13
Namun. pengadukan berlebih setelah gelatinisasi dapat merusak granula sehingga menyebabkan suspensi menjadi encer. Gelatinisasi sempurna terjadi pada suhu hingga 203
o
F 95
o
C. walaupun pati memiliki suhu gelatinisasi yang beragam tergantung sumber dan varietas patinya. Lama
pemanasan yang berlebihan akan menyebabkan pati menjadi encer yang dikarenakan pergerakan berlebih granula pati yang menyebabkan kerusakan. Jenis panas yang diaplikasikan seperti panas
lembab dibutuhkan untuk terjadinya gelatinisasi. Sedangkan panas kering dapat menyebabkan pati terhidrolisis. pembentukan dekstrin. warna coklat.
dan aroma „panggang‟. Walaupun demikian, efek pencoklatan tersebut diinginkan dalam produk tertentu Vaclavik dan Christian
2008.
2. Profil Gelatinisasi
Karena gelatinisasi pati merupakan proses endotermik. Differential Scanning Calorimetry DSC dapat mengukur baik temperatur maupun entalpi gelatinisasi. DSC telah lama
digunakan untuk mempelajari temperatur gelatinisasi pati. DSC mengukur perubahan temperatur gelatinisasi [onset [T
o
], midpoint [T
p
], conclusion [T
c
], dan entalpi ∆H]. Noda et al. 1996
mempostulasikan parameter DSC T
o
, T
p
, T
c
, dan ∆H yang dipengaruhi arsitektur molekul pada
daerah kristalin yang berhubungan pada distribusi amilopektin rantai pendek DP 6-11 dan bukan oleh proporsi daerah kristalin yang berhubungan pada rasio amilosa-amilopektin.
Jane et al. 1999 menambahkan bahwa T
o
rendah merupakan ciri pati dengan proporsi rantai cabang amilopektin pendek yang lebih besar. T
p
mengindikasikan arsitektur granula kualitas zona kristalin yang mana pati dengan suhu puncak tinggi menunjukkan proporsi rantai
panjang yang lebih besar pada molekul amilopektin sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk mendisosiasi granula secara menyeluruh Karim et al. 2007. Sementara perubahan
entalpi ∆H yang terjadi selama gelatinisasi umumnya dikarenakan hilangnya susunan heliks ganda dan bukan dikarenakan hilangnya kristalinitas. Namun demikian. Hoover 2001
menyatakan bahwa ∆H menggambarkan keseluruhan kristalinitas kualitas dan jumlah kristalit pati dari amilopektin. Moorthy 2004 menambahkan bahwa
∆H berkaitan dengan kristalinitas. ikatan intermolekuler. kecepatan pemanasan pada suspensi. dan komposisi kimia pati.
Gernat et al. 1993 menyatakan bahwa jumlah heliks ganda pada pati native sangat berhubungan kuat dengan kandungan amilopektin. dan kristalinitas granula meningkat dengan
adanya amilopektin. Gelatinisasi dan pengembangan granula dipengaruhi oleh struktur molekul amilopektin panjang rantai, percabangan, berat molekul, dan polidispersitas, komposisi pati
rasio amilosa-amilopektin, komplek amilosa-lipid, dan kandungan fosfor, dan arsitektur granula rasio daerah kristalin-amorphous sebagaimana yang dinyatakan Tester 1997.
3. Profil Amilografi
Ditinjau dari sifat reologinya. pati yang tergelatinisasi memiliki sifat mengalir sehingga dapat diukur nilai kekentalannya. Tetapi setelah proses gelatinisasi selesai. maka sifatnya dapat
menjadi lebih elastis gel sehingga yang dapat diukur adalah nilai kekuatan gelnya. Dalam beberapa kondisi, pati yang tergelatinisasi juga dapat bersifat viskoelastik. Viskositas merupakan
karakteristik pati yang membuatnya aplikatif di banyak industri, seperti pengental. Meski demikian. sifat fungsional granula pati sangat beragam tergantung jenis pati yang digunakan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mempelajari karakteristik fungsional pati untuk
14
menentukan pati mana yang akan digunakan dalam pengolahan. Tabel 8 menunjukan
karakteristik pasta dari berbagai jenis pati.
