Pembuatan serbuk minuman jewawut (Pennisetum glaucum) instan dan uji penerimaan konsumennya

(1)

(2)

i

PEMBUATAN SERBUK MINUMAN SEREAL JEWAWUT

(Pennisetum glaucum)

INSTAN DAN UJI PENERIMAAN

KONSUMENNYA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Octavianti Mayasari

F24061637

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(3)

Judul Skripsi : Pembuatan Serbuk Minuman Sereal Jewawut Instan

(

Pennisetum glaucum)

dan Uji Penerimaan Konsumennya

Nama

: Octavianti Mayasari

NIM

: F24061637

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc.). NIP. 19490614.198503.2.001

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.) NIP.19650814.199002.1.001


(4)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pembuatan Serbuk Minuman Sereal Jewawut Instan (Pennisetum glaucum)dan Uji Penerimaan Konsumennya” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan

Octavianti Mayasari

F24061637


(5)

© Hak cipta milik Octavianti Mayasari, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya.


(6)

v

No. Judul Makalah Kedudukan Program

1 The Potential Of Fish Gelatin To Overcome Moslem Needs In Halal Food

Anggota National Student Paper Competition 2008

2 Penggunaan Isolat Kacang Komak Sebagai Bahan Baku Daging Tiruan Tinggi Protein

Ketua PKMP 2008 3 Hokkien-Type Noodles Trough

Heat-Moisture-Treated Sago Starch


(7)

FABRICATION OF INSTANT CEREAL DRINK POWDERS MADE

OF MILLET (Pennisetum glaucum) AND TEST OF CONSUMER

ACCEPTANCE

Octavianti Mayasari

Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agroindustrial Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java, Indonesia.

ABSTRACT

The existence of the incidence of degenerative diseases are strongly associated with lack of fiber and antioxidant intake makes millet an ideal commodity for human consumption. Millet containing phenolic components functions as antioxidant and has the potential to increase cell proliferation of human lymphocytes. The purpose of this study is to make a millet drink powder and identify aspects of consumer acceptance on a limited scale to be positioned as a functional food. In this work we need pearl millet (Pennisetum glaucum). This types has high productivity. Millet is processed by cooking, wet milling and drum dryer. Results of physical and chemical analysis showed that wetting rate of millet plain drink powder is 4.89 g/minute and water absorption is 10.61 g/g. The chemical content of millet powder are 0.60%, ash 1.56%, protein 8.44%, fat 2.09%, carbohydrate 77.31%, food fiber 5.01%, and total phenol 2.15 mg GAE/g powder. In a survey of 100 people, sample powders are presented in the form of plain powder plus sugar and milk. Based on the analysis of the independent sample t-test, millet plain powder plus sugar and milk could be accepted by the responden. The acceptance was probably due to the attempt to introduce, provide knowledge about the product, and improve the image of the product.


(8)

vii Octavianti Mayasari. F24061637. Pembuatan Serbuk Minuman Sereal Jewawut Instan dan Uji Penerimaan Konsumennya.Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc.2011

RINGKASAN

Jewawut merupakan salah satu jenis serealia yang pemanfaatannya di Indonesia masih terbatas. Adanya kejadian penyakit degeneratif yang berkaitan erat dengan kurangnya asupan serat dan antioksidan menjadikan jewawut sebagai salah satu bahan yang patut dikembangkan pengolahannya untuk dikonsumsi. Jewawut mengandung komponen fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan dan memiliki potensi meningkatkan proliferasi sel limfosit manusia.

Tujuan penelitian ini yaitu membuat serbuk minuman instan jewawut dan mengenali aspek penerimaan konsumen dalam skala terbatas, untuk diposisikan sebagai pangan fungsional. Jenis jewawut yang digunakan adalahpearl millet(Pennisetum glaucum). Jenis jewawut ini mempunyai produktivitas yang tinggi. Penelitian yang dilakukan terdiri dari tahapan yaitu persiapan bahan, optimasi formula serbuk minuman jewawut instan melalui uji rating hedonik, analisis fisik-kimia, dan survei persepsi konsumen.

Mula-mula biji jewawut berkulit disosoh 100 detik, disortasi, lalu direbus sampai mendidih dan didiamkan selama 20 menit dengan perbandingan air 1:7 dan digiling menggunakan grinder soya dengan penambahan air 120%. Kemudian dibuat 3 formulasi. Formula ke-1 merupakan formula plain. Kemudian untuk formula ke-2 ditambahkan 3.5% bubuk kakao, dan formula ke-3 ditambahkan 1.2% bubuk kakao dan 13.5% hancuran pisang. Setelah itu dihomogenisasi dan dikeringkan dengandouble drum dryerpada tekanan 3-5 bar atau setara suhu 1300C - 1450C, waktu kontak 7-9 sekon, dan kecepatan putaran drum yang digunakan sebesar 5-6 rpm. Tiga formula serbuk minuman jewawut instan ini selanjutnya diuji rating hedonik oleh 70 panelis tidak terlatih. Hasil uji ANOVA terhadap penerimaan formulasi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% di antara ketiga sampel formulasi (p<0.05), dengan penerimaanoverall tertinggi yaitu serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 plus gula. Formula ini menjadi formula sementara yang dilanjutkan ke tahap survei persepsi konsumen disebabkan adanya ketidakseragaman perlakuan pada sampel (hanya formula ke-1 yang ditambah gula) pada uji rating hedonik.

Presentase penambahan air pada saat penggilingan, lama penyosohan, lama perebusan dan perbandingan air saat perebusan berdasarkan data sekunder. Sifat instan pada produk terjadi karena adanya proses gelatinisasi pada perebusan yang diikuti oleh proses pengeringan. Hasil analisis fisik dan kimia menunjukkan bahwa laju pembasahan serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 (plain) sebesar 4.89 g/menit dan daya serap air sebesar 10.61 g/g. Kadar air serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 (plain) 10.60%, kadar abu 1.56%, kadar protein 8.44%, kadar lemak 2.09%, kadar karbohidrat 77.31%, total serat pangan 5.01%, dan kadar fenol total 2.15 mg GAE/g serbuk.

Pada survei yang dilakukan terhadap 100 orang, sampel yang disajikan berupa formula ke-1 plus gula dan susu. Berdasarkan hasil analisisindependent sample t-test, produk serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 plus gula dan susu ini memiliki nilai penerimaan yang meningkat (suka-agak suka) dibandingkan nilai uji rating hedonik dimana sampel berupa formula ke-1plus gula (agak suka-netral). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya upaya memperkenalkan, memberikan pengetahuan mengenai produk, dan meningkatkan citra produk.


(9)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur ke hadirat Allah Subhaanallahu wata’ala karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Serbuk Minuman Sereal Jewawut Instan dan Uji Penerimaan Konsumennya”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wassalam, pembawa risalah kebenaran terakhir untuk mengesakan Allah Subhaanallahu wata’ala.

Tulisan ini sebagai wujud kepedulian penulis terhadap pencegahan penyakit degeneratif di negara Indonesia dengan menghadirkan produk fungsional berbasis jewawut. Jewawut mengandung komponen fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan. Jewawut merupakan tanaman serealia yang sangat bisa diandalkan di masa mendatang. Jewawut memiliki umur tanam yang relatif pendek, tahan hama penyakit, dan dapat tumbuh subur di daerah yang terbatas ketersediaan air.

Tulisan ini merupakan hasil karya penulis setelah 7 bulan melakukan penelitian, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis maupun orang lain.

Bogor, Januari 2010


(10)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini selesai berkat dorongan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan semangat dan bimbingan kepada penulis selama kuliah, penelitian, dan penulisan karya ini.

2. Ibu Dra. Waysima, M.Sc, yang telah banyak memberikan saran selama penulis menjalani penelitian dan penulisan karya ini.

3. Bapak Fahim M. Taqi, M.Sc, DEA, yang telah banyak memberikan pengarahan dan pelajaran selama menguji penulis.

4. Semua teknisi laboratorium; Pak Wanto, Pak Iyas, Pak Jun, Pak Sidik, Bu Rubiah, Pak Gatot, Pak Wahid, Mas Edi, Pak Rojak, Pak Sobirin atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

5. Rekan satu bimbingan (Anto dan Jali) yang telah saling membantu dalam penelitian dan saling menyemangati dalam menyelesaikan kuliah.

6. Rekan yang memberikan inspirasi dalam suka dan duka pada penulis, Saidatul Husna (Sai manis), Sarah Fathia, Nadia Tania, Anna Amania, Annisa Vania, Qurrotul ‘aini Meta, Arini, Tsani, Arofah, Dwi Febriani, Afni Nofiyanti, Linda Chaerunnisa, Mila, Bungas, Mbak Tri, Mbak Rika, Mbak Dewi, Dek Elva, Dek Tika, Dek Fitri, Dek Ruri, dan Dek Lathifah.

7. Papi dan Mami yang penulis cintai, Kodang, Cinga, Lydia, Ayuk Santi, Ayuk Ema, Nur yang menjadi tempat penulis berbagi kesulitan, semangat, impian, harapan, yang menerima apapun jati diri penulis, dan ingin menjadikan penulis sebagai orang yang berguna bagi masyarakat.

8. Adik-adik Karisma dan adik-adik Jasinga dulu yang setia mengiringi, mempercayai dan memaklumi penulis.I Love U, my generation.

9. Teman-teman kos Istana 200 dan kos maharlika yang telah menjalani kebersamaan yang indah dan apa adanya dengan penulis.

10. Pak Tono, Bu Sulis, Bu Diah, Bu Susi, Pak Bob, Pak Surya, dan Pak Apip, guru-guru SMP penulis yang sampai kini tetap penulis kagumi atas semua pelajaran kehidupan yang disampaikan saat penulis lemah semangat dan berhasil menjadikan penulis masuk SMA favorit di Serang.

11. Teman-teman ITP 43 yangFunny and Smart, penulis akan selalu mengenang kalian.ITP IS THE BEST.

12. Bu Papat yang telah memberi banyak saran pada penulis agar No.P-IRT produk segera keluar.

13. Pak Iwan Hilwan dan Pak Supri yang telah menyemangati penulis untuk tetap berwirausaha dan teguh memegang prinsip ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.


(11)

14. Pak Ace dan Adiknya, tuan Kios Bubur Ciampea yang telah mempersilakan penulis untuk survei 100 orang.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan permakluman dari pembaca. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat penulis wujudkan dalam bentuk produk yang berguna bagi masyarakat.

Bogor, Januari 2010


(12)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

...

i

DAFTAR TABEL

...

vi

DAFTAR GAMBAR

...

vii

DAFTAR LAMPIRAN

...

viii

I. PENDAHULUAN

...

1

A. LATAR BELAKANG...

1

B. TUJUAN...

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

...

3

A. JEWAWUT...

3

B. PANGAN INSTAN...

C.

PEMBUATAN PANGAN INSTAN……….

1. Penyosohan……… 2. Pemasakan………... 3. Penggilingan Basah………...… 4. Pengeringan………...……

5.

Pengayakan……… 9 10 10 11 12 12 13

D. PERILAKU DAN PERSEPSI KONSUMEN...

14

III. METODOLOGI

………...

20

A.

BAHAN………...

20

B.

ALAT……….

20

C. METODE PENELITIAN...

20

1. Persiapan Bahan... 20

a. Penyosohan Jewawut... 20

b. Perebusan Biji Jewawut... 20

c. Optimasi Pemanbahan Air pada Penggilingan Rebusan Biji Jewawut dengan Uji Ranking Hedonik... 21 2. Optimasi Formula Serbuk Minuman Jewawut Instan melalui Uji Rating

Hedonik... 3. Analisis Fisik-Kimia Serbuk Minuman Jewawut Formula Plain...

a. Laju Pembasahan... b. Daya Serap Air...

