28
Keterangan : n = Ukuran sampel
N = Jumlah populasi e = Kesalahan dalam pengambilan sampel yang ditetapkan 10
Berdasarkan data BPS Bogor, jumlah penduduk kecamatan Dramaga pada tahun 2003 berjumlah 80.421 jiwa. Bila data ini dimasukkan ke dalam rumus slovin maka dihasilkan
jumlah minimal konsumen yang harus diambil adalah sebagai berikut: n = 80.421 1+ 80.421 x 0.10
2
= 99.88 ≈ 100 konsumen Survei ini bekerja sama dengan dua orang pedagang bubur ayam di Kios Ciampea
Babakan Raya, Dramaga. Konsumen yang menjadi elemen sampling adalah individu yang berasal dari populasi pembeli bubur ayam di Kios Bubur Ciampea, Babakan Raya, Dramaga.
Selain itu, konsumen survei yang dipilih adalah orang-orang yang pernah mengkonsumsi produk minuman sereal komersil.
Kuesioner berisi pertanyaan identitas konsumen, persepsi dan tingkat kesukaan konsumen terhadap atribut produk, dan tingkat kesesuaian produk tersebut menurut
konsumen. Konsumen memberikan jawaban secara tertulis dengan cara memilih satu jawaban dari masing-masing pertanyaan yang bersifat tertutup, memilih beberapa jawaban, dan
menuliskan jawaban yang tidak terdapat pada pilihan jawaban dari pertanyaan yang bersifat terbuka. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2010.
Tester produk disajikan dengan mencampur 1.5 gram serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 plain, 1 gram gula dan 1.5 gram susu
bubuk skim non fat merek “CROWNCOW” dengan 40 ml air hangat. Tester produk disajikan dengan menggunakan
gelas sloki ukuran 80 ml. Data hasil penelitian kemudian diolah dengan menggunakan software SPSS for
Windows 15. Untuk menganalisis rataan daya tarik atribut eksternal produk label, kemasan, dan merek digunakan one sample t-test.
Sedangkan untuk membandingkan penerimaan atribut internal rasa, aroma, warna, dan overall serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 antara sebelum dan saat survei persepsi
konsumen digunakan metode analisis berupa uji perbedaan rata-rata, yaitu independent sampel t-test. Uji ini untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua sampel yang saling bebas. Melalui
pengujian ini dapat diketahui signifikansi perbedaan nilai rata-rata dua kelompok sampel yang tidak saling berhubungan. Mengingat bahwa sebelum survei, serbuk minuman jewawut instan
formula ke-1 plain diuji secara blind sample di Laboratorium Evaluasi Sensori Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, sedangkan saat survei serbuk minuman jewawut instan formula
ke-1 disajikan dengan penambahan gula dan susu bubuk skim, merek, kemasan, dan pengetahuan manfaat fungsional produk.
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persiapan Bahan a. Penyosohan Jewawut
Penyosohan jewawut berkulit selama 100 detik tidak menghasilkan keseluruhan output pecah kulit artinya sebagian bahan tersosoh dan sebagian lain masih berupa biji berkulit.
Dengan demikian p enyosohan selama 100 detik ini tidak menghilangkan keseluruhan perikarp
sekam, lembaga embrio, dan aleuron semua biji jewawut. Lapisan perikarp serealia
diketahui mengandung selulosa, hemiselulosa, dan protein Dwiari et al., 2008
. Sedangkan lembaga embrio mengandung lemak dan protein
Dwiari, 2008 . Lapisan aleuron diketahui
banyak mengandung protein dan senyawa fenol yang dapat berfungsi sebagai antioksidan
Indrasari, 2008. Adapun sekam serealia, menurut Hambali 2007 mengandung protein,
lemak, serat, mineral, dan silika. Penampakan biji jewawut yang telah disosoh 100 detik dan
belum disosoh dapat dilihat pada Gambar 5.
Rendemen sosoh yang dilakukan sebesar 88.5. Namun mesin penyosoh yang digunakan belum memiliki tingkat efisiensi yang baik sehingga masih ada kulit-kulit tanpa biji
yang masuk ke dalam output sosoh. Dengan demikian masih diperlukan sortasi secara manual, yaitu dengan penampian untuk membuang sekam jewawut. Menurut Wirakartakusumah
1992 sortasi adalah metode pemisahan antara bagian yang diinginkan dengan bagian yang tidak diinginkan dari bahan pangan yang dibersihkan. Setelah itu, biji jewawut dicuci dengan
air untuk menghilangkan bau akibat penyimpanan dan membuang debu, pasir, kerikil yang terbawa pada pascapanen jewawut.
a sebelum penyosohan b sesudah penyosohan
Gambar 5. Penampakan jewawut sebelum dan sesudah penyosohan
b. Perebusan Pemasakan Biji Jewawut
Biji jewawut hasil penyosohan harus dibuat agar menyerap air sehingga menjadi lunak dan mempermudah proses penggilingan basah di tahap selanjutnya. Penyerapan air optimal
dapat terjadi dengan cara perebusan. Hal ini berkaitan dengan penjelasan Fellow 2000 bahwa biji yang hanya direndam dalam air pada dasarnya hanya menyerap air secara
reversible. Dimana penetrasi air ke dalam struktur seluler jewawut dihambat oleh ikatan intermolekuler yang kuat dari biji jewawut yang masih keras. Sifat penyerapan air yang
reversible oleh biji jewawut hanya bertahan sampai pada suhu pemanasan sebelum gelatinisasi Fellow, 2000.