Tabel 8 . Karakteristik pasta berbagai jenis pati
Karakteristik Normal
maize Waxy
maize Amylomaize
Kentang Tapioka
Gandum
Viskositas relatif
Medium Medium- tinggi
Sangat rendah Sangat
tinggi Tinggi
Rendah Reologi pasta
a
Pendek Panjang
kohesif Pendek
Sangat panjang
Panjang kohesif
Pendek Kejernihan
pasta Opak
Sedikit keruh
Opak Jernih
Jernih Opak
Retrogradasi Tinggi
Sangat rendah
Sangat tinggi Medium
hingga rendah
Medium Tinggi
a
“Aliran pendek short flow” dimiliki pati dengan sifat pseudoplastic dan menunjukkan shear-thinning dan larutan yang kental. Sementara pati dengan “aliran panjang long flow” hampir menunjukkan shear-
thinning yang sangat kecil dan cenderung tidak ada.
Sumber : Fennema 1996 Berdasarkan profil yang terbentuk. tipe gelatinisasi pati menurut Collado et al. 2001
dapat digolongkan menjadi empat tipe yaitu A, B, C, dan D. Tipe A memiliki ciri kemampuan pengembangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas puncak. namun akan
mengalami penurunan viskositas yang tajam selama pemanasan. Tipe B memiliki kemampuan pengembangan sedang yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak dan
viskositas mengalami penurunan yang tidak terlalu tajam selama pemanasan. Tipe C memiliki kemampuan pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan
viskositas mengalami penurunan bahkan dapat meningkat selama pemanasan. Tipe D cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengembang sehingga tidak dapat membentuk pasta apabila
dipanaskan. Pati dengan profil gelatinisasi tipe A sebagaimana yang dinyatakan oleh Herawati 2009
umumnya mempunyai kandungan amilosa yang rendah. Pati dengan kandungan amilosa rendah amilopektin tinggi akan mengalami pengembangan yang tinggi saat tergelatinisasi yang ditandai
dengan tingginya viskositas pasta. Namun apabila pemanasan dilanjutkan. viskositas pasta akan turun dengan tajam. Menurut Wattanachant et al. 2002 pati dengan kandungan amilosa tinggi
akan mengalami pengembangan terbatas karena keberadaan amilosa akan mencegah pengembangan granula pati selama pemanasan. Hal ini ditandai dengan viskositas pasta pati yang
cenderung rendah. Apabila pemanasan dilanjutkan maka viskositas pasta pati tersebut cenderung stabil bahkan dapat mengalami peningkatan sehingga pati tersebut dapat dikategorikan pati
dengan profil gelatinisasi tipe C Collado et al. 2001. Pati yang memiliki profil gelatinisasi tipe C adalah kacang hijau, navy bean, dan pinto bean Kim et al. 1996 dan pati yang telah
mengalami modifikasi ikatan silang Wattanachant et al. 2003. Pati dengan kandungan amilosa moderat umumnya mempunyai viskositas puncak yang lebih rendah dari pati dengan profil
gelatinisasi tipe A namun lebih tinggi dari pati dengan profil gelatinisasi tipe C sehingga digolongkan sebagai pati dengan profil gelatinisasi tipe B.
15
Perilaku gelatinisasi dan profil pemastaan dari campuran tepung-air dan pati-air dapat dimonitor menggunakan Rapid Visco Analyzer RVA yang merupakan viskometer dengan
pemanasan dan pendinginan sekaligus untuk mengukur resistansi sampel terhadap penanganan dengan pengadukan terkontrol. Prinsip pengukuran RVA sama dengan Brabender Amilograf
hanya saja waktu pengukurannya lebih singkat 15-20 menit. RVA dapat memberikan simulasi proses pengolahan pangan dan digunakan untuk mengetahui pengaruh proses tersebut terhadap
karakteristik fungsional dan struktural dari campuran tersebut. sebagaimana dinyatakan Copeland et al. 2009.
Gambar 6 . Profil RVA pada pati beras Copeland et al. 2009
Gambar 7 . Perubahan granula pati selama pengukuran Fennema 1996
Ketika suspensi pati diaduk dan dipanaskan. granula pati akan menyerap air sehingga terjadi pembengkakan granula yang menyebabkan suspensi pati menjadi mengental. Pati yang
membengkak tersebut akan mudah dipecah oleh pengadukan sehingga viskositas menurun. Pada granula yang membengkak amilosa yang terhidrasi akan berdifusi keluar dari granula dan
bercampur dengan air, fenomena ini akan bertanggung jawab pada beberapa aspek dari perilaku pasta pati. Pada waktu pendinginan, beberapa molekul pati secara parsial akan berasosiasi
kembali untuk membentuk gel. Proses ini dinamakan retrogradasi. Firmness dari gel yang terbentuk tergantung pada pembentukan junction zone. Pembentukan junction zone dipengaruhi
oleh adanya lemak, protein, gula, asam, dan kandungan air Fennema. 1996.
16
G. RETROGRADASI