21 24 24 24


(13)

c. Kadar Air Metode Oven... d. Kadar Abu... e. Kadar Protein Metode Kjeldahl... f. Kadar Lemak... g. Kadar Karbohidrat Perhitungan By Difference... h. Kadar Serat Makanan... 4. Total Fenol... 5. Survei Persepsi Konsumen...

24 24 25 25 26 26 27 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

...

29

1.

PERSIAPAN BAHAN...

29

a. PenyosohanJewawut………... 29

b. Perebusan Biji Jewawut………..….. 29

c. Optimasi Penambahan Air pada Penggilingan………..…… 30

2.

OPTIMASI FORMULA SERBUK MINUMAN JEWAWUT

INSTAN

... 30

3. ANALISIS FISIK DAN KIMIA...

37

4. SURVEI PERSEPSI KONSUMEN...

40

V. KESIMPULAN DAN SARAN

...

48

A. KESIMPULAN...

48

B. SARAN...

49

DAFTAR PUSTAKA

...

50

LAMPIRAN

...

.


(14)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Luas lahan kering di Indonesia menurut penggunaannya... 5

Tabel 2. Makanan tradisional yang terbuat dari jewawut... 5

Tabel 3. Komposisi kimia per 100 g bijipearl millet...………. 6

Tabel 4. Kandungan nutrisipearl milletdibandingkan bahan pangan lain... 7

Tabel 5. Formulasi serbuk minuman jewawut instan... 21

Tabel 6. Penyajian ketiga formula pada uji organoleptik... 23

Tabel 7. Tiga perlakuan penambahan air saat penggilingan basah... 31

Tabel 8. Rekapitulasi hasil analisis fisik dan kimia... 38


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Produksi, penggunaan, dan produser jewawut... 3

Gambar 2. Tanaman jewawut dan bijinya... 4

Gambar 3. Struktur bijipearl millet... 6

Gambar 4. Skema pembuatan serbuk minuman jewawut instan...………. 22

Gambar 5. Penampakan jewawut sebelum dan sesudah penyosohan... 29

Gambar 6. Penampakan serbuk minuman jewawut instan akibat variasi jumlah air yang ditambahkan saat penggilingan... 31

Gambar 7. Produk hasilformulasi...………..……... 33

Gambar 8. Skor penerimaan panelis terhadap atributoverallproduk...………..…….. Gambar 9. Skor penerimaan panelis terhadap atribut warna produk... 34 35 Gambar 10.Skor penerimaan panelis terhadap atribut aroma produk ...………..….…... 36

Gambar 11. Skor penerimaan panelis terhadap atribut rasa produk ....………..…… 37

Gambar 12. Proporsi usia konsumen ...………..…..………. 41

Gambar 13.Proporsi tingkat pendidikan konsumen ………..……... 42

Gambar 14. Proporsi frekuensi konsumsi produk minuman sereal... 43

Gambar 15. Proporsi pengetahuan konsumen tentang jewawut...………. 44

Gambar 16. Proporsi persepsi konsumen tentang kecocokan jewawut dijadikan minuman sereal …………... 44

Gambar 17. Proporsi saran konsumen tentangpositioningproduk serbuk minuman jewawut instan ...………... 45 Gambar 18. Proporsi pengetahuan konsumen tentang manfaat serbuk minuman jewawut

instan... Gambar 19. Proporsi minat pembelian konsumen ...……….……

46 47


(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Formulir Penilaian dan Prosedur UjiFriedman(Ranking Hedonik) untuk

Penentuan Penambahan Jumlah Air pada Proses Penggilingan Basah... 56

Lampiran 2. WorksheetUji Ranking Hedonik (Friedman test) untuk Penentuan Penambahan Jumlah Air pada Proses Penggilingan Basah ...…...…. 57

Lampiran 3. Hasil Analisis UjiFriedman(Ranking Hedonik) untuk Penentuan Penambahan Jumlah Air pada Proses Penggilingan Basah ……... 58

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Hasil Penilaian Ranking Hedonik... 59

Lampiran 5. WorksheetUji Rating Hedonik Tiga Formulasi Serbuk Minuman Jewawut Instan………. 60

Lampiran 6. Formulir Penilaian Uji Rating Hedonik... 61

Lampiran 7. Hasil Analisis ANOVA (Uji Rating Hedonik AtributOverall) Tiga Formulasi Produk Serbuk Minuman Jewawut Instan... 62

Lampiran 8. Hasil Analisis ANOVA (Uji Rating Hedonik Atribut Warna) Tiga Formulasi Produk Serbuk Minuman Jewawut Instan... Lampiran 9. Hasil Analisis ANOVA (Uji Rating Hedonik Atribut Aroma) Tiga Formulasi Produk Serbuk Minuman Jewawut Instan... Lampiran 10. Hasil Analisis ANOVA (Uji Rating Hedonik Atribut Rasa) Tiga Formulasi Produk Serbuk Minuman Jewawut Instan... 63 64 65 Lampiran 11. Rekapan Data Penilaian Uji Rating Hedonik... 66

Lampiran 12. Gambar Mesin yang Digunakan dalam Pembuatan Produk... 69

Lampiran 13. Kuesioner Survei Persepsi Konsumen... 70

Lampiran 14. Leaflet Survei Persepsi Konsumen... 73

Lampiran 15. Label Tester Produk Serbuk Minuman Jewawut Instan... 74

Lampiran 16. Hasil AnalisisOne Sample T-TestDaya Tarik Merek, Label, dan KemasanTester Produk Serbuk Minuman Jewawut Instan... 75

Lampiran 17. Rekapan Data Penilaian Daya Tarik Merek, Label, Kemasan………... 76

Lampiran 18. Hasil AnalisisIndependent Sample T-TestAtribut Aroma ... 78

Lampiran 19. Hasil AnalisisIndependent Sample T-TestAtribut Rasa... 79

Lampiran 20. Hasil AnalisisIndependent Sample T-TestAtribut Warna... 80

Lampiran 21. Hasil AnalisisIndependent Sample T-TestAtributOverall………... 81

Lampiran 22. Data Rekapan Tingkat Kesukaan (Survei Persepsi Konsumen)……….…... 82

Lampiran 23. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Serbuk Minuman Jewawut Instan..………….…. 84


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prediksi Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam waktu 25 tahun mendatang akan muncul 10 juta kasus kanker baru di negara berkembang (Napalkov, 1997). Berdasarkan berbagai penelitian mengenai kejadian kanker diketahui sekitar 10% sampai 15% kejadian kanker disebabkan oleh faktor endogen (faktor keturunan dan kesalahan replikasi sel) dan 80% hingga 85% disebabkan oleh faktor eksternal/faktor dari luar tubuh, misalnya pola makan, gaya hidup, dan polusi lingkungan (Zakaria-Rungkat, 2001).

Pangan berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan tubuh, bahkan kini telah diandalkan untuk mencegah berbagai penyakit dan meningkatkan kesehatan konsumen (Gilbert, 2000). Berbagai hasil penelitian menunjukkan konsumsi serat dan antioksidan yang tinggi dapat memberikan pertahanan tubuh terhadap penyakit kanker, divertikular, kardiovaskular, diabetes, obesitas, dan sembelit (USDA/USDHHS, 2000).

Namun rendahnya kesadaran dan antusias penduduk Indonesia terhadap serat menyebabkan rendahnya konsumsi serat yaitu baru memenuhi 1/3 dari kebutuhan ideal rata-rata (Muchtadi, 2001). Serat dan antioksidan yang terkandung dalam makanan dapat berasal dari serealia. Kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih mengandalkan beras sebagai serealia pemenuh kebutuhan karbohidrat pokok menjadi hal yang sangat dikhawatirkan terkait dengan sudah tersosohnya lapisan aleuron yang banyak mengandung serat pada beras, sehingga asupan nutrisi menjadi tak seimbang.

Salah satu jenis tanaman pangan yang sekarang ini sedang banyak diteliti adalah jewawut. Jewawut memiliki daya adaptasi yang luas, terutama dapat tumbuh di lahan marginal, tahan terhadap hama dan penyakit (Chandrashekar dan Satyanaraya, 2006). Jewawut mengandung komponen fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan dan memiliki potensi meningkatkan proliferasi sel limfosit manusia (Yanuwar, 2009). Serat kasar yang terkandung di dalam jewawut sebesar 5.65% (Nurmala, 2003).

Di Indonesia, pemanfaatan jewawut sebagai bahan pangan masih rendah dan baru diolah secara tradisional. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap aspek fungsional jewawut dan citra jewawut sebagai pakan burung. Dengan demikian diperlukan upaya untuk memperkenalkan jewawut sebagai pangan bercitra tinggi, salah satunya dengan pembuatan serbuk minuman jewawut instan dan uji penerimaan konsumennya.


(18)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Membuat formulasi serbuk minuman jewawut instan dan mengevaluasi tingkat kesukaan panelis terhadap formulasi tersebut.

2. Memproduksi dan menganalisis sifat fisik-kimia serbuk minuman jewawut instan yang bermanfaat sebagai pangan fungsional.

3. Melakukan uji penerimaan konsumen terhadap serbuk minuman jewawut instan melalui survei persepsi konsumen.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jewawut

Jewawut merupakan tanaman pangan pokok non beras yang memiliki peran penting dalam ketahanan pangan negara berkembang di masa mendatang (Smith, 1996). Menurut Nurmala (2003), jewawut diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom:Plantae Kelas :Monocotyledon Ordo :Poales Famili :Poaceae Genus :Pennisetum Spesies :Pennisetum sp.

Data produksi global jewawut, penggunaannya, dan tiga produser jewawut terbesar pada tahun 1996 dapat dilihat padaGambar 1.

Gambar 1. produksi global jewawut, penggunaannya, dan tiga produser jewawut terbesar (Morris dan Bryce, 2000)

Berdasarkan kuantitas produksinya, ada 4 jenis jewawut yang terpenting yaitupearl millet (Pennisetum glaucum), foxtail millet (Setaria italica), proso millet (Panicum miliaceum), dan finger millet (Eleusine coracana). Jewawut yang dipakai dalam penelitian ini berjenis pearl millet. Pearl millet memiliki potensi tertinggi dibandingkan jenis millet lainnya, berdasarkan karakteristik atau sifatnya untuk dieksploitasi secara komersil (Stoskopf, 1985).Pearl millettelah dijadikan sebagai pangan pokok jutaan manusia (Taylor et al., 2006). Di India, pearl millet merupakan sereal keempat terpenting setelah beras, terigu, dan sorgum. Pearl millet juga menduduki ranking keenam sereal terpenting di dunia setelah terigu, beras, jagung, barley, dan sorgum.

Pearl milletmerupakan tanaman dengan rata-rata tinggi 2 m dan panjang tangkai biji 15– 140 cm (National Research Council, 1996). Biji pearl millet berbentuk bulat, berwarna putih kekuningan, dan kulit biji berwarna cokelat kemerahan. Tanaman dan bijipearl milletini dapat dilihat padaGambar 2.


(20)

Gambar 2. (a) Tanaman jewawut (b) Biji jewawut

Pearl millet berasal dari daerah Sahel, Afrika Barat. Dari wilayah Sahel menyebar ke Sudan lalu ke Senegal (Taylor dan Emmambux, 2004).Pearl milletberadaptasi sangat baik pada wilayah tropis, dan tetap dapat beradaptasi dengan baik pada wilayah bertemperatur panas. Tanaman ini dapat ditemukan di setiap benua dan dapat menghasilkan biji-bijian pada tanah berpasir, berbatuan, pada lingkungan tanah yang sangat asam, sangat kering, sangat gersang/tidak subur bagi beras dan jagung (Stoskopf, 1985).

