2.8.1 Jenis Nilai Ekonomi
Krutila dalam Fauzi 2006 memperkenalkan konsep Total Economic Value TEV. Dimana konsep ini dapat membantu peneliti untuk mengetahui
harga dari barang atau jasa lingkungan baik yang memiliki pasar ataupun tidak. Nilai yang dimasukkan dalam perhitungan Total Economic Value TEV adalah:
1. Nilai kegunaan use value adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan
aktual dari barang dan jasa. a.
Nilai manfaat langsung Direct Value contohnya: kayu, buah, getah. b.
Nilai manfaat tidak langsung Indirect Value contohnya: fungsi ekologi dan hidrologis hutan.
2. Nilai bukan kegunaan non-use value adalah nilai yang tidak berhubungan
dengan pemanfaatan aktual dari barang dan jasa tersebut. a.
Nilai Pilihan Option Value adalah nilai yang diberikan masyakat atas adanya pilihan untuk menikmati barang dan jasa dari sumberdaya alam dan
lingkungan Fauzi, 2002 contohnya manfaat keanekaragaman hayati. b.
Nilai Keberadaan Existence Value adalah nilai yang diperoleh dari persepsi bahwa keberadaaan ekosistem itu penting terlepas dari bermanfaat
atau tidak ekosistem atau sumberdaya tersebut, misalnya: keberadaan hutan, hewa-hewan endemik.
c. Nilai warisan Bequest value adalah nilai yang diperoleh dari peestariaan
sumberdaya atau ekosistem agar bisa dimanfaatkan dan dirasakan oleh generasi mendatang.
2.8.2 Contingent Valuation Methods CVM
Contingent Valuation Methods CVM adalah metode yang dianggap dapat digunakan untu menghitung jasa-jasa lingkunganfungsi ekosistem yang
dianggap tidak memiliki nilai guna dan sulit diukur dari sudut pandang pasar. Menurut Yakin 1997, CVM adalah metode teknik survey untuk menanyakan
penduduk tentang nilai atau harga yang mau mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan, jika pasarnya betul-betul
tersedia atau jika ada cara-cara pembayaran lain seperti pajak diterapkan. Prinsipnya, metode ini mampu diterapkan dalam menilai keuntungan dari
penyedia barang atau jasa lingkungan yang ada dan mampu menentukan pilihan
dari harga perkiraan pada konisi yang belum pasti sehingga masyarakat memiliki preferensi atas atas barang atau jasa lingkungan di sekitar mereka.
Pada dasarnya metode ini akan digunakan untuk menanyakan 2 hal pada masyarakat:
1. Jumlah minimal uang yang mau diterima seseorang atau rumah
tanggaWillingness to accept WTA per bulan atau per tahun sebagai kompensasi akibat rusaknya lingkungan Berapa jumlah maksimum uang yang
ingin dibayarkan seseorang atau rumah tanggaWillingness to Pay Proxy WTP per bulan atau tahun untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan.
2. Berapa nilai eksternalitas negatif lingkungan atas aktivitas pihak lain.
Untuk menanyakan hal-hal tersebut, maka langkah-langkah pengerjaan CVM adalah sebagai berikut:
1 Membuat hipotesis pasar
2 Mendapatkan nilai penawaran
3 Menghitung rataan WTPWTA
4 Memperkirakan kurva penawaran
5 Mengagregatkan data
6 Evaluasi penggunaan CVM
Namun metode CVM seringkali ditemukan bias yang mempengaruhi keakuratan dari metode ini. Potensi kesalahan yang sering terjadi adalah:
a. Kesalahan hipotesis karena adanya perbedaan antara pembayaran hipotesis
dengan perilaku responden sebenarnya Cumming et al. 1986 dalam Yakin, 1997.
b. Kesalahan strategis terjadi saat responden tidak memberikan nilai penawaran
yang sebenarnya, sehingga nilainya bisa lebih rendah undervalued atau lebih tinggi overvalued.
c. Kesalahan informasi ini terkait dengan jumlah informasi yang didapat dengan
kualitaskelengkapan dari informasi tersebut. d.
Kesalahan titik awal terjadi saat penggunaan pendekatan tawar menawar, yaitu pada saat responden diberikan sebuah nilai untuk titik awal, namun responden
tidak yakin akan nilai yang dia berikan karena ragu dengan titik awal yang diberikan.
e. Kesalahan alat adalah kesalahan dimana responden tidak setuju dengan metode
yang dilakukan oleh responden karena lebih suka menjawab „yatidak‟.
2.9. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait dengan analisis stakeholders dan penilaian manfaat tidak langsung antara lain penelitian yang dilakukan Safitri 2006
tentang analisis respon stakeholders kebijakan perluasan kawasan TNGHS di mana peneliti memakai matriks kepentingan dan pengaruh berdasarkan analisis
deskriptif. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Pramana 2012 yang meneliti bentuk dan tingkat partisipasi stakeholders dalam Pengelolaan Cagar Biosfer
Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau, dimana peneliti memakai matriks analisis stakeholders berdasarkan kepentingan dan pengaruh seperti pada penelitian Safitri
2006 namun analisis dilakukan dengan menggunakan pemberian nilai penting dalam skala 1-5 berdasarkan tingkat kerelevanan kepentingan dan tingkat
pengaruh para stakeholders. Untuk objek penelitian selanjutnya yaitu valuasi ekonomi salah satu
peneltian yang relevan adalah penelitian oleh Pranoto 2009 tentang valuasi ekonomi sumberdaya hutan dan implikasinya terhadap kebijakan pengelolaan
hutan studi kasus: Wonogiri, Jawa Tengah dimana masyarakat di desa Selopuro menyadari dan merasakan bahwa setelah adanya hutan maka keindahan,
kenyamanan, kesejukan, dan ketersediaan air di Desa Selopuro menjadi meningkat. Sehingga didapat nilai ekonomi dari hutan rakyat di Selopuro untuk
manfaat kegunaan use value adalah sebesar Rp 27.712.200hatahun. Nilai non guna non use value adalah sebesar Rp 7.581.750hatahun, yang terdiri atas nilai
pilihan option value sebesar Rp 357.500hatahun, nilai manfaat keberadaan Existence value sebesar Rp 4.019.125hatahun, dan nilai warisan Bequest
value sebesar Rp 3.205.125hatahun. Valuasi ekonomi terhadap Taman Nasional Gunung Halimun sudah
dilakukan oleh Widada 2004, dalam penelitian tersebut peneliti menghitung total nilai ekonomi dari TNGH baik nilai guna dan nilai non guna dengan
menggunakan berbagai metode. Untuk menghitung nilai non-guna, peneliti menggunakan metode Contingent Valuation Method dan membandingkan antara