Multiplier Effect Peranan Subsektor Perikanan dan Keterkaitan antar Sektor

NTB paling tinggi adalah sektor bangunan 2,11 dan industri non migas 2,11. Dampak sektor-sektor perekonomian terhadap NTB dapat dilihat pada gambar 27 . Gambar 27 Nilai Dampak Sektor-Sektor Perekonomian terhadap NTBVM

5.1.3.3 Multiplier Effect PendapatanIM

Berdasarkan analisis multiplier effect terhadap pendapatan tipe I sektor- sektor perekonomian, diperoleh lima sektor yang memiliki nilai tertinggi, yaitu; sektor sewa bangunan, listrik, industri non migas, pengangkutan dan sektor hotel. Subsektor perikanan menempati urutan ke-15 dengan nilai 1,17. Hal ini berarti bahwa apabila permintaan akhir subsektor perikanan meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap pendapatan wilayah akan meningkat 1,17 milyar rupiah. Nilai tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan sektor kehutanan, tanaman perkebunan dan tanaman bahan makanan, dengan nilai masing-masing 1,12; 1,10; dan 1,07 Nilai multiplier effect pendapatan tipe I sektor-sektor perekonomian dapat dilihat pada Gambar 28. 1,06 1,06 1,10 1,12 1,12 1,13 1,14 1,19 1,19 1,20 1,30 1,32 1,33 1,36 1,42 1,46 1,47 1,62 1,68 1,81 2,11 2,11 0,0 1,0 2,0 3,0 Tanaman Bahan Makanan Kehutanan Air Bersih Tanaman Perkebunan Penggalian restoran Perikanan Komunikasi Perdagangan Besar dan Eceran Sewa Bangunan Minyak dan Gas Bumi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Pemerintahan Umum Swasta Peternakan dan Hasil-hasilnya Jasa Perusahaan Industri Migas Pengangkutan Hotel Listrik Industri Tanpa Migas Bangunan Gambar 28 Nilai Multiplier EffectIM Pendapatan Tipe I Sektor-Sektor Perekonomian Berdasarkan seluruh indikator keterkaitan dan multiplier effect melalui analisis I-O diketahui bahwa subsektor perikanan belum termasuk sektor strategis karena menurut Rustiadi et al. 2011 sektor strategis adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang besar serta mampu menciptakan angka pengganda multiplier yang besar dalam perekonomian. Indikator tersebut kontradiktif dengan besarnya potensi perikanan yang dimiliki serta sumbangan subsektor perikanan terhadap PDRB. Keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor lain relatif rendah terutama dikarenakan output subsektor perikanan lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan akhir dibandingkan ditransaksikan antar sektor perekonomian dalam proses produksi. Dari output total subsektor perikanan sebesar Rp.3.687.290,28 juta, permintaan antara subsektor perikanan hanya sebesar 2,11 Rp.77.707,32 juta, sedangkan permintaan akhir final demand mencapai 97,89 Rp.3.609.582,97 juta. Dilihat dari komposisi permintaan akhir final demand subsektor perikanan, pengeluaran konsumsi rumah tangga menempati persentase paling besar dengan angka 94,15 Rp.3.398.578,30 juta dan sisanya adalah ekspor barang dan jasa 5,85 Rp.211.004,66 juta. Pengeluaran konsumsi pemerintah, investasi pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok tidak memiliki permintaan akhir dari subsektor perikanan. 