Pearl millet (Pennicetum glaucum (L.) R. Br.) mampu tumbuh pada tanah yang kurang subur denganwater holding capacity yang rendah dimana tanaman serealia lain pada umumnya gagal produksi (McIntyre et al., 1995). Pearl millet dapat tumbuh pada suhu 250C - 450C (Stoskopf, 1985). Pada suhu 250C - 300C pearl millettumbuh secara optimum (Pelembe et al., 2002).

Kondisi pertumbuhanpearl milletmembutuhkan waktu penanaman antara 60 - 70 hari. Di Amerika, produksi pearl milletmencapai 2000 kg/ha, di iklim tropis kurang dari 1000 kg/ha, potensi ini dapat ditingkatkan hingga 2500 - 4000 kg/ha bila curah hujannya rendah ± 500 mm per musim dan pada tanah berpasir (Nurmala, 2003).

Jumlahpearl milletdilaporkan mencapai setengah jumlah total produksi jewawut dunia (ICRISAT/FAO, 1996). Produksi jewawut dunia berkisar 1.5% dari total panen serealia dunia (Morris dan Bryce, 2000). Menurut FAO (2007), produksipearl milletberkisar 33.6–37.3 juta ton pada tahun 2001 hingga tahun 2005.

Area yang dapat ditanamipearl milletsangat luas yaitu daerah tropis di Amerika, Afrika, dan Asia Selatan. Diperkirakan 20% lahan kering belum dieksploitasi di Afrika dan Amerika Selatan (Rachie, 1975). Di Indonesia, penanaman pearl millet masih bersifat tumpang sari di daerah Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat sehingga produksinya masih rendah (Suherman et al., 2003). Namun di Indonesia, penanaman pearl millet (Pennicetum glaucum)dapat menggunakan lahan kering seluas 7.7 juta hektar yang belum dimanfaatkan, yang tersebar hampir di semua kepulauan di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi (lihatTabel 1). Sampai tahun 2006, Balai Penelitian Tanaman Serealia Indonesia telah memiliki koleksi plasma nutfah jewawut 57 aksesi (http://balitsereal.litbang.deptan.go.id, 13 September 2010).


(21)

Tabel 1.Luas lahan kering di Indonesia menurut penggunaannya

Jenis Lahan Tahun (ha)

1995 1996 1997 1998

Pekarangan/lahan bangunan dan halaman sekitar

5.155.422 5.291.375 5.331.489 5.516.440

Tegal/kebun/ladang 11.368.507 11.562.812 11.608.194 11.815.917 Padang rumput 1.889.399 1.953.085 2.056.332 2.016.972 Rawa-rawa 3.883.019 4.172.930 4.270.515 4.268.701 Tambak/kolam/empang 604.720 622.360 635.981 649.692 Lahan kering yang tidak

diusahakan

6.967.938 7.335.586 7.577.909 7.720.257

Lahan lainnya 23.390.756 23.932.485 24.149.635 25.533.382 Total Indonesia 53.261.756 54.872.629 55.632.052 57.523.359 Sumber: (Adiratma, 2004)

Pearl millet umumnya baru dikenal sebagai makanan burung, banyak dijual di penjual makanan burung dan tumbuh liar sebagai gulma (Nurmala, 2003). Namun sebenarnya sudah banyak produk makanan dan minuman berbasispearl milletyang telah diproduksi di negara lain (Gadagaet al.,2006). Nama-nama produk berbasis jewawut ini dapat dilihat pada Tabel 2. Di Amerika,pearl millet disajikan lebih modern yaitu dijadikan bahan untuk membuat minuman berenergi yang dikenal sebagai milo (Nurmala, 2003).

Tabel 2.Makanan tradisional yang terbuat dari jewawut

Jenis Makanan Nama makanan Negara Asal

Roti Nonfermentasi Roti, rotti, chapati India Roti Fermentasi Kisra, dosa, dosai, galletes, injera Afrika, India Bubur Kental Ugali, tuwo, saino, dalaki, aceda,

atap, bogobe, ting, tutu, kalo, karo, kwon, nshimba, nuchu, tô, tuo, zaafi, asidah, mato, sadza, sangati

Afrika, India

Bubur Cair Uji, ambali, edi, eko, kamo, nasha, bwa kal, obushera

Afrika, India

Ogi, oko, akamu, kafa, koko, akasa Nigeria, Ghana Produk Kukus Couscous, deguĕ Afrika Barat Rebusan (seperti nasi) Annam, acha Afrika, India

Snack (cemilan) Asia, Afrika

Minuman Beralkohol Burukutu, dolo, pito, talla Afrika Barat marisa, busaa, Merissa, urwaga,

mwenge, munkoyo, utshwala, utywala, ikigage

Sudan, Afrika Selatan

Minuman Nonalkohol Mehewu, amaheu, marewa, magou, letting, abrey, huswa,

Kunun

Afrika

Nigeria Sumber: (ICRISAT, 1987)


(22)

Gambar 3.Struktur bijipearl millet(Taylor dan Emmambux, 2004)

Struktur dari biji pearl millet dapat dilihat padaGambar 3. Bagian utama biji (kernel) pearl milletadalah perikarp, endosperma, dan embrio. Pearl millet terdiri dari perikarp 8.4%, endosperma 75%, dan embrio 16.5%. Sedangkan jika dibandingkan dengan sorgum, distribusi bagian kernel yaitu perikarp 6%, endosperma 84%, dan embrio 10% (Serna-Saldivar dan Rooney, 1995).

Pearl milletmengandung asam lemak tak jenuh sebesar 75% dari total lemak dan serat sebesar 2% (Lestienneet al.,2007). Menurut Nurmala (2003), kadar abupearl millet3.86% dan kadar seratnya 5.65%. Protein kasar yang dikandung pearl millet berjumlah 7.29% (Yanuwar, 2009). Komposisi kimiapearl milletdapat dilihat padaTabel 3.

Tabel 3.Komposisi kimia per 100 g biji(edible) pearl millet

Komponen Kadar (%)

(Yanuwar, 2009)

Kadar (%) (Leder, 2004)

Kadar (%) (Nurmala,

2003)

Kadar (%) (Rooney,

1978)

Kadar air (% bk) 7.61 - 12.51 8.8

Kadar abu (%) 1.77 - 3.86 2.3

Protein kasar (%) 7.29 - 11.38 12.1

Lemak (%) 1.63 - - 5.0

Palmitat - - - 20

Stearat - - - 5

Oleat - - - 26

Linoleat - - - 45

Linolenat - - - 4

Serat kasar (%) - 2.20 5.65 2.4

Karbohidrat (%) 81.52 75 69.4

Energi kasar (kal/g) - 363 386

-P (mg/100g) - - 50.00

-Mg (mg/100g) - - 122.10

-Fe (mg/100g) - 3.00 7.80

-Zn (mg/100g) - - 3.60

-Ca (mg/100g) - - 19.80

-Vitamin A (mg/100g) - - 0.023


(23)

-Perbedaan kadar komposisi pearl millet dari beberapa sumber literatur disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan, dan keakuratan alat uji yang dipakai. Perbedaan hasil analisis kimia biji jewawut juga disebabkan oleh faktor pra panen seperti teknik penanaman, tingkat kesuburan tanah, faktor lingkungan seperti radasi matahari, suhu, dan varietas yang berbeda (Yanuwar, 2009).

Perbandingan nutrisipearl millet dan bahan pangan lainnya dapat dilihat padaTabel 4. Menurut Sari (2010),pearl milletmemiliki kandungan protein yang hampir sama dengan terigu dan bahkan mengandung sedikit protein gluten. Gluten adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Meskipun demikian, Serna-Saldivar dan Rooney (1995) menyebutkan bahwa pearl millet memiliki kandungan protein lebih tinggi dari jenis jewawut lainnya. Hal ini karenapearl millet memiliki lembaga (germ) yang besar sehingga kaya protein albumin dan globulin. Dengan tingginya protein albumin dan globulin, maka kandungan asam amino esensial lisin pun tinggi.

Tabel 4.Kandungan nutrisipearl milletdibandingkan bahan pangan lainnya (per 100 g bahanedible; kadar air 12%)

Bahan Pangan Proteina (g) Lemak (g) Mineral (g) Serat Kasar (g) Karbohidrat (g) Energi (kcal) Ca (mg) Fe (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg)

Beras 7.9 2.7 1.3 1.0 76.0 362 33 1.8 0.41 00.04 40.3

Terigu 11.6 2.0 1.6 2.0 71.0 348 30 3.5 0.41 00.10 50.1

Jagung 9.2 4.6 1.2 2.8 73.0 358 26 2.7 0.38 00.20 30.6

Sorgum 10.4 3.1 1.6 2.0 70.7 329 25 5.4 0.38 00.15 40.3

Pearl millet

11.8 4.8 2.2 2.3 67.0 363 42 11.0 0.38 00.21 20.8

Sumber: (Hulseet al., 1980); Keterangan: aN x 6.25.

Pearl milletmengandung senyawa anti nutrisi antara lain asam fitat, goitrogen, dan asam oksalat (Lestienneet al., 2007). Kandungan asam fitat pearl millet berkisar 0.7%-0.8%. Asam fitat menurunkan bioavilabilitas mineral seperti Fe dan Zn. Penghambatan Fe dan Zn tergantung kadar fitat. Kadar fitat 1%-2% dapat menghambat penyerapan 2%-5% Fe dan 2%-10% Zn (Hurrel dan Egli, 2010). Jadi asam fitat yang terkandung pada pearl millet tidak berdampak signifikan pada penurunan bioavilabilitas Fe dan Zn. Selain itu, proses penyosohan 100 detik dapat menurunkan kadar asam fitat pearl millet sebesar 27%-53% (Puspawati, 2009) karena proses penyosohan mengikis bagian kulit biji (testa) dan perikarp yang mengandung senyawa asam fitat. Namun asam fitat diketahui baik untuk menurunkan resiko penyakit degeneratif seperti kanker. Konsumsi asam fitat yang direkomendasikan sebesar 375 mg/hari (Puspawati, 2009).

Komponen goitrogen diidentifikasi sebagai penyebaboff-odors pada tepung pearl millet (Reddyet al., 1986), dan dikarakterisasi juga sebagai flavormousy. Komponen goitrogenpearl


(24)

milletini umumnya berupa senyawa flavonoid. Keberadaan asam oksalat dalampearl milletdapat menurunkan penyerapan kalsium yang terkandung dalampearl millet(Leder, 2004). Kandungan oksalat pada pearl millet berkisar 3.54%-4.41% (Sukanyaet al., 2003). Asam oksalat sebanyak 180 mg menyebabkan penurunan penyerapan kalsium dari 300 mg Ca sebesar 7.6%, dari 200 mg Ca sebesar 5.9%, dan dari 100 mg Ca sebesar 9.1% (Liebman dan Chai, 1997). Namun asam oksalat ini dapat larut dalam air pada suhu 400C-500C sebanyak 60%-70% sehingga dapat dihilangkan dari jewawut.

