tangkapan per unit usaha. Hal ini disebabkan besarnya jumlah nelayan yang terlibat dalam kegiatan eksploitasi sumber daya ikan di daerah pesisir.
Sependapat dengan pernyataan Stobutzki et al. 2006 dan Fauzi 2005 menyatakan bahwa penyebab utama krisis perikanan global adalah buruknya
pengelolaan perikanan dilihat dari dua fenomena menonjol, yaitu overcapacity dan destruksi habitat. Dari kedua fenomena itu kemudian muncul berbagai
penyebab lain, misalnya subsidi yang massive, kemiskinan, overfishing dan berbagai turunannya. Overcapacity di subsektor perikanan akan menimbulkan
berbagai masalah, yaitu: 1 tidak sehatnya kinerja subsektor perikanan sehingga permasalahan kemiskinan dan degradasi sumber daya dan lingkungan menjadi
lebih persisten; 2 menimbulkan tekanan yang intens untuk mengeksploitasi sumber daya ikan melewati titik lestarinya; 3 menimbulkan inefisiensi dan
memicu economic waste sumber daya yang ada, di samping menimbulkan komplikasi dalam pengelolaan perikanan, terutama dalam kondisi akses yang
terbuka open acces. Penyusutan sumber daya perikanan di Indonesia makin diperparah oleh adanya otonomi daerah, dimana setiap daerah terus memacu
pendapatan setinggi-tingginya melalui eksploitasi sumber daya perikanan tanpa memperhitungkan daya dukungnya Heazle dan Butcher, 2007.
Menurut Fauzi 2005, permasalahan perikanan dan penyelesaiannya akan sangat tergantung pada bagaimana kita mengambil pelajaran dari kegagalan-
kegagalan yang terjadi dimasa lalu path dependency. Dengan demikian maka pembangunan perikanan akan lebih banyak dilaksanakan oleh segenap masyarakat
yang didukung oleh pemerintah melalui instansi terkait sebagai penyedia prasarana dan sarana yang bersifat non komersial dan bersifat pembinaan.
Sependapat dengan hal tersebut, Widodo dan Suadi 2006 menyatakan bahwa pengelolaan perikanan merupakan proses yang terintegrasi dalam pengumpulan
informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi dari aturan-aturan main di bidang perikanan
dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber daya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.
2.3 Keterkaitan antar Sektor
Optimalisasi pengembangan subsektor perikanan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat salah satunya bisa didekati dengan analisis
Input-Output untuk meningkatkan keterkaitan antar sektor ekonomi dengan cara
menarik sektor-sektor yang ada di hulu maupun di hilirnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bekhet dan Abdullah 2010, bahwa beberapa implikasi kebijakan
diusulkan untuk membantu para pengambil keputusan di bidang perencanaan ekonomi terutama pada pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan
keterkaitan antar sektor ekonomi.
Sebagai model kuantitatif, Tabel I-O Input-Output mampu menunjukkan Gambaran tentang sektor ekonomi suatu daerah yang mencakup struktur input,
struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor. Dengan Tabel I-O juga akan ditunjukkan struktur input antara, sektor penyedia barang dan jasa baik untuk
memenuhi permintaan sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor. Selain itu Tabel I-O juga dapat digunakan untuk melihat
saling keterkaitan antar sektor, analisis dampak ekonomi, serta sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi BPS Indramayu 2012.
Menurut Daryanto dan Hafizrianda 2010, pemakaian model I-O akan mendatangkan keuntungan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain:
1 dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional atau regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal dari
ekspor dan impor; 2 untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan
sumber daya; 3 dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan
secara terperinci; dan 4 perubahan-perubahan permintaan terhadap harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. Asumsi
dasar yang digunakan dalam penyusunan Tabel I-O adalah BPS 2000b: a. Asumsi keseragaman atau homogenitas, mensyaratkan bahwa setiap sektor
memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan tidak ada barang serupa atau substitusi yang dihasilkan oleh sektor lain;
b. Asumsi kesebandingan atau proporsionalitas, mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi lurus
linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut;
c. Asumsi penjumlahan atau additivitas, menyatakan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan dari masing-masing sektor
secara terpisah, dan merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan. Dengan kata lain, di luar sistem input-output semua pengaruh dari
luar diabaikan.
2.4 Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah.
Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan
sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output
industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti
terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis Rustiadi et al. 2011.
Pendekatan dalam pembangunan subsektor perikanan meliputi dua macam pendekatan yaitu pendekatan institusional dan pendekatan kewilayahan. Terkait
dengan pembangunan sarana dan prasarana perikanan, maka pendekatan pembangunan yang digunakan adalah pendekatan kewilayahan dengan
menetapkan prioritas wilayah pembangunan untuk mempersempit kesenjangan wilayah pembangunan Rustiadi et al. 2011.
Menurut Rustiadi et al. 2011, skala prioritas diperlukan dalam suatu perencanaan pembangunan karena keterbatasan sumber daya yang tersedia. Dari
dimensi pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa: 1 setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda
terhadap pencapaian sasaran pembangunan penyerapan tenaga kerja, pendapatan