Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDRB

Tabel 27 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2011 No Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 Rata-Rata 1 Air Bersih 7,81 28,18 19,50 12,77 17,07 2 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 18,79 17,85 11,00 8,84 14,12 3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,57 20,54 29,44 5,86 14,10 4 Pengangkutan 9,54 9,02 10,14 13,67 10,59 5 Perdagangan Besar Eceran 8,16 6,62 14,44 10,62 9,96 6 Bangunan 11,27 0,23 2,59 21,06 8,79 7 Penggalian 5,00 8,00 8,00 7,46 7,12 8 Swasta 8,47 5,86 6,14 5,33 6,45 9 Komunikasi 11,01 10,72 2,00 1,08 6,20 10 Perikanan 15,04 4,01 2,86 2,52 6,11 11 Industri Migas 21,81 5,29 3,38 2,04 5,49 12 Listrik 4,36 5,06 4,45 6,35 5,06 13 Hotel 6,25 6,95 4,00 2,62 4,96 14 Industri non Migas 7,99 3,96 3,86 3,60 4,85 15 Restoran 5,76 5,54 2,00 5,69 4,75 16 Pemerintahan Umum 4,47 4,01 3,68 3,47 3,91 17 Jasa Perusahaan 3,00 3,00 4,62 3,70 3,58 18 Tanaman Perkebunan 2,50 7,52 4,08 3,38 3,12 19 Sewa Bangunan 3,73 2,00 2,48 2,11 2,58 20 Tanaman Bahan Makanan 13,19 16,29 0,30 3,27 1,67 21 Minyak dan Gas Bumi 0,16 0,22 0,29 3,70 1,01 22 Kehutanan 0,51 0,80 0,14 1,34 0,70 Rata-rata 6,26 7,32 6,34 5,93 6,46 Sumber: BPS Indramayu 2012b Berdasarkan Tabel 26 dan 27 dapat dibandingkan bahwa sektor minyak dan gas bumi yang menempati peringkat pertama berdasarkan kontribusinya dalam pembentukan PDRB hanya menempati peringkat ke-21 berdasarkan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan yaitu sebesar 1,01. Sementara peringkat kedua yaitu sektor perdagangan besar dan eceran dengan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan 9,96 menempati peringkat ke-5. Sektor industri migas dengan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan 5,49 menempati peringkat ke-11. Sektor tanaman bahan makanan dengan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan 1,67 menempati peringkat ke-20. Subsektor perikanan dengan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan 6,11 menempati peringkat ke-10. Jika dibandingkan lima sektor teratas yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB dapat dilihat bahwa hanya sektor perdagangan besar dan eceran serta subsektor perikanan yang memiliki pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan yang tinggi dibandingkan tiga sektor lainnya. Selain melalui PDRB, peranan sektor ekonomi dapat dilihat melalui analisis Tabel I-O. Tabel I-O Kabupaten Indramayu 2011 terdiri atas 22 sektor yaitu: 1 tanaman bahan makanan; 2 tanaman perkebunan; 3 peternakan dan hasil- hasilnya; 4 kehutanan; 5 perikanan; 6 minyak dan gas bumi; 7 penggalian; 8 industri non migas; 9 industri migas; 10 listrik; 11 air bersih; 12 bangunan; 13 perdagangan besar dan eceran; 14 hotel; 15 restoran; 16 pengangkutan; 17 komunikasi; 18 Bank dan lembaga keuangan lainnya; 19 sewa bangunan; 20 jasa perusahaan; 21 pemerintahan umum; dan 22 swasta. Analisis Tabel I-O dapat dilihat pada Lampiran 2. Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel I-O mampu memberikan gambaran menyeluruh mengenai: 1 struktur perekonomian regional yang mencakup struktur output dan Nilai Tambah Bruto NTB masing-masing sektor; 2 struktur input antara; 3 struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam daerah maupun impor; dan 4 struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor BPS 2000a. Berdasarkan analisis input output, struktur perekonomian Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Struktur Perekonomian Kabupaten Indramayu berdasar Tabel I-O Tahun 2011 22 x 22 sektor No Uraian Jumlah juta rupiah 1 Struktur Input Jumlah