Menurut Dykes dan Rooney (2006), flavonoid terbukti memiliki kemampuan dalam menangkal radikal bebas. Komponen flavonoid yang ada pada pearl millet adalah senyawa flavon. Senyawa flavon yang terdeteksi padapearl milletyaitu glucosylvitexin, glucosylorientin, vitexin dengan rasio 29:11:4 (Reichertet al., 1980).Pearl milletjuga mengandung asam fenolat yang berada pada perikarp, testa, lapisan aleuron, dan endosperma. Pada umumnya, asam ferulat, p-kaumarat, dan asam sinamat merupakan senyawa fenolat utama padapearl millet(McDonough dan Rooney, 2000).

Proses penghancuran, seperti penggilingan, dapat menurunkan komponen flavonoid secara signifikan (El haget al., 2002). Kandungan fenol totalpearl milletnon sosoh sebesar 5.12 mg TAE/g biji. Kandungan fenol total jewawut non sosoh tersebut lebih tinggi bila dibandingkan kadar fenol total rye, barley, dan gandum, yaitu berurutan 1.026, 0.879, dan 0.562 mg TAE/g biji (Rageeet al.,2006).

Sejauh ini, beberapa penelitian tentangpearl millet telah dilakukan di Indonesia. Salah satunya, penelitian yang telah dilakukan Yanuwar (2009) berupa perbandingan antara pearl millet, ketan hitam, dan sorgum yang menunjukkan kandungan proksimat kadar abu, protein dan lemak pearl millet lebih tinggi dibandingkan sorgum dan ketan hitam. Kemudian masih berlandaskan pada penelitian Yanuwar (2009), dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total dan aktivitas antioksidan padapearl millet yakni 100 dan 300 detik. Semakin lama waktu penyosohan, semakin rendah kandungan fenol total serealia. Kandungan fenol totalpearl milletsetelah diberi perlakuan sosoh 100 detik sebesar 3.51 mg TAE/g biji (Yanuwar, 2009). Senyawa fenolik serealia berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan. Semakin besar jumlah fenol total, akan semakin besar pula aktivitas antioksidannya. Selain itu, menurut Yanuwar (2009) pearl milletmemiliki keunggulan pada berbagai atribut sensori dan tidak berbeda nyata dengan kontrol yaituoatmeal.

Manfaat kesehatan dari mengkonsumsipearl milletdilaporkan oleh Rooneyet al.(1992) yang menyatakan bahwa dedakpearl milletmemiliki kemampuan menurunkan kadar kolesterol lebih baik dibanding jagung dan gandum. Selain itu, peranan pearl millet dalam mencegah penyakit kardiovaskular dilaporkan oleh Cho et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksanpearl milletdapat menghambat pembentukan 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA (HMG-CoA) reduktase pada sel hati tikus.

Penelitian tentang potensi biologis pearl millet sebagai pangan di Indonesia telah dilakukan Puspawati (2009) dengan tikus percobaan melalui aktivitas proliferasi sel limfosit limfa dan kapasitas antioksidan hati melalui aktivitas antioksidan, malondialdehida dan aktivitas enzim antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi 50% dan 100%pearl milletsebagai sumber karbohidrat tidak memberikan efek negatif pada kesehatan dilihat dari grafik pertumbuhan yang meningkat, berat organ seperti hati dan ginjal yang tidak mengalami perubahan dari berat normal serta tidak mempengaruhi selera makan tikus dibandingkan dengan kontrol.


(25)

Pemberian 50% dan 100% jewawut sebagai ransum tikus dapat meningkatkan proliferasi limfosit limfa tikus secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Pemberian 50% dan 100% jewawut dibandingkan kontrol dapat meningkatkan aktivitas antioksidan hati dengan metode DPPH berturut-turut sebesar 27% dan 30%, penurunan kadar malondialdehid (MDA) hati berturut-turut sebesar 13% dan 14%, peningkatan aktivitas enzim antioksidan hati meliputi aktivitas enzim superoksid dismutase (SOD) berturut-turut sebesar 85% dan 88%, aktivitas enzim katalase berturut-turut sebesar 14% dan 16%, aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) berturut-turut sebesar 29% dan 33%. Sehingga konsumsipearl millet50% dan 100% baik untuk pangan sebagai sumber karbohidrat dan kesehatan pada tikus (Puspawati, 2009).

B. Pangan Instan

Perkembangan zaman menyebabkan masyarakat menuntut segala sesuatu yang serba cepat dan praktis. Demikian pula dalam hal makanan, masyarakat cenderung lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan. Produk pangan instan merupakan jenis produk pangan yang mudah untuk disajikan/dikonsumsi dalam waktu yang relatif singkat (Lawal, 2007). Menurut Bender (2005), pangan instan adalah pangan kering yang dapat kembali ke bentuk aslinya secara cepat setelah direhidrasi.

Produk pangan instan berkembang untuk mengatasi masalah penggunaan dan penanganan produk pangan yang sering dihadapi, misalnya penyimpanan, transportasi, tempat, dan waktu konsumsi (Hartomo dan Widiatmoko, 1992). Sehingga produk pangan instan berkembang dengan pesat mengikuti perkembangan masyarakat yang menuntut adanya produk pangan yang mudah dikonsumsi, bergizi, dan mudah dalam penyajiannya.

Istilah instan telah digunakan pada berbagai industri seperti industri makanan, farmasi, pakan hewan, dan kimia untuk menerangkan karakteristik dispersi atau kelarutan suatu bubuk. Beberapa bubuk instan yang tersedia secara komersil yaitu minuman, kopi, cokelat, makanan bayi, sup, saus, soft drink, vitamin. Pengertian pangan instan menurut Johnson dan Peterson (2000) adalah pangan yang dapat dimakan atau diminum langsung atau tanpa dimasak lama. Meskipun beberapa bubuk secara alami bersifat instan, namun instan mengarah pada perlakuan khusus yang dikenal dengan proses instanisasi suatu bahan menjadi bentuk bubuk yang mudah larut atau berdispersi di dalam air dibandingkan sifat bubuk aslinya (Julianoet al.,2005).

Menurut Julianoet al.(2005) ada dua cara untuk menginstanisasi yaitu dengan aglomerasi dan tanpa aglomerasi. Aglomerasi merupakan proses untuk membuat partikel-partikel menjadi sebuah agregat yang menyatu dengan memberikan perlakuan khusus yaitu berupa panas/kelembaban pada permukaan bahan. Setelah bahan menjadi agregat yang berpori maka bahan memiliki kapasitas adsorpsi yang besar, sehingga bahan mudah tenggelam. Sedangkan perlakuan tanpa aglomerasi yaitu meliputi freeze drying, pengeringan osmotik, pengeringan drum, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan seperti lesitin.

Menurut Winarno (2002), gelatinisasi diperlukan untuk membuat makanan menjadi instan. Gelatinisasi adalah perubahan granula pati akibat pemanasan yang terus-menerus dalam waktu lama sehingga granula pati membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali ke bentuk semula (Winarno, 2002). Pati yang sudah tergelatinisasi lalu dikeringkan memiliki kemampuan untuk menyerap air kembali (rehidrasi) dengan mudah (Winarno, 2002).

Gelatinisasi dapat terjadi jika terdapat jumlah air yang cukup sehingga menyebabkan granula pati mengembang. Jumlah air yang terserap pada proses perendaman serealia pada suhu ruang dan bahkan dilanjutkan dengan pengukusan tidak cukup untuk membuat pati tergelatinisasi sehingga ketika sudah dikeringkan dengan double drum drier, pati sulit direhidrasi (Felicia,


(26)

2006). Berbeda halnya dengan serealia yang sudah tergelatinisasi melalui perebusan, patinya mudah direhidrasi (Felicia, 2006).

Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992) kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat dibentuk produk pangan instan antara lain: a) memiliki sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan c) rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.

Produk instan yang telah dihasilkan dari proses pengeringan dapat secara normal direkonstitusi untuk dikonsumsi. Kemampuan rekonstitusi adalah kecepatan produk hasil pengeringan untuk menyerap air, dibandingkan produk yang tidak dikeringkan (Huber et al., 2006). Pada kasus bahan bubuk yang dikeringkan, beberapa karakteristik instan yang penting meliputi kemampuan pembasahan, kemampuan dispersi, dan kemampuan mengendap (Julianoet al.,2005).

Proses instan sempurna tampak dari urutan kejadian yaitu bubuk terkenai media basah/air menjadi basah dalam beberapa saat lalu tenggelam, dan segera larut atau terdispersi merata dalam mediumnya (Hartomo dan Widiatmoko, 1992). Namun dalam kenyataannya, instanisasi produk yang dihasilkan melalui proses pengeringan jarang yang memiliki kriteria sempurna instan seperti di atas disebabkan karakteristik komposisi produk tersebut (Huber et al., 2006). Metode pengeringan terpilih dan perlakuan sebelum pengeringan juga dapat mempengaruhi karakteristik rehidrasi produk yang dihasilkan (Julianoet al.,2005).

C. Pembuatan Pangan Instan

Beberapa penelitian tentang produk instan diantaranya bubur sukun instan. Instanisasi bubur sukun dilakukan dengan cara buah sukun dipotong-potong lalu dimasak, diiris dengan slicer, digiling basah dengan grinder daging, ditambah tepung singkong atau ketan untuk mendapatkan karakteristik bubur instan yang diinginkan, dan dikeringkan dengandouble drum drier. Bubur yang ditambah tepung singkong memiliki daya serap air yang besar. Hal ini disebabkan daya serap air berbanding lurus dengan banyaknya pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi (Doni, 2002).

Adapun instanisasi oat dilakukan dengan penanakan, pengukusan biji utuh, pemotongan, pemipihan dengan roll, dan pengovenan (North American Millers’ Association, 2006). Bubur oat dibuat darigroats, yaitu oat yang tidak melalui tahap penyosohan. Butir oat yang utuh terdiri dari tiga bagian, yaitu germ, endosperma dan bran. Ketika butiran serelia yang utuh seperti pada komoditas gandum atau padi diolah secara pengilingan (milled) atau disosoh,bran(aleuron) dan germ hilang sehingga yang tersisa hanya endosperma saja. Sehingga produknya akan mengandung sedikit nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan antioksidan daripada butiran yang secara utuh. Berbeda dengan oat, ketika diolah secara digiling (milled), seluruh bagian dari butirannya tetap utuh.

Pembuatan pangan instan berbasis biji-bijian secara konvensional pada umumnya dilakukan dengan proses pokok meliputi penyosohan, pemasakan, penggilingan, dan pengeringan. Proses tersebut menyebabkan perubahan morfologi pati menjadi berpori, tekstur melunak ketika direhidrasi, dan meningkatkan daya cerna pati (Rewthonget al., 2011).

1. Penyosohan

Penyosohan adalah proses menghilangkan sebagian atau keseluruhan lapisan perikarp dan aleuron dengan tidak mengakibatkan kerusakan pada endosperma (Thahir,


(27)

2002). Lapisan perikarp serealia merupakan lapisan yangimpermeableterhadap difusi O2, CO2, dan uap air. Sedangkan lapisan aleuron adalah lapisan dalam, setelah perikarp kaya dengan protein, asam lemak esensial, serat, mineral, dan vitamin (Thahir, 2002). Menurut Indrasariet al.(2006), tingkat penyosohan biasanya dinyatakan sebagai derajat sosoh yaitu tingkat pelepasan lapisan perikarp dan aleuron. Jika derajat sosoh 100% berarti semua lapisan perikarp dan aleuron lepas dari butir jewawut tersebut.

Struktur umum biji-bijian serealia terdiri dari 3 bagian besar yaitu kulit biji, butir biji (endosperma) dan lembaga (embrio). Kulit biji pada padi disebut sekam sedangkan butir biji atau embrio dinamakan butir beras. Butiran beras pecah kulit disusun perikarp 1-2%, aleuron dan testa 4-6%, embrio 2-3%, dan endosperm 89-94%. Adapun sekam hanya berkisar 2-3%.