1,07 1,09 1,10 1,11 1,11 1,12 1,14 1,17 1,17 1,19 1,23 1,25 1,25 1,34 1,36 1,52 1,56 1,62 1,71 1,96 2,08 2,93 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 Tanaman Bahan Makanan Air Bersih Tanaman Perkebunan Penggalian Pemerintahan Umum Kehutanan restoran Perikanan Industri Migas Perdagangan Besar dan Eceran Swasta Peternakan dan Hasil-hasilnya Komunikasi Minyak dan Gas Bumi Bank dan Lembaga Keuangan … Bangunan Jasa Perusahaan Hotel Pengangkutan Industri Tanpa Migas Listrik Sewa Bangunan Dari sisi keterkaitan ke depan, subsektor perikanan hanya terkait dengan 5 lima sektor, yaitu: perikanan itu sendiri, hotel, restoran, industri non migas dan swasta. Dari sisi keterkaitan ke belakang, subsektor perikanan terkait dengan 12 duabelas sektor, yaitu: industri non migas, perdagangan besar dan eceran, perikanan, industri migas, bank dan lembaga keuangan lainnya, bangunan, tanaman bahan makanan, peternakan dan hasil-hasilnya, pengangkutan, restoran, listrik dan kehutanan. Berdasarkan analisis I-O secara umum sektor industri non migas termasuk ke dalam sektor yang strategis karena memiliki nilai DBL j , DFL i , DIBL, DIFL, IDP, IDK, IM, VM dan OM yang tinggi diatas sektor-sektor lainnya, sementara subsektor perikanan belum termasuk kedalam sektor strategis. Subsektor perikanan yang merupakan bagian dari sektor primer yang berbasis sumberdaya alam akan berkelanjutan dan berdampak besar terhadap ekonomi wilayah apabila memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor tanpa migas. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustiadi et al. 2011, roda perekonomian dapat bersinergi dengan baik dengan adanya keterkaitan. Makin kuat keterkaitan antar sektor, makin kecil ketergantungan sektor tersebut pada impor, sekaligus memperkecil kebocoran wilayah yang mengalir ke wilayah lainnya, sehingga nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayahnya sendiri. Analisis keterkaitan antar sektor pada dasarnya melihat dampak output dan kenyataan bahwa sektor-sektor dalam perekonomian tersebut saling mempengaruhi. Upaya yang dapat dilakukan dalam mewujudkan subsektor perikanan sebagai salah satu subsektor strategis di Kabupaten Indramayu adalah dengan meningkatkan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor lain pada sektor hilirnya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah produksi terutama dengan sektor industri non migas terutama kedalam subsektor makanan dan minuman dan sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor industri non migas yang merupakan sektor sekunder dan sektor perdagangan yang merupakan sektor tersier adalah sektor lanjutan dari penunjang sektor primer manufacture yang cenderung berkaitan pada sumber daya manusia, modal, teknologi dan bahan baku yang berasal dari sektor primer. Dengan memiliki keterkaitan kedepan yang kuat terhadap sektor tanpa migas terutama pada subsektor makanan dan minuman, diharapkan subsektor perikanan akan menjadi sektor strategis yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah Kabupaten Indramayu. Hal tersebut bisa dilakukan melalui peningkatan keterkaitan dengan subsektor makanan dan minuman misalnya dengan upaya pengembangan industri kecil dan menengah andalan seperti: a kerupukudang, b pengeringan ikan, c pengalengan rajungan dan d pengeringan teri nasi. Produk-produk hasil pengolahan perikanan bisa berpengaruh terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indramayu apabila sektor perdagangan besar dan eceran ikut berperan dalam keterkaitan sektor dengan subsektor perikanan melalui sektor industri non migas. Berdasarkan permintaan output antara sektor perdagangan besar dan eceran, sebesar 21,81 terdistribusi pada sektor industri non migas dan 10,59 terdistribusi pada subsektor perikanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor perdagangan besar dan eceran memiliki pengaruh terhadap sektor industri non migas dan subsektor perikanan.