Input Antara 76.343.338,93 20.574.442,93 1 Jumlah Input Antara 20.574.442,93 2 Jumlah Impor 2.724.144,59 3 Jumlah Input PrimerNTB 53.044.751,41 100,00 - Upah dan Gaji 12.915.305,16 24,35 - Surplus Usaha 31.276.715,86 58,96 - Penyusutan 7.181.393,44 13,54 - Pajak Tak Langsung 1.671.336,95 3,15 Struktur Output 76.343.338,93 100,00 1 Jumlah Permintaan Antara 20.574.442,93 26,95 2 Jumlah Permintaan Akhir 55.768.896,00 73,05 Dari Tabel 28 diketahui bahwa struktur perekonomian Kabupaten Indramayu memiliki nilai input total sebesar Rp.76.343.338,93 juta dengan jumlah input antara sebesar Rp.20.574.442,93 juta. Sebesar Rp.2.724.144,59 juta merupakan impor dan sisanya Rp.53.044.751,41 juta adalah jumlah input primernilai tambah bruto. Jumlah Input Primer merupakan merupakan selisih antara total input dan input antara. Jumlah input primer sering juga disebut Nilai Tambah Bruto NTB. NTB adalah balas jasa pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri atas komponen upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Berdasarkan tabel struktur ekonomi hasil analisis I-O, sebanyak 58,96 dari NTB merupakan surplus usaha Rp.31.276.715,86 juta, 24,35 merupakan upah dan gaji Rp.12.915.305,16 juta, 13,54 merupakan penyusutan Rp.7.181.393,44 juta dan 3,15 adalah pajak tak langsung Rp.1.671.336,95 juta. Komponen surplus usaha yang besar menunjukkan besarnya surplus atau keuntungan yang diperoleh dari investasi di wilayah tersebut. Kondisi ideal bagi pengembangan wilayah berdasarkan struktur Nilai Tambah Bruto NTB, seharusnya menempatkan proporsi komponen upah dan gaji lebih besar dari komponen-komponen lain, karena dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Namun demikian, proporsi komponen surplus usaha yang lebih besar dibandingkan komponen upah gaji masih tetap baik apabila keuntungan tersebut diinvestasikan lagi di daerah dimana keuntungan atau surplus usaha tersebut diperoleh. Hal ini dimungkinkan terutama apabila pemilik modal atau investor merupakan pengusaha lokal dibandingkan investor dari luar wilayah. Oleh karena itu investasi yang baik selain dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada, juga memberikan pengaruh positif bagi wilayah secara keseluruhan, serta mampu mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah. Sebagai pembanding struktur perekonomian Kabupaten Indramayu tahun 2011 di atas, pada Tabel 29 ditampilkan struktur perekonomian Kabupaten Bandung Barat tahun 2008. Pada Tabel 29 dapat dilihat permintaan akhir sebesar Rp.7.100.955,64 juta 53,20, lebih besar daripada permintaan antara sebesar Rp.6.245.876,23 juta 46,80. Hal ini berarti output yang terbentuk di Kabupaten Bandung Barat lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan akhir konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor, daripada ditransaksikan antar sektor ekonomi dalam proses produksi Sumunaringtyas 2010. Berdasarkan komposisi struktur output kedua daerah ini, dapat dikatakan Kabupaten Indramayu mengalami potensi kebocoran wilayahnya yang relatif lebih besar dibandingkan Kabupaten Bandung Barat tahun 2008. Tabel 29 Struktur Perekonomian Kabupaten Bandung Barat berdasar Tabel I-O Tahun 2008 28 x 28 sektor No Uraian Jumlah juta rupiah 1 Struktur Input Jumlah Input Antara 6.245.876,23 2 Jumlah Input PrimerNTB 7.100.955,64 100,00 - Upah dan Gaji 2.005.665,12 28,25 - Surplus Usaha 4.230.744,20 59,58 - Penyusutan 568.220,29 8,00 - Pajak Tak Langsung 296.326,03 4,17 Struktur Output 3 Jumlah Permintaan Antara 6.245.876,23 46,80 4 Jumlah Permintaan Akhir 7.100.955,64 53,20 5 Total Output 13.346.831,87 100,00 Sumber: Sumunaringtyas 2010 Berdasarkan