Pangan Instan Pembuatan serbuk minuman jewawut (Pennisetum glaucum) instan dan uji penerimaan konsumennya

10 2006. Berbeda halnya dengan serealia yang sudah tergelatinisasi melalui perebusan, patinya mudah direhidrasi Felicia, 2006. Menurut Hartomo dan Widiatmoko 1992 kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat dibentuk produk pangan instan antara lain: a memiliki sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, b tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan c rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap. Produk instan yang telah dihasilkan dari proses pengeringan dapat secara normal direkonstitusi untuk dikonsumsi. Kemampuan rekonstitusi adalah kecepatan produk hasil pengeringan untuk menyerap air, dibandingkan produk yang tidak dikeringkan Huber et al., 2006. Pada kasus bahan bubuk yang dikeringkan, beberapa karakteristik instan yang penting meliputi kemampuan pembasahan, kemampuan dispersi, dan kemampuan mengendap Juliano et al., 2005. Proses instan sempurna tampak dari urutan kejadian yaitu bubuk terkenai media basahair menjadi basah dalam beberapa saat lalu tenggelam, dan segera larut atau terdispersi merata dalam mediumnya Hartomo dan Widiatmoko, 1992. Namun dalam kenyataannya, instanisasi produk yang dihasilkan melalui proses pengeringan jarang yang memiliki kriteria sempurna instan seperti di atas disebabkan karakteristik komposisi produk tersebut Huber et al., 2006. Metode pengeringan terpilih dan perlakuan sebelum pengeringan juga dapat mempengaruhi karakteristik rehidrasi produk yang dihasilkan Juliano et al., 2005.

C. Pembuatan Pangan Instan

Beberapa penelitian tentang produk instan diantaranya bubur sukun instan. Instanisasi bubur sukun dilakukan dengan cara buah sukun dipotong-potong lalu dimasak, diiris dengan slicer, digiling basah dengan grinder daging, ditambah tepung singkong atau ketan untuk mendapatkan karakteristik bubur instan yang diinginkan, dan dikeringkan dengan double drum drier. Bubur yang ditambah tepung singkong memiliki daya serap air yang besar. Hal ini disebabkan daya serap air berbanding lurus dengan banyaknya pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi Doni, 2002 . Adapun instanisasi oat dilakukan dengan penanakan, pengukusan biji utuh, pemotongan, pemipihan dengan roll, dan pengovenan North American Millers’ Association, 2006. Bubur oat dibuat dari groats, yaitu oat yang tidak melalui tahap penyosohan. Butir oat yang utuh terdiri dari tiga bagian, yaitu germ, endosperma dan bran. Ketika butiran serelia yang utuh seperti pada komoditas gandum atau padi diolah secara pengilingan milled atau disosoh, bran aleuron dan germ hilang sehingga yang tersisa hanya endosperma saja. Sehingga produknya akan mengandung sedikit nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan antioksidan daripada butiran yang secara utuh. Berbeda dengan oat, ketika diolah secara digiling milled, seluruh bagian dari butirannya tetap utuh. Pembuatan pangan instan berbasis biji-bijian secara konvensional pada umumnya dilakukan dengan proses pokok meliputi penyosohan, pemasakan, penggilingan, dan pengeringan. Proses tersebut menyebabkan perubahan morfologi pati menjadi berpori, tekstur melunak ketika direhidrasi, dan meningkatkan daya cerna pati Rewthong et al., 2011.

1. Penyosohan

Penyosohan adalah proses menghilangkan sebagian atau keseluruhan lapisan perikarp dan aleuron dengan tidak mengakibatkan kerusakan pada endosperma Thahir, 11 2002. Lapisan perikarp serealia merupakan lapisan yang impermeable terhadap difusi O 2 , CO 2 , dan uap air. Sedangkan lapisan aleuron adalah lapisan dalam, setelah perikarp kaya dengan protein, asam lemak esensial, serat, mineral, dan vitamin Thahir, 2002. Menurut Indrasari et al. 2006, tingkat penyosohan biasanya dinyatakan sebagai derajat sosoh yaitu tingkat pelepasan lapisan perikarp dan aleuron. Jika derajat sosoh 100 berarti semua lapisan perikarp dan aleuron lepas dari butir jewawut tersebut. Struktur umum biji-bijian serealia terdiri dari 3 bagian besar yaitu kulit biji, butir biji endosperma dan lembaga embrio. Kulit biji pada padi disebut sekam sedangkan butir biji atau embrio dinamakan butir beras. Butiran beras pecah kulit disusun perikarp 1- 2, aleuron dan testa 4-6, embrio 2-3, dan endosperm 89-94. Adapun sekam hanya berkisar 2-3. Penyosohan serealia pada waktu yang singkatsecara tidak berlebihan merupakan proses yang penting untuk menghasilkan produk pangan fungsional. Hal ini disebabkan lama waktu atau tinggi rendahnya tingkat penyosohan menentukan tingkat kehilangan zat- zat gizi dan non gizi. Derajat sosoh untuk biji pearl millet pada waktu sosoh 100 detik adalah sebesar 27.27 Sari, 2010. Dengan demikian, produk dari jewawut yang hanya kehilangan lapisan perikarp dan aleuron sebesar 27.27 berpotensi sebagai produk pangan fungsional. Berdasarkan tipe alat penyosoh, penyosohan dibedakan menjadi dua macam, yaitu metode friksi dan metode abrasive Indrasari et al., 2006. Penyosohan yang menggunakan metode friksi tidak mengikis endosperma butir beras, tetapi hanya berupa gesekan antar biji serealia akibat perputaran besi baja. Pada penyosohan menggunakan metode abrasive, lapisan aleuron dapat terkikis karena alat yang digunakan memiliki gerinda dengan permukaan kasar. Mesin Satake Polisher Rice tergolong penyosohan abrasive dimana lapisan perikarp dan aleuron biji jewawut dapat tersosoh dengan adanya gesekan batu gerinda yang berputar, yang dihubungkan dengan sabuk dan digerakkan oleh motor listrik Thahir et al., 2006. Menurut Thahir et al. 2006 banyaknya biji yang tersosoh tergantung pada lamanya batu berputar. Penyosohan biji jewawut selama 100 detik digunakan untuk pembuatan serbuk minuman jewawut instan berlandaskan pada hasil analisis fenol total, aktivitas antioksidan, dan hasil uji organoleptik penelitian Yanuwar 2009. Jewawut non sosoh mengandung fenol total 5.12 mg TAEg biji dan aktivitas antioksidan 12.27 mg vitamin C eqg biji. Sedangkan jewawut dengan waktu sosoh 100 detik mengandung fenol total 3.51 mg TAEg biji, aktivitas antioksidan 5.34 mg vitamin C eqg biji Yanuwar, 2009.

2. Pemasakan

Pemasakan merupakan salah satu teknik pengolahan dengan menggunakan panas. Pemasakan meningkatkan nilai daya cerna bahan pangan. Pemasakan merupakan tahap yang harus dilakukan untuk konversi bahan menjadi produk instan Syamsir, 2006. Hal ini disebabkan proses pemasakan membentuk sifat fisik yang diperlukan untuk membentuk tekstur produk yang diinginkan. Pemasakan serealia menjadikan rasa serealia enak. Rasa serealia ini terutama ditentukan oleh kadar amilosa dan amilopektinnya Syamsir, 2006. Metode pemasakan terdiri dari beberapa jenis, seperti perebusan, pengukusan, penggorengan, dan lain-lain.