk berdasarkan informasi dimana sayuran olah minimal dipilih karena aspek kelezatan. Namun jumlah sampel konsumen yang berpengalaman terlalu kecil untuk mendapatkan kesimpulan yang dapat diandalkan. 20 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah biji jewawut dari varietas pearl millet yang diperoleh dari kios burung Pasar Anyar – Bogor, bubuk kakao merek Van Houten, dan pisang lampung Musa acuminata yang diperoleh dari kios Agro Lestari-Dramaga. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain H 2 SO 4 , H 3 BO 3 , NaOH, C 2 H 5 OH, HgO, HCl, Na 2 S 2 O 3 , petroleum benzena, enzim termamil, methilene blue, metanol pro analisis, buffer Na-fosfat, aseton, heksana, dan aquades.

2. Alat

Pembuatan serbuk minuman jewawut instan menggunakan peralatan seperti kompor gas, panci, timbangan, gelas ukur, satake polisher rice, grinderpenggiling soya MH-230 Shan Yen, homogenizer ultra turrax L4R 9983 Armfield, double drum drier No. 4650 R. Simon dengan diameter 28 cm, blender kering Philips, baskom, ayakan ASTME 11-70 Fisher Scientific No. 16 14 mesh dan No. 60 60 mesh. Dalam analisis serbuk minuman jewawut instan menggunakan beberapa perlengkapan antara lain: gelas piala, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu takar, tabung reaksi, labu soxhlet, kertas saring, spatula, sendok, labu kjeldahl, dan batu didih. Selain itu beberapa peralatan digunakan dalam analisis antara lain spektrofotometer Spectronic 20D+, alat destilasi, desikator, timbangan analitik, sentrifusa, vibrator, pemanas heater, inkubator GFL, dan alat untuk uji organoleptik.

B. Metode Penelitian 1. Persiapan Bahan

a. Penyosohan Jewawut

Bahan baku untuk penyosohan merupakan jewawut berkulit atau jewawut yang belum pecah kulit. Jewawut berkulit ditimbang sebanyak 200 gram rata-rata input lalu dimasukkan ke dalam hopper corong tempat biji dimasukkan pada alat satake polisher rice secara manual. Lalu mesin segera dinyalakan dan segera hitung waktu sosoh selama 100 detik dengan menggunakan stopwatch, lalu mesin dimatikan. Setelah itu output sosoh diambil secara manual dari tempat penampungan output.

b. Perebusan Biji Jewawut

Jewawut hasil penyosohan 100 detik masih ada sebagian biji berkulit kemudian disortasi secara manual yaitu dengan penampian untuk menyingkirkan kulit tanpa biji yang terikut. Kemudian jewawut ini dicuci dengan air PDAM dan direbus dengan memakai metode perebusan hasil modifikasi dari metode Yanuwar 2009. Pada penelitian ini modifikasi metode perebusan yang dilakukan yaitu biji jewawut yang telah disosoh sebanyak 1 kg direbus dalam panci dengan perbandingan air 1:7 vv sampai mendidih lalu didiamkan selama 20 menit. Perebusan dilakukan dengan menggunakan kompor gas. 21

c. Optimasi Penambahan Air pada Penggilingan Rebusan Biji Jewawut dengan Uji Ranking Hedonik

Jewawut rebus dan air sisa rebusannya kemudian dimasukkan secara perlahan ke dalam grinder soya penggiling kedelai disertai penambahan air. Perlakuan penambahan volume air yang diberikan untuk 3 batch perebusan, yaitu: perlakuan A sebanyak 1 liter, perlakuan B sebanyak 1.2 liter, atau perlakuan C sebanyak 1.4 liter. Satu batch perebusan mendapat satu perlakuan. Air yang digunakan berupa aquades yang juga ditambahkan sedikit demi sedikit melalui hopper corong pemasukan grinder soya. Setelah digiling lalu dikeringkan dengan menggunakan double drum drier pada tekanan 3-5, kecepatan 5-6 rpm, dan waktu kontak 7-9 sekon. Hasilnya berupa lembaran jewawut instan. Lembaran ini kemudian dibuat serbuk dengan menggunakan blender kering dan diayak. Pengayakan dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penghancuran dengan blender lalu diayak lolos 14 mesh dan penghancuran kembali dengan blender lalu diayak 60 mesh. Setelah itu 5 gram serbuk minuman jewawut instan tersebut direhidrasi dengan 50 ml air aquades. Suhu rehidrasi sampel yaitu 70°C. Lalu diuji kesukaan terhadap kekentalannya dengan uji ranking hedonik oleh 50 orang panelis tidak terlatih. Panelis tidak terlatih yang dilibatkan meliputi para mahasiswa S1 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, para mahasiswa S1 non Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, para mahasiswa pascasarjana IPB, para staf dan petugas kebersihan Fakultas Teknologi Pertanian, dan para teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Pengujian dilakukan satu kali oleh tiap panelis di Laboratorium Evaluasi Sensori ITP, dan hanya berlangsung dalam 1 hari untuk mengumpulkan jumlah panelis sesuai yang ditargetkan. Panelis diminta mengurutkan sampel minuman serbuk jewawut instan dengan cara memberikan ranking ke-1 untuk sampel yang paling disukai hingga ranking ke-3 untuk sampel yang paling tidak disukai berdasarkan kesukaannya terhadap kekentalan sampel. Formulir penilaian dan prosedur uji friedman atau ranking hedonik untuk penentuan penambahan jumlah air pada proses penggilingan basah dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Optimasi Formula Serbuk Minuman Jewawut Instan melalui Uji Rating Hedonik Soekarto, 1995

Skema optimasi yang meliputi pembuatan formula serbuk minuman jewawut instan dapat dilihat pada Gambar 4. Pembuatan serbuk minuman jewawut instan ini dilakukan dengan 3 formulasi. Formulasi yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut : Tabel 5. Persentase penambahan komposisi pada formulasi Jumlah Bahan Formula dalam gram 1 2 3 Bubuk kakao - 3.5 1.2 Hancuran pisang lampung berwarna kuning kecokelatan - - 13.5 ditambahkan sebelum pengeringan