Optimasi Penambahan Air pada Penggilingan Rebusan Biji Jewawut dengan Uji Ranking Hedonik
31
Hasil gilingan rebusan biji jewawut ini kemudian dikeringkan dengan menggunakan double drum drier dan dihasilkan lembaran jewawut instan. Lembaran ini lalu digiling dengan
menggunakan blender kering dan diayak 14 mesh dan penghancuran kembali dengan blender lalu diayak menggunakan saringan lebih halus 60 mesh.
Pengayakan ini bertujuan menyeragamkan ukuran serbuk yang dihasilkan. Serbuk yang berukuran 14 mesh apabila direhidrasi kurang dapat tertelan dengan baik karena terdapat kulit
dari whole grain jewawut yang ikut diproses. Pada syarat mutu minuman bubuk menurut SNI 01-4320-1996, tidak terdapat ukuran partikel bubuk minuman secara detail. Namun mengacu
syarat mutu serbuk grits yang ditetapkan FAO http:www.fao.org, 5 Desember 2010 bahwa grits terbagi menjadi tiga yaitu grits halus berukuran 40-80 mesh, medium 20-40
mesh, dan kasar berukuran 10-20 mesh. Pengayakan 60 mesh sudah dapat menyebabkan sekam dari biji berkulit yang ikut mengalami perebusan dan penggilingan tidak lolos ayak.
Mengingat bahwa sekam mengandung silika Hambali, 2007 yang merupakan zat tak diperlukan oleh tubuh.
Di bawah ini adalah serbuk minuman instan hasil dari tiga perlakuan penambahan air pada saat penggilingan.
Tabel 7. Tiga perlakuan penambahan air saat penggilingan basah
Identifikasi Sampel Sampel
Minuman dengan komposisi jewawut:air = 100 : 100 kgl A
Minuman dengan komposisi jewawut:air = 100 : 120 kgl B
Minuman dengan komposisi jewawut:air = 100 : 140 kgl C
Sampel A Sampel B
Sampel C Gambar 6.
Penampakan serbuk minuman jewawut instan akibat variasi jumlah air yang ditambahkan saat penggilingan
Setelah diperoleh serbuk minuman jewawut instan disiapkan sampel untuk optimasi melalui uji organoleptik uji ranking hedonik. Masing-masing sampel sebanyak 5 gram
direhidrasi dengan air 50 ml dan diuji kekentalannya oleh 50 panelis tidak terlatih. Ketiga
sampel yang diujikan dapat dilihat pada Gambar 6 di atas. Uji ranking hedonik dilakukan
untuk mengetahui kekentalan mana yang paling disukai oleh panelis. Panelis diperbolehkan membandingkan antar sampel kemudian panelis diminta mengurutkan sampel dengan cara
memberikan ranking ke-1 sampai ke-3 angka 1 menyatakan tingkat kesukaan paling tinggi dan angka 3 menyatakan tingkat kesukaan paling rendah.
Berdasarkan Friedman Test lihat Lampiran 3 diketahui bahwa besar penambahan air
dalam proses penggilingan basah pengaruhnya tidak berbeda nyata pada taraf alpha 5
32
terhadap kesukaan atribut kekentalan produk yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai chi-square analisis 4.84 nilai kritik chi-square χ
2
= 5.99 dengan db = 2. Sebenarnya uji ranking hedonik ini pun kurang tepat jika dijadikan acuan untuk
menentukan kesukaan kekentalan atas variasi penambahan air pada penggilingan basah, karena bahan tersebut dikeringkandihilangkan kembali airnya setelah penggilingan basah.
Sehingga besar penambahan air dalam proses penggilingan basah ditentukan dengan lebih mempertimbangkan ukuran partikelnya. Menurut Hatcher et al. 2002, semakin halus
teksturukuran partikel, semakin besar tingkat penyerapan air dan cooking loss ketika proses produksi. Ukurankehalusan partikel suatu bahan dapat diketahui dari particle size index.
Produk serbuk yang dihasilkan dengan penambahan air pada penggilingan basah 100 bv bertekstur kasar, 120 bv bertekstur halus, dan 140 bv bertekstur sangat halus. Hal ini
berarti semakin banyak air yang ditambahkan pada penggilingan basah maka akan semakin halus hasil gilingan yang telah dikeringkan nantinya. Namun penilaian kehalusan serbuk ini
baru dinilai secara kualitatif dari pengamatan individu peneliti. Selain itu, semakin halus produk maka akan semakin tinggi cooking loss yang terjadi.
Hal ini karena serbuk yang sangat halus mudah berterbangan dan banyak tertinggal pada alat. Dengan demikian, besar penambahan air yang terpilih yaitu 120, dimana tekstur serbuk
halus dan cooking loss tidak terlalu besar. Presentase penambahan air pada penggilingan basah ini juga sesuai dengan penelitian Zakaria-Rungkat 2009.