5.2. Tingkat Perkembangan Wilayah dan Pengembangan Wilayah Subsektor Perikanan

Pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menentukan wilayah pengembangan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis Hirarki Perkembangan Wilayah Metode Skalogram. Analisis ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat kegiatan wilayah. Menurut Budiharsono 2001, bahwa semakin besar jumlah penduduk, akan semakin banyak jumlah unit fasilitas dan jumlah jenis fasilitas pada suatu pusat pelayanan, maka semakin tinggi pula hirarki dari pusat pelayanan tersebut. Variabel yang digunakan dalam analisis tingkat perkembangan wilayah untuk menentukan Indeks Perkembangan Kecamatan IPK dapat dilihat pada lampiran 3. Dalam analisis skalogram, wilayah Hirarki I mengindikasikan bahwa wilayah tersebut memiliki tingkat perkembangan yang baik, sementara wilayah Hirarki II memiliki tingkat perkembangan sedang dan wilayah Hirarki III memiliki tingkat perkembangan yang rendah. Hasil analisis perkembangan wilayah disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Hasil Analisis Hirarki Perkembangan Wilayah Kecamatan Pesisir Kecamatan IPK Hierarki Indramayu 62,26 I Karangampel 43,91 II Balongan 44,09 II Losarang 45,30 II Sukra 45,36 II Krangkeng 36,70 III Juntinyuat 32,69 III Cantigi 35,68 III Pasekan 27,28 III Kandanghaur 31,97 III Patrol 39,16 III Keterangan: IPK=Indeks Perkembangan Kecamatan Dari Tabel 32 dapat dilihat bahwa terdapat 1 satu kecamatan yang termasuk hirarki I, 4 empat kecamatan termasuk hirarki II dan 6 enam kecamatan termasuk hirarki III. Peta Hirarki Perkembangan Wilayah dapat dilihat pada Gambar 29. Proporsi jumlah penduduk miskin di 11 Kecamatan Wilayah Pesisir terhadap jumlah penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu yaitu 47 dan 55 diantaranya berada pada wilayah hirarki III dengan nilai IPM dibawah 70. Adanya kecamatan pada hirarki II dengan nilai IPM dibawah 70 dan jumlah penduduk miskin sebesar 50 dari jumlah penduduk Kecamatan Sukra menunjukan bahwa pembangunan belum menyentuh kesejahteraan masyarakatnya. Hal tersebut diperkuat dengan nilai PDRBkapita yang tinggi namun tidak mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat yang sesungguhnya karena sekitar 50 penduduknya dikategorikan miskin Tabel 1. Hal tersebut semakin memperkuat adanya kebocoran wilayah yaitu meskipun PDRBkapita tinggi di suatu wilayah namun tidak berdampak terhadap tingkat kemiskinan, indeks pembangunan manusia dan perkembangan wilayah. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan subsektor perikanan diarahkan untuk dikembangkan di wilayah Hirarki III yang terdiri dari 6 enam kecamatan yaitu Kecamatan Krangkeng, Kecamatan Juntinyuat, Kecamatan Cantigi, Kecamatan Pasekan, Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Patrol. Pengembangan subsektor perikanan di wilayah-wilayah hirarki III diharapkan dapat mengurangi disparitas antar wilayah. Selain itu, pengembangan subsektor perikanan di wilayah ini diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani budidaya ikan dan nelayan di wilayah tersebut. Adanya pembangunan subsektor perikanan di wilayah ini diharapkan bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, dalam mendorong pencapaian kesejahteraan masyarakat wilayah pesisir. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Spurgeon 1999 bahwa studi ekonomi bisa didefinisikan sebagai studi efisiensi alokasi sumberdaya. Gambar 29 Peta Hirarki Perkembangan Wilayah 11 Kecamatan Pesisir Kabupaten Indramayu Untuk mengembangkan subsektor perikanan di enam kecamatan yang termasuk Hirarki III, salah satunya adalah dengan cara mengembangkan dan memperkuat infrastruktur pendukung. Berdasarkan data potensi desa Kabupaten Indramayu tahun 2012 dan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu tahun 2012, Kecamatan Krangkeng sampai saat ini masih merupakan kecamatan yang belum