Penyosohan serealia pada waktu yang singkat/secara tidak berlebihan merupakan proses yang penting untuk menghasilkan produk pangan fungsional. Hal ini disebabkan lama waktu atau tinggi rendahnya tingkat penyosohan menentukan tingkat kehilangan zat-zat gizi dan non gizi. Derajat sosoh untuk bijipearl millet pada waktu sosoh 100 detik adalah sebesar 27.27% (Sari, 2010). Dengan demikian, produk dari jewawut yang hanya kehilangan lapisan perikarp dan aleuron sebesar 27.27% berpotensi sebagai produk pangan fungsional.

Berdasarkan tipe alat penyosoh, penyosohan dibedakan menjadi dua macam, yaitu metode friksi dan metodeabrasive(Indrasariet al., 2006). Penyosohan yang menggunakan metode friksi tidak mengikis endosperma butir beras, tetapi hanya berupa gesekan antar biji serealia akibat perputaran besi baja. Pada penyosohan menggunakan metodeabrasive, lapisan aleuron dapat terkikis karena alat yang digunakan memiliki gerinda dengan permukaan kasar.

Mesin Satake Polisher Rice tergolong penyosohan abrasive dimana lapisan perikarp dan aleuron biji jewawut dapat tersosoh dengan adanya gesekan batu gerinda yang berputar, yang dihubungkan dengan sabuk dan digerakkan oleh motor listrik (Thahiret al., 2006). Menurut Thahir et al. (2006) banyaknya biji yang tersosoh tergantung pada lamanya batu berputar.

Penyosohan biji jewawut selama 100 detik digunakan untuk pembuatan serbuk minuman jewawut instan berlandaskan pada hasil analisis fenol total, aktivitas antioksidan, dan hasil uji organoleptik penelitian Yanuwar (2009). Jewawut non sosoh mengandung fenol total 5.12 mg TAE/g biji dan aktivitas antioksidan 12.27 mg vitamin C eq/g biji. Sedangkan jewawut dengan waktu sosoh 100 detik mengandung fenol total 3.51 mg TAE/g biji, aktivitas antioksidan 5.34 mg vitamin C eq/g biji (Yanuwar, 2009).

2. Pemasakan

Pemasakan merupakan salah satu teknik pengolahan dengan menggunakan panas. Pemasakan meningkatkan nilai daya cerna bahan pangan. Pemasakan merupakan tahap yang harus dilakukan untuk konversi bahan menjadi produk instan (Syamsir, 2006). Hal ini disebabkan proses pemasakan membentuk sifat fisik yang diperlukan untuk membentuk tekstur produk yang diinginkan. Pemasakan serealia menjadikan rasa serealia enak. Rasa serealia ini terutama ditentukan oleh kadar amilosa dan amilopektinnya (Syamsir, 2006). Metode pemasakan terdiri dari beberapa jenis, seperti perebusan, pengukusan, penggorengan, dan lain-lain.


(28)

Metode pemasakan yang dipakai untuk membuat serbuk minuman jewawut instan yaitu metode perebusan. Perebusan adalah proses pemasakan pada suhu dibawah atau sekitar 1000C. Pada perebusan, proses pindah panas terjadi secara konveksi dimana koefisien pindah panas dari air (media pemanasan) lebih tinggi daripada udara. Perbandingan jewawut sosoh dengan air rebusan dan waktu perebusan yang optimal berdasarkan penelitian Yanuwar (2009) adalah 1:7 (gram/ml) selama 20 menit. Dengan perebusan, jewawut menjadi empuk sehingga mudah digiling pada tahap selanjutnya.

Cadangan makanan yang terdapat dalam serealia adalah pati (Husain, 2006). Fenomena yang terjadi pada perebusan jewawut adalah gelatinisasi pati. Suhu gelatinisasi jewawut berkisar 61.10C - 68.70C (Beleia et al., 1980). Mekanisme gelatinisasi diawali dengan penyerapan air oleh granula pati sampai granula mengembang perlahan. Kemudian penyerapan air semakin cepat dengan semakin meningkatnya suhu menyebabkan granula pati terus mengembang sampai kehilangan sifatbirefrigencenya dan melunak. Bahkan jika suhu terus naik dan waktu pemasakan cukup lama maka granula pati akan pecah dan molekul amilosa akan keluar dari granula (Fellow, 2000).

3. Penggilingan Basah

Pengecilan ukuran bertujuan memperbesar luas permukaan, meningkatkan luas pengadukan, dan untuk memenuhi standar ukuran produk tertentu (Earle, 1983). Pengecilan ukuran dapat dilakukan secara basah atau kering. Penggilingan basah serealia berbeda secara fundamental dari penggilingan kering dalam prinsip pengecilan ukuran di mana perubahan fisik dan kimia terjadi pada bahan sehingga isi endosperma (amilosa dan amilopektin) keluar dari granula pati (Kent dan Evers, 1993). Sedangkan pada penggilingan kering, endosperma hanya terpecah menjadi sel atau fragmen sel.

Sejauh ini menurut Earle (1983) terdapat tiga jenis gaya yang digunakan untuk mendapatkan efek pengecilan ukuran, yaitu: gaya pukul (impact), gaya tekan (compressive), dan gaya sobek (share, attrition). Penggilingan basah dengan menggunakan grinder soya terjadi berdasarkan gesekan bahan yang terletak antara cakram statis dan cakram yang berputar (Earle, 1983).

Keuntungan yang didapat melalui penggilingan basah antara lain mudah memperoleh bahan yang lembut, berlangsung pada suhu yang tidak tinggi dan sedikit terjadinya oksidasi (Earle, 1983). Pada penggilingan basah, bahan yang akan digiling perlu ditambahkan air untuk bahan yang sedikit mengandung air. Hal ini dimaksudkan agar penggilingan berjalan lancar dan pengeluaran output berupa bubur (Earle, 1983). Perbandingan bahan dan air pada penggilingan basah untuk membuat produk pati biji alpukat 1:1 (Rahman, 2007), kembang tahu 1:8, susu kedelai 1:8, dan isolat protein kedelai 1:8 (Santoso, 2005).

Menurut Zakaria-Rungkat (2009), volume air yang ditambahkan pada penggilingan basah yang terpilih berdasarkan uji hedonik tepung jewawut instan yang dihasilkan yaitu 120% dari berat jewawut sosoh. Variasi volume air yang ditambahkan pada penggilingan basah yang telah diteliti Zakaria-Rungkat (2009) antara lain 100%, 120%, 140%, dan 160%.

4. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pindah panas dengan cara menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Pengeringan mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana


(29)

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti sehingga produk memiliki masa simpan yang lama. Pengeringan juga dapat menyebabkan berkurangnya vitamin, flavor, dan menimbulkan bau gosong jika kondisi pengeringan tidak terkendali (Bahrie, 2005). Proses instanisasi melalui pengering silinder (drum drier) terjadi akibat proses pengeringan pati tergelatinasasi secara konduksi. Pati kering tersebut mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan terbentuknya pori-pori pada produk yang dikeringkan (Winarno, 2002).

Bahan yang dikeringkan bersentuhan langsung dengan permukaan drum (silinder) yang berputar dengan kecepatan yang telah diatur (Kalogianni et al., 2002). Medium pemanas yang digunakan yaitu uap panas yang didistribusikan di dalam silinder dan memanaskan permukaan silinder luardrum drier(Vallouset al.,2002). Bahan yang akan dikeringkan diletakkan di tengah permukaan kedua silinder yang bertemperatur panas. Bahan yang terkena panas permukaan silinder ini akan mengalir terbagi dua mengikuti arah putar masing-masing silinder. Bahan yang menempel pada drum (silinder) secara perlahan-lahan akan diubah menjadi produk kering. Setelah ¾ putaran, bahan yang telah kering di permukaan silinder dikikis oleh pisau yang melekat di atas masing-masing silinder (Gavrielidouet al., 2002).

Double drum drier terdiri dari dua silinder dengan panjang diameter yang sama dan berputar berdekatan dengan arah yang berlawanan bersama-sama. Ada beberapa keuntungan alat pengering drum yaitu dapat menghemat pemakaian panas (bersifat ekonomis) karena kecepatan pengeringan yang tinggi, dapat memenuhi permintaan skala pilot plan, dapat meningkatkan daya cerna produk, dan dapat mengawetkan produk yang dihasilkan (Vega-Mercado, 2001). Namun ada pula kelemahannya yakni adanya keterbatasan jenis produk yang dapat dikeringkan.

Double drum dyerdapat diaplikasikan untuk memproduksi produk yang berbentuk bubur atau pasta, bahan pangan yang tahan suhu tinggi dalam waktu singkat, dan tepung/pati pre-gelatinisasi (Gavrielidouet al., 2002). Produk yang dikeringkan dengan alat pengering silinder bervariasi mutunya.

Ada empat variabel yang mempengaruhi mutu produk kering hasil pengeringan dengan drum drier yaitu tekanan uap dan suhu medium pemanas, kecepatan putaran silinder, jarak antara drum (silinder), dan kondisi bahan pangan (Gavrielidouet al., 2002). Tekanan uap dan suhu medium menentukan suhu drum atau silinder yang akan kontak dengan produk. Kecepatan putaran drum menentukan waktu kontak antara produk dengan permukaan drum yang panas. Jarak antara drum akan menentukan kecepatan putar dan spaceantara drum yang akan digunakan.

5. Pengayakan

Pengayakan merupakan pemisahan partikel padatan yang mempunyai berbagai ukuran bahan berdasarkan ukuran lubang yang terdapat pada ayakan (Wirakartakusumah, 1992). Bahan yang lebih kecil dari ukuran lubang akan masuk, sedangkan yang berukuran besar akan tertahan pada permukaan ayakan. Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan butir dengan ukuran tertentu agar diperoleh penampilan atau bentuk komersil yang diinginkan. Ayakan terbuat dari material yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera, dan bahan-bahan sintetik (Idrial, 1987).

Menurut Fellow (2000), pengayakan merupakan satuan operasi pemisahan dari berbagai ukuran bahan untuk dipisahkan kedalam dua atau tiga fraksi dengan


(30)

menggunakan ayakan. Setiap fraksi yang keluar dari ayakan mempunyai ukuran yang seragam (Fellow, 2000). Untuk memisahkan bahan-bahan yang telah dihancurkan berdasarkan keseragaman ukuran partikel-partikel bahan dilakukan dengan pengayakan dengan menggunakan standar ayakan.

Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan untuk mendapatkan tepung dengan ukuran yang seragam. Bahan-bahan yang lolos melewati lubang ayakan mempunyai ukuran yang seragam dan bahan yang tertahan dikembalikan untuk dilakukan penggilingan ulang (Fellow, 2000).

Pengayakan dapat dilakukan dengan dua lapis bertujuan agar padatan yang tersaring pada penyaringan dengan nomor ukuran mesh yang lebih kecil bisa diperhalus filtratnya dengan penyaringan nomor ukuran mesh yang lebih besar (Idrial, 1987). Berdasarkan penelitian Hardi (2009) mengenai bekatul, kerapatan ayakan berpengaruh terhadap kadar gizi bekatul, khususnya kadar protein, kadar lemak dan kadar serat. Sedangkan kadar air dan kadar karbohidrat tidak dipengaruhi oleh kerapatan ayakan. Kerapatan ayakan terbaik untuk mengayak bekatul mempertimbangkan kadar gizi, non gizi, dan penerimaan organoleptiknya adalah 50 mesh (Hardi, 2009).

