35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK PATI NATIVE
1.
Karakteristik Fisik
Sifat bahan pangan berbentuk bubuk dapat digolongkan dalam dua tingkat yaitu bubuk sebagai partikel dan sebagai kesatuan bulk. Sifat bulk ditentukan oleh karakteristik fisik dan
kimia komposisi kimia dan kadar air, geometri, ukuran, sifat permukaan partikel, dan sistem secara keseluruhan Wirakartakusumah et al. 1992. Densitas kamba bulk density didefinisikan
sebagai massa partikel yang menempati unit volume tertentu. Tabel 9 memperlihatkan bahwa
maizena memiliki densitas kamba yang lebih kecil dibanding tapioka. Kandungan lemak dapat mempengaruhi nilai densitas kamba pada bahan pangan. Maizena diketahui memiliki kandungan
lemak yang lebih tinggi daripada tapioka Tabel 10. Lemak dapat membentuk lapisan hidrofobik
pada permukaan sehingga terbentuk rongga di antara partikel bahan yang menyebabkannya menjadi kurang baur. Informasi tentang densitas kamba diperlukan terutama untuk kebutuhan
ruang, baik dalam pengemasan, penyimpanan, maupun pengangkutan. Fennema 1996 menambahkan bahwa bahan pangan yang mempunyai densitas kamba besar akan memiliki area
permukaan lebih luas sehingga lebih ekonomis.
Tabel 9 . Analisis fisik pati native
Karakteristik Tapioka
Maizena
Densitas kamba gml 0.56 ± 0.00
0.47 ± 0.00 Densitas padat gml
0.80 ± 0.00 0.63 ± 0.00
Bubuk bersifat compressible sehingga bubuk juga memiliki sifat lainnya yaitu densitas padat compacted specify density. Adanya gaya tekan, massa partikel yang menempati volume yang
sama akan lebih besar. Tapioka menunjukkan densitas padat lebih besar ketika dimampatkan
Tabel 9. Densitas padat berhubungan dengan kohesivitas suatu bahan. Semakin kohesif suatu
bahan maka gaya tarik menarik antar partikel lebih tinggi terhadap berat partikel sehingga bahan memiliki kecenderungan untuk menggumpal dan memadat jika wadahnya bergoyang Suriani
2008.
2. Karakteristik Kimia
Komposisi kimia pati tapioka dan maizena ditunjukkan pada Tabel 10. Kadar air
memiliki peran penting pada karakteristik alir dan fungsi mekanis pati lainnya Mboungeng et al. 2008. Kadar air kedua pati berada dalam range kadar air yang dipersyaratkan untuk produk
kering dan pati lainnya. Kadar air berkaitan dengan kualitas daya tahan produk terhadap kerusakan masa simpan Mboungeng et al. 2008.
Tapioka menunjukkan kadar abu yang lebih tinggi dari yang dilaporkan yaitu sebesar 0.11-0.23 Gunaratne dan Hoover 2002; 0.51 Mishra dan Rai 2006; dan 0.33 Pangestuti
2010. Tingginya kadar abu menunjukkan tapioka yang terekstrak memiliki kemurnian yang rendah akibat proses ekstraksi yang kurang sempurna sehingga pati tersebut masih memiliki
36
pengotor yang cukup tinggi Gunaratne dan Hoover 2002. Proses ekstraksi yang kurang
sempurna dapat terlihat pula oleh tingginya kadar serat tapioka yang diperlihatkan pada Tabel 10.
Rahman 2007 dan Mboungeng et al. 2008 mencatat bahwa ketidakmurnian pati dapat disebabkan oleh kadar serat dan bahan pengotor. Pada penelitian kali ini, keberadaan pengotor
mungkin ada pada tapioka hal tersebt dapat dilihat dari kadar abu yang tinggi Tabel 10 dan derajat putih yang lebih rendah dari standar Lampiran 11, Tabel 4.
Tabel 10 . Analisis kimia pati native
Karakteristik Tapioka
Maizena
Air bb 6.08 ± 0.05
11.57 ± 0.00 Abu bk
0.92 ± 0.01 0.17 ± 0.00
Protein bk 0.72 ± 0.00
0.62 ± 0.02 Lemak bk
0.04 ± 0.01 0.44 ± 0.00
Karbohidrat bk 92.25 ± 0.06
87.23 ± 0.03 Pati bk
87.87 ± 0.00 70.92 ± 0.00
Amilosa bk 28.51 ± 0.10
33.37 ± 0.00 Amilopektin bk
59.36 ± 0.10 37.55 ± 0.39
Serat kasar bk 1.15 ± 0.04
0.38 ± 0.00 pH
4.63 ± 0.01 6.69 ± 0.01
Tapioka dan maizena menunjukkan kadar protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 0.72
dan 0.62 Tabel 10. Tapioka memiliki kadar protein yang bervariasi yaitu 0.76 Febriyanti
dan Wirakartakusumah 1990; 0.51 Mishra dan Rai. 2006; 0.15-0.34 Mboungeng et al. 2008; dan 0.86 Pangestuti 2010. Mishra dan Rai 2006 juga mencatat kadar protein maizena
sebesar 1.21. Kadar protein yang diperoleh pada penelitian ini merupakan protein kasar yang dianalisis dengan metode mikro-Kjehdahl. Kelemahan dari metode ini adalah metode ini tidak
hanya mengukur nitrogen yang berasal dari komponen protein. tetapi juga komponen non-protein seperti enzim dan lain-lain Kaletunç dan Breslauer 2003.