memiliki infrastruktur subsektor perikanan yang memadai. Kecamatan ini masih belum memiliki Pangkalan Pendaratan Ikan PPI dan Tempat Pelelangan Ikan TPI sebagai pendukung kegiatan perikanan tangkap. Dari sisi infrastruktur perikanan budidaya, terutama budidaya tambak, Kecamatan Krangkeng sudah memiliki infrastruktur pengairan tambak dengan panjang 46,46 km. Meski begitu, saluran yang masih layak hanya tinggal 33,25 km sementara sisanya 13,20 km termasuk tidak layak. Dari sisi infrastruktur jalan, hampir semua desa di kecamatan tersebut sudah berjalan aspal sehingga diharapkan mampu mendukung pengembangan subsektor perikanan. Pengembangan pasar perlu dilakukan untuk mendukung tata niaga perikanan karena sampai saat ini Kecamatan Krangkeng baru memiliki satu pasar permanen yang berada di desa Singakerta. Industri kecil dan mikro di subsektor perikanan juga perlu dikembangkan secara optimal karena sampai saat ini Kecamatan Krangkeng baru memiliki 2 dua industri kecil. Dengan jumlah penduduk yang sedang diharapkan dengan mengembangkan wilayah ini bisa meningkatkan PDRBkapita masyarakat yang masih rendah sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan dan meningkatkan IPM pada Kecamatan Krangkeng. Kecamatan Juntinyuat memiliki infrastruktur perikanan tangkap yang cukup memadai yang terdiri dari tiga TPI yaitu Glayem, Limbangan dan Lombang serta satu Pangkalan Pendaratan Ikan yaitu PPI Dadap. Meskipun begitu, bila dilihat dari keberadaan infrastruktur budidaya perikanan khususnya tambak, Kecamatan Juntinyuat belum memiliki irigasi tambak. Dari sisi infrastruktur jalan, semua jalan desa di Kecamatan Juntinyuat sudah beraspal sehingga mampu mendukung bagi jalan usaha perikanan. Kecamatan ini memiliki dua pasar yaitu Pasar Segeran dan Pasar Dadap untuk mendukung tata niaga perikanan. Terdapat 48 industri kecil dan mikro di bidang makanan yang tersebar di 10 desa yang bisa mendukung industri pengolahan hasil perikanan. Jumlah penduduk yang tinggi diharapkan bisa mendukung pengembangan wilayah subsektor perikanan melalui serapan tenaga kerja pada industri pengolahan hasil perikanan. Hal tersebut diharapkan bisa meningkatkan PDRBkapita masyarakatnya yang masih rendah sehingga bisa menekan tingkat kemiskinan dan meningkatkan IPM pada Kecamatan Juntinyuat. Kecamatan Cantigi memiliki infrastruktur perikanan tangkap yang masih harus dikembangkan karena sampai saat ini belum memiliki pangkalan pendaratan ikan dan hanya memiliki satu TPI yaitu TPI Cangkring. Dari sisi infrastruktur budidaya perikanan, khususnya tambak, Kecamatan Cantigi sudah memiliki irigasi tambak meski sangat terbatas, yaitu hanya sepanjang 13 km itupun yang layak hanya 1.5 km sehingga pengembangan infrastruktur budidaya perlu menjadi prioritas. Dari sisi infrastruktur jalan, masih ada satu desa yang belum beraspal sehingga perlu ditingkatkan agar mampu mendukung bagi pengembangan jalan bagi usaha perikanan. Kecamatan ini baru memiliki satu pasar yaitu Pasar Cemara sehingga perlu ditingkatkan untuk mendukung tata niaga perikanan. Sektor industri pendukung usaha perikanan juga masih belum berkembang karena baru terdapat 4 industri kecil yang ada di 2 desa. Dengan jumlah penduduk yang rendah diharapkan dengan mengembangkan wilayah ini bisa meningkatkan PDRBkapita masyarakat yang masih rendah sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan yang tinggi 54,82-64,57 dan meningkatkan IPM pada Kecamatan Krangkeng. Kecamatan Pasekan termasuk kecamatan yang perlu dikembangkan dari sisi infrastruktur perikanan tangkap karena belum memiliki Pangkalan Pendaratan Ikan dan hanya memiliki satu TPI yaitu TPI Brondong. Dari sisi infrastruktur budidaya perikanan, Kecamatan Pasekan termasuk kecamatan yang memiliki infrastruktur irigasi tambak yang paling baik diantara enam kecamatan lainnya yaitu sepanjang 118,4 km dimana terdapat 68,7 km yang masih layak. Kecamatan