D. Perilaku dan Persepsi Konsumen

Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan konsumen pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan, atau mengevaluasi produk dan jasa (Sumarwan, 2004). Kotler dan Amstrong (2001) mengartikan perilaku konsumen sebagai perilaku pembelian akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi personal. Menurut Schiffman dan Kanuk (1997), perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Sehingga perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.

Schiffman dan Kanuk (1997) mengemukakan tiga unsur analisis perilaku konsumen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif mengacu pada pemikiran konsumen, misalnya apa yang dipercaya konsumen dari suatu produk. Kognitif terdiri dari lima proses mental, yaitu memahami, mengevaluasi, merencanakan, memilih, dan berpikir. Menurut Schiffman dan Kanuk (1997), proses memahami adalah proses menginterpretasi atau proses menentukan arti dari aspek tertentu yang terdapat dalam sebuah lingkungan. Proses mengevaluasi berarti menentukan apakah sebuah aspek dalam lingkungan tertentu itu baik atau buruk, positif atau negatif, disukai atau tidak disukai. Proses merencanakan berarti menentukan bagaimana memecahkan sebuah masalah untuk mencapai suatu tujuan. Proses memilih berarti membandingkan alternatif solusi dari sebuah masalah dan menentukan alternatif terbaik, sedangkan proses berpikir adalah aktifitas kognitif yang terjadi dalam keempat proses yang disebutkan sebelumnya.

Schiffman dan Kanuk (1997) mengartikan kognitif adalah pengetahuan dan persepsi konsumen, yang diperoleh melalui pengalaman langsung terhadap suatu produk dan melalui sumber informasi yang terpercaya. Sumarwan (2004) membagi pengetahuan menjadi tiga jenis, yaitu: pengetahuan tentang atribut produk, tentang manfaat produk, dan tentang kepuasan yang diberikan produk pada konsumen. Besar kecilnya intensitas proses kognitif berbeda-beda tergantung konsumen, produk, atau situasi. Konsumen tidak selalu melakukan aktifitas kognitif


(31)

secara ekstensif dalam beberapa kasus, konsumen bahkan tidak banyak berpikir sebelum membeli sebuah produk.

Adapun afektif menunjukkan penilaian konsumen terhadap suatu produk. Afektif merujuk pada perasaan konsumen terhadap suatu stimuli atau kejadian, misalnya apakah konsumen menyukai sebuah produk atau tidak (Schiffman dan Kanuk, 1997). Manusia dapat merasakan empat tipe respon afektif yaitu emosi, perasaan tertentu,mood, dan evaluasi. Setiap tipe tersebut dapat berupa respon positif atau negatif. Keempat tipe afektif ini berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap tubuh dan intensitas perasaan yang dirasakan. Semakin kuat intensitasnya, semakin besar pengaruh perasaan itu terhadap tubuh, misalnya terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan pernafasan, keluarnya air mata, atau rasa sakit di perut. Bila intensitasnya lemah, maka pengaruhnya pada tubuh tidak akan terasa.

Sedangkan konatif menunjukkan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seorang konsumen. Menurut Mowen (1998), tahap awal untuk membentuk persepsi adalah pemaparan. Pemaparan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan stimulus. Stimulus-stimulus dapat berupa iklan melalui suatu media, kemasan, label, dan pencicipan atribut produk menggunakan panca indera.

Proses pengambilan keputusan oleh konsumen dalam mengkonsumsi atau membeli produk dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu pengaruh konsumen sebagai individu, pengaruh lingkungan dan strategi pemasaran terhadap produk yang dilakukan oleh produsen atau lembaga lainnya. Pengaruh konsumen sebagai individu dalam pengambilan keputusan meliputi kebutuhan konsumen, persepsi konsumen terhadap karakteristik yang terdapat pada produk, faktor demografi, gaya hidup, dan karakter pribadi konsumen (Sumarwan, 2004). Persepsi dapat dipengaruhi oleh rangsangan primer yang berasal dari produk itu sendiri dan rangsangan sekunder yang berasal dari simbol, kesan, dan informasi tentang produk (Engelet.al.,2003).

Rist persepsi konsumen pada hakikatnya merupakan bagian dari riset pasar (Rangkuti, 2001). Menurut Sudjana (2001), untuk menghasilkan metode ilmiah dalam riset pemasaran perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Merumuskan masalah, yaitu mengajukan pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan untuk dicarikan jawabannya, dimana pertanyaan tersebut bersifat problematik.

b. Mengajukan hipotesis, yaitu dugaan sementara atau dugaan jawaban dari pertanyaan yang diajukan di atas.

c. Melakukan verifikasi data, yaitu melakukan pengumpulan data secara empiris, lalu mengolah dan menganalisis benar tidaknya hipotesis.

d. Menarik kesimpulan, yaitu menentukan jawaban defenitif dari setiap masalah yang diajukan atas dasar pembuktian atau pengujian secara empiris untuk setiap hipotesis.

Ada dua metodologi riset yang berbeda untuk mempelajari perilaku konsumen, yaitu riset kuantitatif dan riset kualitatif (Rangkuti, 2001). Riset kuantitatif ini termasuk riset yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik pasar dan menghasilkan kesimpulan riset (Umar, 2003). Sedangkan riset kualitatif bertujuan untuk memperoleh gagasan baru pada kampanye promosi, dimana riset ini dapat menggunakan wawancara, kelompok fokus, analisis kiasan, dan teknik proyeksi dalam pengumpulan datanya. Adapun survei persepsi (image studies) konsumen pada penelitian telah dilakukan secara kuantitatif.

Dalam pengumpulan data dalam riset persepsi, cara yang dapat digunakan menurut Rangkuti (2001) yaitu:


(32)

2. Survei, pengambilan data dengansampling

3. Kasus, suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh terhadap suatu objek biasanya relatif kecil dalam kurun waktu tertentu.

Dalam penelitian, cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui survei. Tipe-tipe survei yaitu wawancara dengan kuesioner, wawancara dengan telepon, dan melalui surat (Rangkuti, 2001). Survei yang dilakukan pada penelitian menggunakan kuesioner. Pada dasarnya kuesioner merupakan suatu daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden. Ada tiga tipe pertanyaan yang biasanya digunakan dalam kuesioner yaitu pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup, dan kombinasi tertutup dan terbuka (Rangkuti, 2001).

Menurut Rangkuti (2001), pertanyaan terbuka memberikan kebebasan dalam memberikan jawaban, dimana responden boleh menjawab mempergunakan kata-katanya sendiri dan mengemukakan ide-ide sendiri. Berbeda dengan pertanyaan tertutup yang menggiring ke jawaban yang alternatifnya sudah ditetapkan (pilihan berganda atau ya atau tidak). Pertanyaan yang digunakan dalam penelitian adalah pertanyaan kombinasi terbuka dan tertutup.

Kuesioner yang dibuat bertujuan memperoleh informasi dengan tingkat keandalan (reabilitas) dan keabsahan atau validitas setinggi mungkin. Reabilitas adalah tingkat kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur. Reabilitas memberikan kesesuaian antara hasil-hasil pengukuran (Rangkuti, 2001). Sedangkan validitas atau keabsahan adalah menyangkut pemahaman mengenai kesesuaian antara konsep dengan kenyataan di lapangan (Rangkuti, 2001). Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi secara otomatis biasanya dapat diandalkan. Namun sebaliknya, suatu pengukuran yang andal, belum tentu memiliki keabsahan yang tinggi.

Kuesioner dibuat menggunakan kata-kata sederhana, pertanyaan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan yang jelas, tidak menimbulkan ambigu, tidak memuat hal-hal bersifat pribadi dan peka sehingga responden menolak menjawabnya (Rangkuti, 2001). Kuesioner yang telah tersusun lengkap perlu dilakukan pengevaluasian terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk penelitian (Arikunto, 2002).

Pengevaluasian dimaksudkan untuk mendapatkan keyakinan, apakah semua hal atau variabel-variabel yang diinginkan sudah terdapat dalam kuesioner, apakah defenisi-defenisi, kriteria-kriteria dan istilah yang digunakan sudah tepat, apakah susunan kata dalam pertanyaan sudah jelas dan tidak membingungkan konsumen, apakah kolom-kolom yang disediakan untuk jawaban tiap pertanyaan sudah baik dan cukup lengkap dan dapat dianalisa dengan baik. Pengevaluasian kuesioner ini dapat dievaluasi berdasarkan saran responden terhadap pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang ideal (Arikunto, 2002).

Beberapa contoh penelitian yang menggunakan survei persepsi konsumen yaitu penelitian Roitner-Schobesbergeret al.(2008), Bus dan Worsley (2003), dan Ragaertet al.(2004). Survei persepsi konsumen yang dilakukan Roitner-Schobesberger et.al (2008) bertujuan untuk mengetahui persepsi terhadap produk pangan organik di Bangkok, Thailand. Adapun Bus dan Worsley (2003) melakukan survei persepsi tentang manfaat kesehatan yang dapat diperoleh konsumen dari beberapa jenis susu. Ragaertet al.(2004) meneliti persepsi konsumen terhadap sayuran olah minimal dan buah yang dikemas.

Pada penelitian Roitner-Schobesberger et al. (2008), kuesioner dirancang untuk mengetahui persepsi masyarakat Bangkok-Thailand terhadap pangan organik. Kuesioner dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berkaitan dengan pengetahuan umum responden tentang label “makanan aman” yang biasanya ditemukan pada produk pangan. Pada bagian kedua kuesioner, pengetahuan respondententang istilah “pangan organik” dieksplorasi, lalu beberapa


(33)

hasil penelitian tentang pertanian organik disajikan, dan ditanyakan apakah responden setuju dengan pernyataan pada kuesioner. Selain itu, alasan untuk membeli atau tidak membeli pangan organik pun dinilai. Pada bagian terakhir kuesioner, dasar demografi responden dikumpulkan.

Lima supermarket dan toko-toko “makanan sehat”, dimana terdapat buah-buahan dan sayuran dengan label “organik” dipilih sebagai tempat wawancara. Toko-toko baik di pusat maupun di pinggiran Bangkok dipilih untuk memastikan bahwa berbagai jenis pelanggan dilibatkan dalam penelitian.

Kuesioner diberikan kepada 848 pelanggan sayuran dan buah-buahan organik. Sampel dipilih berdasarkan aspek kemudahan/kenyamanan, yakni pelanggan didekati secara acak. Namun untuk mengurangi bias, digunakan suatu kerangka sampling meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang merata. Meskipun tidak ada cara untuk mengetahui apakah sampel mewakili keseluruhan populasi, survei ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal dari isu-isu yang relevan dan memungkinkan untuk mendapatkan wawasan tentang persepsi konsumen terhadap produk organik di Bangkok.

Kemudian data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif statistik. Untuk menganalisis perbedaan antara jenis konsumen, responden dibagi menjadi tiga kelompok: responden yang belum pernah mendengar tentang 'organik' yaitu 33%, responden yang pernah mendengar tentang organik tetapi tidak pernah membeli produk organik yaitu 27%, dan responden yang telah mendengar tentang organik dan membeli makanan organik yaitu 39%. Signifikansi perbedaan antara tiga kelompok konsumen dianalisis menggunakan Independent Sample t-test(pada tingkat signifikansiα=5%). Konsumen produk organik di Bangkok cenderung merupakan kalangan orang tua, memiliki gelar akademis dan pendapatannya lebih tinggi dibandingkan yang tidak membeli produk organik. Ada tiga motif utama untuk membeli produk organik di Bangkok: manfaat kesehatan yang diharapkan, daya tarik produk baru dan terlihat modis, dan pencarian produk yang lebih lezat. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa aspek kesehatan yang dimaksud terkait erat dengan residu dari bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian.