Sesuai yang dikatakan Fardiaz 1996 penyerapan air akan meningkat seiring meningkatnya suhu. Pada saat biji jewawut mengalami gelatinisasi, air yang diserap dan
30
berada dalam butir-butir pati tidak dapat bergerak dengan bebas lagi karena telah membentuk matriks yang mengembang dan tidak dapat kembali ke bentuk semula Herodian, 2009.
Menurut Mirdhawati 2004, pengembangan granula pati saat tergelatinisasi juga dipengaruhi oleh kadar amilosa dan amilopektin pati tersebut.
Perebusan jewawut berdasarkan modifikasi dari metode Yanuwar 2009 dengan perbandingan bahan dan air 1:7 vv dilakukan selama 20 menit setelah bahan mendidih.
Tahap ini menghasilkan biji jewawut yang lunak dan mengembang serta masih terdapat air rebusannya. Selain itu, rasa mentah starchy pada biji jewawut sudah hilang dan aromanya
seperti kacang dapat tercium jelas. Hal ini sesuai Strauss 1997 bahwa jewawut memiliki rasa yang gurih, agak manis, dan aroma seperti kacang.
Perebusan dapat menurunkan kandungan gizi jewawut terutama vitamin-vitamin larut air, sedangkan vitamin larut lemak dan flavonoid yang terkandung pada jewawut tidak
terpengaruh karena tahan suhu tinggi Lenny, 2006. Menurut Lenny 2006, flavonoid bersifat larut air polar. Air rebusan biji jewawut yang tetap diikutkan pada tahapan
selanjutnya membantu mempertahankan kandungan flavonoid pada produk
c. Optimasi Penambahan Air pada Penggilingan Rebusan Biji Jewawut dengan Uji Ranking Hedonik
Penggilingan pada penelitian ini dilakukan secara basah dengan menggunakan grinder soya. Penggilingan bertujuan mengecilkan ukuran bahan yang diproses sekecil ukuran yang
dikehendaki. Pemilihan prosedur yang digunakan dalam pengecilan ukuran bahan banyak dipengaruhi oleh karakteristik bahan yang hendak digiling Leniger dan Baverloo, 1975.
Mengingat secara garis besar serealia digolongkan menjadi dua berdasarkan penampakan kernelnya, yaitu lilin dan tanpa lilin. Jenis lilin ditemukan pada jagung, sorghum, barley,
jewawut, dan beras ketan Chen et al., 1999. Serealia yang penampakan kernelnya berlilin ini cocok untuk digiling secara basah Chen et al., 1999.
Menurut penelitian Chen et al. 1999, penggilingan basah memiliki keunggulan yaitu dapat menghasilkan ukuran partikel terbaik pada serealia beras ketan yang penampakan
kernelnya berlilin. Menurut Suksomboon dan Naivikul 2006, penggilingan basah juga secara
signifikan tidak menyebabkan kerusakan pati, hal ini ditunjukkan oleh nilai entalphi gelatinisasi hasil penggilingan basah serealia beras yang tinggi.
Selain itu, pada penggilingan basah sedikit terjadinya oksidasi Angga, 2008.
Alat grinder soya yang digunakan terdiri dari dua piringan cakram, satu piringan bersifat statis sedangkan piringan lainnya berputar dinamis. Prinsip kerja alat ini yaitu
adanya gesekan antara kedua piringan batu cakram tersebut yang menyebabkan hancurnya biji menjadi partikel berukuran lebih kecil Wirakartakusumah, 1992.
Pada saat penggilingan, air aquades ditambahkan sedikit demi sedikit melalui hopper grinder soya. Penambahan air ini untuk memudahkanmenyempurnakan proses penggilingan
basah. Penambahan air yang optimal adalah bilamana kekentalannya paling disukai. Perlakuan jumlah volume air yang ditambahkan pada penggilingan basah, yaitu: perlakuan A sebanyak 1
liter 100 bv, perlakuan B sebanyak 1.2 liter 120 bv, dan perlakuan C sebanyak 1.4 liter 140 bv. Persentase pada perlakuan ini berdasarkan variasi volume air yang
ditambahkan pada penggilingan basah yang telah diteliti Zakaria-Rungkat 2009 yaitu 100 - 160 bv. Isi endosperma amilosa dan amilopektin keluar dari granula pati saat
penggilingan basah Kent dan Evers, 1993.