komposisi struktur output, dapat dikatakan Kabupaten Indramayu mengalami potensi kebocoran wilayah karena besaran persentase surplus usaha jauh melebihi upah dan gaji selisih 34,61. Manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat sangat rendah dibandingkan yang dinikmati oleh pengusaha atau pemilik modal. Dari Tabel 28 diketahui bahwa dari output total sebesar Rp.76.343.338,93 juta, sebanyak Rp.20.574.442,93 juta merupakan komponen permintaan antara 26,95, sedangkan sebesar Rp.55.768.896,00 juta untuk memenuhi permintaan akhir 73,05. Semakin kecil permintaan antara dibandingkan permintaan akhir menunjukkan semakin kecil pula keterkaitan antar sektor perekonomian domestik dalam melakukan proses produksi. Struktur NTB Kabupaten Bandung Barat mirip dengan Kabupaten Indramayu, dimana surplus usaha merupakan komponen yang proporsinya paling besar 59,58, diikuti oleh upah dan gaji 28,25, penyusutan 8,00, dan komponen terkecil berupa pajak tak langsung 4,17. Di Kabupaten Indramayu, persentase surplus usaha jauh melebihi upah dan gaji selisih 34,61 dibandingkan di Kabupaten Bandung Barat selisih 31,33. Oleh karena itu, manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat juga sangat rendah dibandingkan yang dinikmati oleh pengusaha atau pemilik modal. Kecilnya permintaan antara dibandingkan permintaan akhir menggambarkan rendahnya permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Semakin kecil persentase permintaan antara suatu wilayah, maka semakin kecil keterkaitan ekonomi domestik, dengan demikian semakin besar kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Struktur tabel I-O dengan nilai output total yang ada lebih banyak dialokasikan sebagai permintaan akhir daripada permintaan antara menunjukkan bahwa output yang ada cenderung digunakan untuk konsumsi secara langsung baik konsumsi masyarakat maupun belanja pemerintah daripada ditransaksikan antar sektor dalam proses produksi. Output total berdasarkan tabel I-O tahun 2011 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 30 menunjukkan bahwa sepuluh sektor yang memiliki kontribusi diatas 1 milyar berturut-turut adalah: industri migas, minyak dan gas bumi, perdagangan besar dan eceran, tanaman bahan makanan, perikanan, pengangkutan, industri non migas, bangunan, pemerintahan umum dan swasta. Tabel 30 Output Total berdasarkan Tabel I-O Tahun 2011 No. Sektor Perekonomian Output Total Persentase Juta rupiah 1 Industri Migas 32.624.893,07 42,73 2 Minyak dan Gas Bumi 13.482.870,47 17,66 3 Perdagangan Besar dan Eceran 9.226.610,35 12,09 4 Tanaman Bahan Makanan 4.220.076,71 5,53 5 Perikanan 3.687.290,28 4,83 6 Pengangkutan 3.336.955,74 4,37 7 Industri non Migas 2.478.943,78 3,25 8 Bangunan 1.708.802,79 2,24 9 Pemerintahan Umum 1.275.230,70 1,67 10 Swasta 1.100.189,21 1,44 11 Restoran 953.071,84 1,25 12 Peternakan dan Hasil-hasilnya 713.520,17 0,93 13 Sewa Bangunan 374.128,66 0,49 14 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 336.880,70 0,44 15 Listrik 304.981,62 0,40 16 Komunikasi 202.633,07 0,27 17 Kehutanan 119.820,57 0,16 18 Jasa Perusahaan 60.975,56 0,08 19 Penggalian 53.405,72 0,07 20 Air Bersih 40.352,97 0,05 21 Tanaman Perkebunan 32.860,03 0,04 22 Hotel 8.844,94 0,01 Jumlah 76.343.338,93 100,00 Subsektor perikanan memberikan kontribusi sebesar Rp.3.687.290,28 juta atau sebesar 4,83 dari pembentukan output total seluruh sektor perekonomian sebesar Rp.76.343.338,93 juta. Kontribusi paling tinggi diberikan oleh sektor industri migas sebesar Rp.32.624.893,07 juta atau 42,73 sedangkan sektor hotel menempati urutan terakhir dengan output total sebesar Rp.8.844,94 juta atau 0,01. Jika