Hambatan utama untuk membeli produk organik adalah kurangnya informasi yang diketahui konsumen terhadap metode-metode pertanian organik. Faktor yang dapat membantu menjelaskan kurangnya pengetahuan konsumen tentang produk organik, yaitu hasil kuesioner yang menunjukkan 43% dari responden menyatakan bahwa 'tidak ada perbedaan antara produk organik dan higienis'. Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa 'pembeli organik' sebanyak 60% tidak melihat harga sebagai faktor pembatas dan hanya 29% dari 'non-pembeli organik’ menyebutkan sebagai alasan untuk tidak membeli produk organik.

Pada penelitian Bus dan Worsley (2003), survei persepsi konsumen tentang manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari beberapa jenis susu juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner secara acak diberikan kepada 375 pembeli pada empat hari di bulan Januari dan Februari 2002 di dua pusat perbelanjaan di Melbourne, Victoria. Responden menyelesaikan kuesioner segera setelah dipilih di pusat perbelanjaan, dalam waktu 5-10 menit per responden. Responden memberikan tanggapan mengenai susu full cream, susu skim, dan susu kedelai. Persepsi umum efek kesehatan susu dan pengetahuan tentang sejumlah penyakit yang mungkin dikaitkan dengan susu tersebut ditanyakan pada kuesioner. Tiga pilihan respon (tidak setuju-tidak tahu-setuju) digunakan sebagai pilihan jawaban. Kemudian responden diminta untuk menuliskan usia mereka, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, kelompok etnis, dan jenis susu yang biasa dikonsumsi.


(34)

Usia responden dikelompokkan menjadi 18-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-65 tahun, dan lebih dari 65 tahun. Tingkat pendidikan tertinggi responden dibedakan menjadi tidak pernah sekolah atau hanya sekolah dasar atau pernah sekolah menengah, tamatan SMA, teknis atau perdagangan bersertifikat, dan universitas atau kualifikasi tersier lainnya. Kelompok etnis dibedakan menjadi Anglo-Australia dan etnis lain.

Kuesioner lalu dianalisis secara statistik deskriptif, yakni dilakukan dengan uji Two Way ANOVA. Uji ANOVA yang dipakai bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan persepsi antara jenis susu dikaitkan dengan faktor sosial-demografi, pada tingkat alpha 5%. Persepsi konsumen tentang susu berkaitan erat dengan manfaat susu yang dirasakan. Hasil analisis penelitian tersebut menunjukkan tiga manfaat susu yang dirasakan, yaitu berkaitan dengan pemeliharaan struktur tubuh, pencegahan penyakit dan mengontrol berat badan, dan dua efek negatif susu yang dirasakan yaitu dapat menyebabkan penyakit serius dan alergi.

Pandangan bahwa susu membantu pembentukan gigi dan tulang konsisten di setiap strata demografi sampel yang diuji. Namun manfaat susu dalam mengendalikan berat badan dan berperan dalam pencegahan penyakit belum diketahui secara luas. Sebagian besar responden beranggapan bahwa susu kedelai memiliki efek kesehatan terhadap pembentukan tulang sama dengan susufull cream. Hal ini dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan masyarakat akibat asupan kalsium yang rendah dari susu kedelai. Selain itu, sekitar sepertiga dari responden beranggapan bahwa susu bisa mencegah anemia. Ini kemungkinan merupakan pengaruh iklan industri daging dalam meningkatkan kesadaran tentang zat besi dalam makanan.

Persepsi negatif tentang minuman dikaitkan dengan kandungan lemak tinggi dari susu. Hal ini merupakan akibat kampanye industri susu skim dalam meningkatkan kesadaran konsumen tentang manfaat susu skim. Variasi dalam persepsi kesehatan dan jenis susu yang dikonsumsi dapat dijelaskan oleh variabel demografi. Dengan demikian, pendidikan masa lalu berupa kampanye pembentukan citra dari jenis susu tertentu menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap persepsi responden. Dengan demikian, disimpulkan adanya ketidaksesuaian persepsi responden tentang manfaat kesehatan susu terhadap manfaat susu secara ilmiah. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan adanya kecurigaan bahwa susufull creamdapat menimbulkan penyakit serius. Data survei persepsi yang dilakukan Worsley memiliki tingkat realibilitas yang baik karena data dinilai berdasarkan karakteristik demografi dan reabilitas internal faktor diuji menggunakan alpha cronbach0.001.

Adapun penelitian Ragaert et al. (2004) bertujuan mengetahui persepsi konsumen mengenai atribut sayuran yang telah diolah minimal dan buah yang dikemas selama pembelian dan setelah konsumsi. Selain itu diselidiki juga pengaruh motivasi individu (berupa kesadaran tentang pangan yang menyehatkan, pengalaman membeli produk, dan sosial demografi), dan situasional (berupa tempat dan waktu pembelian).

Pengumpulan data dilakukan melalui survei konsumen. Populasi penelitian terdiri dari konsumen yang membeli sayuran yang telah diolah minimal atau buah yang telah dikemas dalam salah satu dari enam supermarket ritel Delhaize yang berada di wilayah yang berbeda. Responden dipilih berdasarkan pertimbangan/penilaian pribadi peneliti. Survei dilakukan selama 2 minggu pada Maret 2002. Survei dilaksanakan setiap hari, baik pagi hari maupun sore dan malam hari. Responden yang membeli sayuran yang telah diolah minimal, yang biasanya memerlukan pengolahan lebih lanjut di rumah sebelum dikonsumsi seperti sayuran, daun bawang untuk membuat sup tidak diikutsertakan.

Survei dibedakan berdasarkan saat pembelian dan konsumsi. Wawancara pribadi dengan 294 konsumen dilakukan pada saat pembelian sayuran yang telah diolah minimal atau


(35)

buah-buahan yang dikemas di supermarket. Sedangkan pengisian kuesioner dilakukan responden di rumah segera setelah konsumsi sayuran atau buah-buahan yang dibeli. Dengan cara ini diharapkan potensial bias yang disebabkan penggunaan memori jangka panjang dapat dihindari. Kuesioner ini dikembalikan responden dan jika selesai, responden diberikan hadiah voucher belanja sebagai pengakuan kerjasama responden.

Pada kuesioner, tempat dan tanggal pembelian, produk yang dibeli dicatat. Selanjutnya, responden ditanya tentang motivasi mereka untuk membeli produk dan frekuensi pembelian produk tersebut. Kemudian, responden diminta untuk mengindikasikan pentingnya atribut produk kemasan saat membeli sayuran olah minimal atau buah yang dikemas pada skala 7-poin. Lalu karakteristik sosial demografi seperti jenis kelamin, usia, keberadaan anak, pendidikan profesi, dan alamat konsumen ditanyakan. Lalu responden diminta untuk mengevaluasi sayuran olah minimal dan buah yang dikemas setelah konsumsi Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan SPSS dengan alpha 0.05.

Didapat motivasi pembelian sayuran olah minimal berkaitan dengan aspek kenyamanan (segar dan memenuhi harapan) dan kecepatan untuk dikonsumsi, khususnya bagi konsumen yang membeli produk ini selama akhir pekan. Sedangkan kandungan gizi tidak diutamakan selama membeli, meskipun tingkat kesadaran terhadap makanan sehat tinggi. Hal ini disebabkan persepsi konsumen yang telah terbentuk berdasarkan informasi dimana sayuran olah minimal dipilih karena aspek kelezatan. Namun jumlah sampel konsumen yang berpengalaman terlalu kecil untuk mendapatkan kesimpulan yang dapat diandalkan.


(36)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah biji jewawut dari varietaspearl milletyang diperoleh dari kios burung Pasar Anyar–Bogor, bubuk kakao merekVan Houten, dan pisang lampung (Musa acuminata) yang diperoleh dari kios Agro Lestari-Dramaga. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain H2SO4, H3BO3, NaOH, C2H5OH, HgO, HCl, Na2S2O3, petroleum benzena, enzim termamil,methilene blue, metanol pro analisis, buffer Na-fosfat, aseton, heksana, dan aquades.

2. Alat

Pembuatan serbuk minuman jewawut instan menggunakan peralatan seperti kompor gas, panci, timbangan, gelas ukur,satake polisher rice, grinder/penggiling soya MH-230Shan Yen,homogenizer ultra turrax L4R 9983 Armfield,double drum drier No. 4650 R. Simon dengan diameter 28 cm, blender kering Philips, baskom, ayakan ASTME 11-70 Fisher ScientificNo. 16 (14 mesh) dan No. 60 (60 mesh). Dalam analisis serbuk minuman jewawut instan menggunakan beberapa perlengkapan antara lain: gelas piala, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu takar, tabung reaksi, labu soxhlet, kertas saring, spatula, sendok, labu kjeldahl, dan batu didih. Selain itu beberapa peralatan digunakan dalam analisis antara lain spektrofotometer Spectronic 20D+, alat destilasi, desikator, timbangan analitik, sentrifusa, vibrator, pemanas (heater), inkubator GFL, dan alat untuk uji organoleptik.

B. Metode Penelitian

1. Persiapan Bahan

a. Penyosohan Jewawut

Bahan baku untuk penyosohan merupakan jewawut berkulit atau jewawut yang belum pecah kulit. Jewawut berkulit ditimbang sebanyak 200 gram (rata-rata input) lalu dimasukkan ke dalam hopper (corong tempat biji dimasukkan) pada alat satake polisher rice secara manual. Lalu mesin segera dinyalakan dan segera hitung waktu sosoh selama 100 detik dengan menggunakan stopwatch, lalu mesin dimatikan. Setelah itu output sosoh diambil secara manual dari tempat penampunganoutput.

b. Perebusan Biji Jewawut

Jewawut hasil penyosohan 100 detik (masih ada sebagian biji berkulit) kemudian disortasi secara manual yaitu dengan penampian untuk menyingkirkan kulit tanpa biji yang terikut. Kemudian jewawut ini dicuci dengan air PDAM dan direbus dengan memakai metode perebusan hasil modifikasi dari metode Yanuwar (2009). Pada penelitian ini modifikasi metode perebusan yang dilakukan yaitu biji jewawut yang telah disosoh sebanyak 1 kg direbus dalam panci dengan perbandingan air 1:7 (v/v) sampai mendidih lalu didiamkan selama 20 menit. Perebusan dilakukan dengan menggunakan kompor gas.


(37)

c. Optimasi Penambahan Air pada Penggilingan Rebusan Biji Jewawut

dengan Uji Ranking Hedonik

Jewawut rebus dan air sisa rebusannya kemudian dimasukkan secara perlahan ke dalam grinder soya (penggiling kedelai) disertai penambahan air. Perlakuan penambahan volume air yang diberikan untuk 3 batch perebusan, yaitu: perlakuan A sebanyak 1 liter, perlakuan B sebanyak 1.2 liter, atau perlakuan C sebanyak 1.4 liter. Satubatch perebusan mendapat satu perlakuan. Air yang digunakan berupa aquades yang juga ditambahkan sedikit demi sedikit melaluihopper(corong pemasukan) grinder soya.

Setelah digiling lalu dikeringkan dengan menggunakandouble drum drierpada tekanan 3-5, kecepatan 5-6 rpm, dan waktu kontak 7-9 sekon. Hasilnya berupa lembaran jewawut instan. Lembaran ini kemudian dibuat serbuk dengan menggunakan blender kering dan diayak. Pengayakan dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penghancuran dengan blender lalu diayak lolos 14 mesh dan penghancuran kembali dengan blender lalu diayak 60 mesh.

