ditunjukditetapkan sebagai taman nasional serta telah terdapat sarana prasarana seperti fasilitas transportasi, listrik, telekominikasi, dan lain-lain
yang bersifat strategis nasional dan internasional. Zona khusus dapat diberlakukan dengan prasyarat yaitu 1 telah disepakatinya Memorandum of
Understanding MoU masyarakat dengan UPT TNGHS yang mengatur aktifitas, hak dan kewajiban masyarakat serta regulasi di zona khusus sesuai
dengan kondisi setempat, 2 tersusunnya rencana tata kelola ruang di dalam zona khusus yang dijadikan sebagai acuan dalam pemanfaatan serta monitoring
dan evaluasi pada setiap lokasi zona kusus yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
7. Zona Budaya seluas ± 10,0 Ha. Kriteria zona budaya merupakan bagian dari
taman nasional yang mencakup adanya lokasi kegiatan budaya yang masih dipelihara dan digunakan oleh masyarakat; serta adanya situs budaya yang
dilindungi undang-undang, maupun yang tidak dilindungi undang-undang. Regulasi zona rehabilitasi ditujukan untuk melindungi dan memperlihatkan
nilai-nilai budaya, sejarah, dan arkeologi; serta wahana penelitian, pendidikan, wisata sejarah, dan arkeologi.
2.6. Teori Kelembagaan
Pengertian kelembagaan akan berbeda sesuai pemikiran dan persepsinya masing-masing. Menurut Soekanto 2002 istilah kelembagaan diartikan sebagai
lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga
tersebut.Sedangkan menurut Tjondronegoro 1977 dalam Pranadji 2003 perihal pengertian tentang lembaga cenderung mempersempit makna lembaga dalam
kaitan perbedaan dengan organisasi. Berbeda dengan Soemardjan dan Soelaeman 1974 yang menuliskan bahwa lembaga mempunyai fungsi sebagai alat
pengamatan kemasyarakatan social control artinya kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap sirkulasi
kelembagaan tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Rahardjo 1999 dalam Pasaribu 2007, dimana konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat
menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan
sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat.
Komponen dari kelembagaan antara lain: aturan formal,aturan informal dan mekanisme penegakan enforcement. Soemardjan dan Soelaiman 1974,
memperinci ciri-ciri lembaga kemasyarakatan sebagai berikut: a. Merupakan unit yang fungsional, merupakan organisasi pola pemikiran dan
perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. b. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu, yaitu telah teruji dan berupa himpunan
norma-norma pencapaian kebutuhan pokok yang sewajarnya harus dipertahankan.
c. Mempunyai tujuan atau beberapa tujuan tertentu. d. Mempunyai perangkat peralatan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut,
misalnya: bangunan gedung, mesin-mesin, alat-alat lain. e. Mempunyai alat pengebor semangat, misalnya: lambang-lambang, panji-panji,
slogan-slogan, semboyan-semboyan dan lain sebagainya. f. Mempunyai tradisi atau tata-tertib sendiri.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa lembaga sosial merupakan suatu tatanan sosial yang mempunyai tiga fungsi pokok dalam kehidupan masyarakat,
yaitu: 1. Sebagai pedoman patokan bagi para anggota masyarakat tentang cara
bagaiman harus bersikap dan berperilaku dalam setiap usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Sebagai pertahanan atau penangkal kekuatandalam melestarikan keutuhan masyarakat.
3.Sebagai pedoman bagi masyarakat dalam rangka usaha memelihara suatu ketertiban dan sekaligus untuk memberantas segala perilaku anggota
masyarakat yang menyimpang social control.
2.7. Analisis Stakeholders
Analisis stakeholders akan mengklasifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan. Menurut Colfer et al. 1999, untuk menentukan siapa yang perlu
dipertimbangkan dalam analisis stakeholders yaitu dengan mengidentifikasi
dimensi yang berkaitan dengan interaksi masyarakat terhadap hutan, dimana stakeholders dapat ditempatkan berdasarkan beberapa faktor, yaitu:
1. Kedekatan dengan hutan, merupakan jarak tinggal masyarakat
yangberhubungan dengan kemudahan akses terhadap hutan. 2.
Hak masyarakat, hak-hak yang sudah ada pada kawasan hendaknya diakui dandihormati.
3. Ketergantungan, merupakan kondisi yang menyebabkan masyarakat tidak
mempunyai pilihan yang realistis untuk kelangsungan hidupnya sehingga mereka sangat bergantung dengan keberadaan hutan.
4. Kemiskinan, mengandung implikasi serius terhadap kesejahteraan manusia
sehingga masyarakat yang miskin menjadi prioritas tujuan pengelolaan. 5.
Pengetahuan lokal, kearifan lokal dan pengetahuan tradisional masyarakatdalam menjaga kelestarian hutan.
6. Integrasi hutanbudaya, berkaitan dengan tempat-tempat keramat dalam hutan,
sistem-sistem simbolis yang memberi arti bagi kehidupan dan sangat erat dengan perasaan masyarakat tentang dirinya. Selama cara hidup masyarakat
terintegrasi dengan hutan, kelangsungan budaya mereka terancam oleh kehilangan hutan, sehingga mempunyai dampak kemerosotan moral yang
berakibat pada kerusakan hutan itu sendiri. 7.
Defisit kekuasaan, berhubungan dengan hilangnya kemampuan masyarakat lokal dalam melindungi sumberdaya atau sumber penghidupan mereka dari
tekanan luar sehingga mereka terpaksa melakukan praktik-praktik yang merusak.
2.8 Valuasi Ekonomi
Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menilai secara riil harga dari suatu barang dan jasa dengan menggunakan
pendekatan penilaian kegunaan langsung dan tidak langsung Adrianto dan Wahyudin, 2007. Valuasi ekonomi biasanya menggunakan nilai uang
dimaksudkan untuk mengindikasi penerimaan dan kehilangan manfaat atau kesejahteraan dikarenakan kerusakan lingkungan Pearce dan Turner 1993
dalam Yunus 2005.