dilihat dari tabel transaksi I-O, tingginya stuktur output mengindikasikan tingginya tingkat transaksi dalam daerah, yang berarti tingkat permintaan domestik maupun ekspor juga tinggi. Berdasarkan sepuluh sektor penyumbang PDRB tertinggi, sembilan diantaranya memberikan output total dalam peringkat sepuluh besar. Hal ini berarti bahwa besarnya sumbangan terhadap PDRB ditentukan oleh besarnya output total. Sektor-sektor dengan peranan yang besar baik dalam PDRB maupun output total dapat dikelompokkan sebagai sektor kunci atau key sectors BPS 2000a. Subsektor perikanan menempati peringkat kelima dalam kontribusi terhadap PDRB dan peringkat kelima dalam kontribusi terhadap output total, oleh karena itu subsektor perikanan termasuk sebagai sektor utama dalam perekonomian di Kabupaten Indramayu. Sektor migas dan industri migas berada pada peringkat pertama dan kedua karena di Kabupaten Indramayu terdapat tambang minyak dan gas bumi yang berkembang di Kecamatan Balongan. Sektor migas dan industri migas yang seharusnya bisa menjadi penggerak perekonomian di Kecamatan Balongan pada khususnya dan Kabupaten Indramayu pada umumnya ternyata belum bisa menyelesaikan permasalahan yang mendasar secara mikro. Jumlah penduduk Kecamatan Balongan termasuk rendah antara 22.628 sampai dengan 43.692 jiwa namun memiliki tingkat persentase orang miskin yang sedang antara 45,05 sampai dengan 54,81 dengan tingkat PDRBkapita yang rendah yaitu dibawah Rp.5.473.860 sampai dengan Rp.13.470.973. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil dari sektor migas dan industri migas tidak dinikmati secara langsung oleh masyarakat di Kecamatan Balongan. Sektor perdagangan besar dan eceran menduduki peringkat ketiga dikarenakan Kabupaten Indramayu dilalui oleh akses yang menghubungkan pusat perekonomian nasional maupun propinsi, sehingga transaksi di sektor perdagangan sangat tinggi dibandingkan transaksi lainnya di luar sektor minyak dan gas bumi. Jika dilihat dari struktur outputnya, 91 sektor perdagangan besar dan eceran untuk memenuhi total permintaan akhir dan 9 untuk memenuhi permintaan output antara. Dari 91 total permintaan akhir didistribusikan untuk pengeluaran rumah tangga 39,39, pembentukan modal tetap bruto 6,72, perubahan stok modal 3,13 dan ekspor barang dan jasa 50,76. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor perdagangan besar dan eceran mengalami kebocoran wilayah karena hanya 9 yang ditransaksikan antar sektor dalam proses produksi. Sektor tanaman bahan makanan menduduki peringkat keempat karena Kabupaten Indramayu menjadi salah satu penghasil tanaman bahan makanan padi terbesar di Jawa barat. Industri non migas masuk kedalam peringkat ketujuh tertinggi dari penyusun total output dari transaksi ekonomi. Salah satu sektor industri non migas yang cukup berkembang di Kabupaten Indramayu adalah industri pemindangan ikan dan pengawetan ikan ikan asin. Produk- produk yang dihasilkan berupa ikan rebus dan ikan asin, dimana hasil produksi industri ini banyak di ekspor keluar daerah Kabupaten Indramayu. Kegiatan pengolahan terutama menghasilkan produk berupa ikan segar, ikan beku, fillet dan bandeng tanpa duri. Produk tersebut selanjutnya dipasarkan ke luar daerah baik ke Cirebon, Bandung, Jakarta maupun ke daerah lain. Produk lain hasil pengolahan oleh masyarakat adalah terasi, kerupuk udang, ikan asin, kerupuk kulit ikan. Ikan asin dan kerupuk udang selain dikonsumsi secara lokal juga dikirim keluar daerah terutama Jakarta. Kerupuk ikan dengan berbagai variasi bentuknya ditujukan sebagai oleh-oleh khas Kabupaten Indramayu, sedangkan jenis produk lain dipasarkan secara lokal.