Tapioka mengandung kadar lemak yang rendah yaitu sebesar 0.04 Tabel 10. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Moorthy 2004 bahwa tapioka mengandung lipid komplek sangat rendah 0.1. Beberapa penelitian lainnya juga mencatat kandungan lemak yang rendah pada
tapioka yaitu 0.12 Gunaratne dan Hoover 2002; 0.16-0.28 Mboungeng et al. 2008; dan 0.26 Pangestuti 2010. Sementara pada maizena. sebagaimana pati yang berasal dari pati
serealia memiliki kadar lemak yang cukup tinggi yaitu sebesar 0.44 Tabel 10. Kadar lemak
yang cukup tinggi pada maizena juga telah dipublikasikan pada penelitian terdahulu yaitu sebesar 0.75 Hoover dan Manuel 1996 dan 1.22 Mishra dan Rai 2006. Komponen lemak pada pati
berupa komplek amilosa-lipid dan bersama-sama dengan protein dapat membentuk lapisan hidrofobik pada permukaan granula sehingga berpengaruh terhadap pengembangan dan
gelatinisasi pati Tester et al. 2004.
Kadar pati tapioka yang diperoleh pada Tabel 10 lebih besar dari yang dilaporkan
Pangestuti 2010 yaitu sebesar 86.90. Perbedaan kadar pati yang diperoleh pada singkong varietas yang sama dapat disebabkan oleh perbedaan waktu panen. Radley 1976 yang disitasi
Rahman 2007 menyatakan bahwa kandungan tapioka meningkat seiring dengan waktu
37
pemanenan umbi singkong. Selain itu. Radley 1976 yang diacu dalam Rahman 2007 mencatat bahwa waktu yang dibutuhkan umbi singkong untuk mencapai kematangan sangat tergantung
pada iklim dan lokasi penanamannya. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa. amilopektin. dan
bahan antara seperti lipid dan protein Greenwood 1976. Kandungan amilosa pada pati berperan penting mempengaruhi karakteristik fungsional pati itu sendiri. Oleh karena itu. kuantifikasi
terhadap kandungan amilosa pada pati perlu dilakukan untuk mengetahui aplikasi pengolahan dan kualitas yang dihasilkan Mboungeng et al. 2008. Kadar amilosa yang diperoleh pada tapioka
dan maizena sebesar 28.51 dan 33.37 Tabel 10. Kadar amilosa tapioka yang diperoleh
relatif sama dengan yang dilaporkan Pangestuti 2010 untuk varietas yang sama yaitu 28.35. Perbedaan kadar amilosa tapioka dapat disebabkan perbedaan umur tanaman Hoseney 1998
dan atau perbedaan varietas Hoseney 1998; Rahman 2007. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Mweta et al. 2008 yang meneliti kadar amilosa dari 10 varietas singkong yang
bervariasi yaitu 16.96-28.25. Kadar amilosa maizena yang diperoleh dari penelitian sebelumnya juga bervariasi dengan nilai 22.4-32.5 Singh et al. 2003; 23.4 Srichuwong et al. 2005; dan
25 Robyt 2008. Kadar amilopektin diperoleh dari selisih kadar pati dengan amilosa. Rasio amilosa dan amilopektin bervariasi terhadap sumber pati Tester et al. 2004.
Tapioka memiliki nilai pH yang lebih rendah dibanding maizena. Rendahnya nilai pH pada tapioka dapat disebabkan oleh kandungan bahan pengotor Mishra dan Rai 2006;
Mboungeng et al. 2008. Namun demikian. nilai pH tapioka masih berkisar pada standar menurut The Tapioca Institute of America TIA yaitu 4.5-6.5. Nilai pH pada bahan pangan penting untuk
diperhatikan terutama untuk diaplikasikan pada produk, mengingat beberapa sifat fungsional pati dapat dipengaruhi oleh nilai pH. Winarno 1992 menyatakan bahwa pembentukan gel optimum
terjadi pada pH 4-7, sehingga baik tapioka maupun maizena berada pada rentang pH untuk membentuk gel yang baik.
B. MODIFIKASI PATI DENGAN HEAT MOISTURE TREATMENT HMT