Setelah itu 5 gram serbuk minuman jewawut instan tersebut direhidrasi dengan 50 ml air aquades. Suhu rehidrasi sampel yaitu 70°C. Lalu diuji kesukaan terhadap kekentalannya dengan uji ranking hedonik oleh 50 orang panelis tidak terlatih. Panelis tidak terlatih yang dilibatkan meliputi para mahasiswa S1 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, para mahasiswa S1 non Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, para mahasiswa pascasarjana IPB, para staf dan petugas kebersihan Fakultas Teknologi Pertanian, dan para teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Pengujian dilakukan satu kali oleh tiap panelis di Laboratorium Evaluasi Sensori ITP, dan hanya berlangsung dalam 1 hari untuk mengumpulkan jumlah panelis sesuai yang ditargetkan.

Panelis diminta mengurutkan sampel minuman serbuk jewawut instan dengan cara memberikan ranking ke-1 untuk sampel yang paling disukai hingga ranking ke-3 untuk sampel yang paling tidak disukai berdasarkan kesukaannya terhadap kekentalan sampel. Formulir penilaian dan prosedur uji friedman atau ranking hedonik untuk penentuan penambahan jumlah air pada proses penggilingan basah dapat dilihat padaLampiran 1.

2. Optimasi Formula Serbuk Minuman Jewawut Instan melalui Uji Rating

Hedonik (Soekarto, 1995)

Skema optimasi yang meliputi pembuatan formula serbuk minuman jewawut instan dapat dilihat pada Gambar 4. Pembuatan serbuk minuman jewawut instan ini dilakukan dengan 3 formulasi. Formulasi yang digunakan dapat dilihat dalamTabel 5berikut :

Tabel 5.Persentase penambahan komposisi pada formulasi Jumlah Bahan Formula (dalam gram)

1 2 3

Bubuk kakao* - 3.5% 1.2%

Hancuran pisang lampung (berwarna kuning kecokelatan)*

- - 13.5%


(38)

Formula 1 Formula 2 Formula 3

Gambar 4.Skema optimasi formula serbuk minuman sereal jewawut instan

ditambah air aquades sebanyak 120% b/v (sebanyak 1.2 liter) Jewawut berkulit

disosoh 100 detik,

input rata-rata penyosohan 200 gram

rendemen 88.5%, disortasi secara manual (ditampi)

direbus di dalam panci, menggunkan kompor gas dengan perbandingan air aquades 1:7 (v/v), setelah mendidih didiamkan selama 20 menit, waktu kontak 7-9 sekon

Jewawut hasil sosoh sebanyak 1 kg dicuci dengan air PDAM

digiling dengan grinder soya

Pisang Lampung

diblender tanpa penambahan air

dihomogenisasi selama 10 menit dengan homogenizer

dikeringkan dengandouble drum drier,

tekanan 3-5 bar (setara suhu 130-1450C),speedrotasi 5-6 rpm, waktu kontak 7-9 sekon ditambah hancuran pisang lampung

&bubuk kakaoVan Houten

serbuk minuman sereal jewawut instan

diblender selama 2 menit dengan blender keringPhilips

diayak 14 mesh lalu 60 mesh ditambah bubuk kakao

merekVan Houten

Uji rating hedonik (dengan parameter hedonik terhadap rasa, warna, aroma, danover all)


(39)

Jewawut berkulit mula-mula disosoh 100 detik, lalu ditampi kemudian sebanyak 1 kg jewawut hasil sosoh direbus hingga mendidih dengan perbandingan jewawut sosoh dan air 1:7 (v/v) lalu didiamkan 20 menit. Setelah itu, digiling. Formula ke-1 merupakan formula plain. Pada formula ke-2, hasil gilingan rebusan biji jewawut ditambahkan bubuk kakao sebanyak 3.5%, dan pada formula ke-3 ditambahkan bubuk kakao sebanyak 1.2% dan hancuran pisang lampung sebanyak 13.5%. Hancuran pisang pada formula ke-3 adalah akibat diblender. Kemudian campuran formula ke-2 atau formula ke-3 dihomogenisasi selama 10 menit dengan homogenizer.

Tahap selanjutnya masing-masing formula dikeringkan dengan double drum drier. Tekanan yang digunakan sebesar 3-5 bar atau setara suhu 130°C-145°C. Kecepatan putaran drum yang digunakan sebesar 5-6 rpm dan waktu kontak 7-9 sekon. Proses berikutnya yaitu pemblenderan kering selama 2 menit. Kemudian dilakukan pengayakan 14 mesh lalu 60 mesh. Bahan yang lolos ayakan 14 mesh, namun tidak lolos ayakan 60 mesh diulang pemblenderan selama 2 menit. Setelah itu dilanjutkan pengayakan 60 mesh kembali.

Ketiga formulasi serbuk minuman jewawut instan ini kemudian diuji organoleptik oleh 70 panelis tidak terlatih. Panelis tidak terlatih yang dilibatkan meliputi para mahasiswa S1 departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, para mahasiswa S1 non Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, para mahasiswa pascasarjana IPB, para staf dan petugas kebersihan Fakultas Teknologi Pertanian, dan para teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Pengujian dilakukan satu kali oleh tiap panelis di Laboratorium Evaluasi Sensori ITP, dan hanya berlangsung dalam 3 hari untuk mengumpulkan jumlah panelis sesuai yang ditargetkan.

Parameter yang diuji meliputi rasa, warna, aroma, dan overall. Skor rating hedonik yang digunakan menggunakan 7 skala kesukaan dengan 1 = sangat suka; 2 = suka; 3 = agak suka; 4 = netral; 5 = agak tidak suka; 6 = tidak suka; 7 = sangat tidak suka. Panelis memberikan penilaiannya tanpa membandingkan ketiga sampel. Data yang diperoleh dianalisis memakai SPSS 15 yaitu dengan analisis ragam (ANOVA) dan analisis lanjut Duncan test.

Tabel 6.Penyajian Ketiga Formula Pada Uji Organoleptik Formula Banyak Penambahan air

aquades

1 1.5 gram 40 ml

2 1.5 gram 40 ml

3 1.5 gram 40 ml

Masing-masing formula serbuk minuman jewawut instan sebanyak 1.5 gram disajikan dalam gelas sloki dan direhidrasi dengan 40 ml air hangat (lihatTabel 6). Khusus formula ke-1 (plain) ditambah gula 66.66% saat diuji rating hedonik. Formulir penilaian uji rating hedonik formulasi serbuk minuman jewawut instan dapat dilihat pada Lampiran 6. Satu produk terpilih yang memiliki penerimaan tertinggi (dengan perolehan skala terendah) akan dilanjutkan ke tahapan selanjutnya yaitu survei persepsi konsumen.


(40)

3. Analisis Fisik-Kimia Serbuk Minuman Jewawut Instan Formula ke-1

(plain)

Analisis fisik dan kimia yang dilakukan hanya terhadap serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 (plain). Analisis ini didasarkan pada dua kali ulangan pengukuran dari dua kali proses produksi.

a) Laju Pembasahan (Hartomo dan Widiatmoko, 1992)

Gelas piala ukuran 400 ml disiapkan dan kemudian diisi air sebanyak 150 ml. Sampel serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 (plain) sebanyak 2 gram dituangkan ke permukaan air dalam gelas piala. Segera dicatat waktu yang diperlukan sampel sampai semuanya tenggelam di bawah permukaan air. Kemudian dilakukan perhitungan laju pembasahan serbuk dalam air (gram sampel/menit).

Laju Pembasahan (g/menit) = berat sampel

waktu tenggelam semua sampel

b) Daya Serap Air (Sathe dan Salunkhe, 1981)

Sebanyak 0.5 gram sampel serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 (plain) dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse 10 ml yang telah diketahui bobotnya lalu ditambahkan 10 gram air destilata lalu tabung divortex dan diinkubasi semalaman pada suhu 10°C. Sampel disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Cairan supernatan dipisahkan dari campuran dan diukur beratnya. Daya serap air diukur dengan rumus:

Daya Serap Air (g/g) = berat aquades–berat supernatan berat sampel

c) Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Cawan alumunium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator 10 menit, dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik (a gram). Sejumlah sampel serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 (plain) sebanyak 5 gram ditimbang dalam cawan tersebut. Cawan beserta isi dan tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 6 jam. Pengeringan dilanjutkan sampai bobot cawan dan sampel kering (b gram) konstan. Perhitungan dilakukan berdasarkan berat basah.

Keterangan:

wb = berat sampel sebelum dikeringkan (5 gram) wk = berat sampel setelah dikeringkan (b gram - a gram)

d) Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan porselen dikeringkan dengan tanur pada suhu 500°C selama satu jam, kemudian dikeringkan dalam desikator. Cawan porselen kemudian ditimbang dengan timbangan analitik. Sebanyak 3 gram sampel serbuk minuman jewawut instan formula ke-1 (plain) ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya. Sampel diarangkan di dalam hot


(1)

69


(2)

70


(3)

71


(4)

(5)

73

Konsumen Penilaian Konsumen Penilaian Konsumen Penilaian

Rasa Warna Aroma Overall Rasa Warna Aroma Overall Rasa Warna Aroma Overall

1 1 1 1 1 42 2 2 2 2 83 3 6 3 3

2 1 1 1 1 43 2 2 2 2 84 3 6 3 3

3 1 1 1 1 44 3 2 2 2 85 3 6 3 3

4 1 1 1 1 45 3 2 2 2 86 6 6 3 3

5 1 1 1 1 46 3 2 2 2 87 6 6 3 3

6 1 1 1 2 47 3 2 2 2 88 6 6 3 3

7 1 1 1 2 48 3 2 2 2 89 6 6 3 3

8 1 2 1 2 49 3 3 2 2 90 6 6 6 6

9 2 2 1 2 50 3 3 2 2 91 6 6 6 6

10 2 2 1 2 51 3 3 2 2 92 6 6 6 6

11 2 2 1 2 52 3 3 2 2 93 6 6 6 6

12 2 2 2 2 53 3 3 2 2 94 6 6 6 6

13 2 2 2 2 54 3 3 3 3 95 6 6 6 6

14 2 2 2 2 55 3 3 3 3 96 6 6 6 6

15 2 2 2 2 56 3 3 3 3 97 6 6 6 6

16 2 2 2 2 57 3 3 3 3 98 6 6 6 6

17 2 2 2 2 58 3 3 3 3 99 6 6 6 6

18 2 2 2 2 59 3 3 3 3 100 6 6 6 6

19 2 2 2 2 60 3 3 3 3

20 2 2 2 2 61 3 3 3 3

21 2 2 2 2 62 3 3 3 3

22 2 2 2 2 63 3 3 3 3

23 2 2 2 2 64 3 3 3 3


(6)

74

25 2 2 2 2 66 3 3 3 3

26 2 2 2 2 67 3 3 3 3

27 2 2 2 2 68 3 3 3 3

28 2 2 2 2 69 3 3 3 3

29 2 2 2 2 70 3 3 3 3

30 2 2 2 2 71 3 3 3 3

31 2 2 2 2 72 3 3 3 3

32 2 2 2 2 73 3 3 3 3

33 2 2 2 2 74 3 3 3 3

34 2 2 2 2 75 3 3 3 3

35 2 2 2 2 76 3 3 3 3

36 2 2 2 2 77 3 3 3 3

37 2 2 2 2 78 3 3 3 3

38 2 2 2 2 79 3 3 3 3

39 2 2 2 2 80 3 3 3 3

40 2 2 2 2 81 3 3 3 3