5.1.2 Keterkaitan Sektoral

Pada Gambar 16 ditampilkan nilai keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage DBL j sektor-sektor perekonomian. Nilai DBL j tertinggi adalah subsektor industri non migas sebesar 0,49 dan subsektor perikanan menempati rangking-16 sebesar 0,13. Gambar 16 Nilai Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian DBL j 0,06 0,07 0,10 0,11 0,12 0,13 0,13 0,17 0,18 0,19 0,23 0,24 0,25 0,29 0,30 0,32 0,32 0,34 0,35 0,39 0,46 0,49 0,2 0,4 0,6 Tanaman Bahan Makanan Kehutanan Air Bersih Tanaman Perkebunan Penggalian restoran Perikanan Komunikasi Perdagangan Besar dan Eceran Sewa Bangunan Minyak dan Gas Bumi Bank dan Lembaga Keuangan … Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perusahaan Peternakan dan Hasil-hasilnya Industri Migas Listrik Pengangkutan Hotel Bangunan Industri non Migas Pada Gambar 17 ditampilkan nilai keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage DFL i sektor-sektor perekonomian. Nilai DFL i tertinggi adalah subsektor industri non migas sebesar 1,63 dan subsektor perikanan menempati rangking-17 sebesar 0,04. Gambar 17 Nilai Keterkaitan Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian DFL i Berdasarkan Gambar 16 dan Gambar 17, subsektor perikanan memiliki nilai DBL j sebesar 0,13 yang lebih besar dibandingkan nilai DFL i sebesar 0,04. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan lebih banyak menggunakan output dari sektor lain untuk digunakan sebagai input sektornya sendiri dibandingkan menghasilkan output yang dapat digunakan oleh sektor lain sebagai input secara langsung. Dengan kata lain bahwa subsektor perikanan merupakan sektor yang menggunakan input antara lebih besar, dibandingkan total output antara untuk memenuhi seluruh permintaan. 0,00 0,01 0,02 0,03 0,03 0,04 0,06 0,08 0,08 0,12 0,13 0,14 0,15 0,24 0,24 0,25 0,25 0,28 0,38 0,54 0,54 1,63 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 Hotel Kehutanan Air Bersih Penggalian Tanaman Perkebunan Perikanan Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Perusahaan Peternakan dan Hasil-hasilnya Komunikasi restoran Tanaman Bahan Makanan Listrik Industri Migas Pengangkutan Bangunan Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Swasta Perdagangan Besar dan Eceran Minyak dan Gas Bumi Industri non Migas Pada Gambar 18 ditampilkan indeks keterkaitan langsung ke belakang atau � ∗ sektor-sektor perekonomian. Nilai � ∗ di atas rata-rata adalah yang memiliki nilai indeks 1. Sektor yang memiliki nilai � ∗ 1 adalah sektor industri non migas, bangunan, hotel, pengangkutan, listrik, industri migas, peternakan dan hasil-hasilnya, jasa perusahaan, swasta dan pemerintahan umum. Subsektor perikanan memiliki nilai � ∗ sebesar 0,55 menempati urutan ke-16 dari seluruh sektor perekonomian. Gambar 18 Indeks Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian DBL j Pada Gambar 19 ditampilkan indeks keterkaitan langsung ke depan �� ∗ sektor-sektor perekonomian. Nilai �� ∗ di atas rata-rata adalah yang memiliki nilai indeks 1. Sektor yang memiliki nilai �� ∗ 1 adalah sektor industri non 0,26 0,28 0,43 0,48 0,52 0,53 0,55 0,69 0,75 0,81 0,98 1,00 1,07 1,20 1,25 1,33 1,35 1,43 1,45 1,63 1,94 2,07 0,00 1,00 2,00 3,00 Tanaman Bahan Makanan Kehutanan Air Bersih Tanaman Perkebunan Penggalian restoran Perikanan Komunikasi Perdagangan Besar dan Eceran Sewa Bangunan Minyak dan Gas Bumi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perusahaan Peternakan dan Hasil-hasilnya Industri Migas Listrik Pengangkutan Hotel Bangunan Industri Tanpa Migas Industri non Migas