14
pelestarian. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut yaitu: PP No. 15 Tahun 1984, PP No. 28 Tahun 1985, PP No. 18 Tahun 1994, PP No. 68 Tahun
1998, Kepres No. 43 Tahun 1978, dan peraturan lainnya yang terkait dengan pengelolaan pelestarian alam.
Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal konservasi dipengaruhi pula oleh konferensi-konferensi internasional. Wiratno et al. 2004 menyebutkan ada
dua konferensi penting yang mempengaruhi kebijakan konservasi di Indonesia. Pertama, World Conservation Strategy tahun 1980, yang menghasilkan sebuah
arahan konsep konservasi dunia dengan menghasilkan buku yang berjudul “World Conservation Strategy”. Kedua, Kongres Taman Nasional dan Kawasan
Lindung Sedunia ke-III di Bali tahun 1982, yang menghasilkan pembangunan taman nasional di Indonesia sebagai salah satu bentuk kawasan konservasi.
2.3. Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175Kpts-II2003 tanggal 10 Juni 2003 menerangkan tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun Salak TNGHS dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas pada Kelompok Hutan Gunung
Halimun dan Kelompok Hutan Gunung Salak yang dikelola oleh Perum Perhutani, maka Taman Nasional Gunung Halimun TNGH yang luasnya 40.000
hektar berubah menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS dengan luas kawasan 113.357 hektar. Pengelolaan TNGHS berada di bawah Balai
Taman Nasional Gunung Halimun Salak BTNGHS. Wilayah kerja BTNGHS terletak dalam 28 kecamatan, dimana 9
kecamatan di Kabupaten Bogor, 8 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dan 11
15
kecamatan di Kabupaten Lebak. Secara keseluruhan terdapat 108 desa yang sebagianseluruh wilayahnya berada di dalam danatau berbatasan langsung
dengan kawasan TNGHS. Komposisi jumlah penduduk dari 108 desa yang ada di TNGHS terdiri dari: 155.345 jiwa di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006, 296.138
jiwa di Kabupaten Bogor Tahun 2005 dan 154.892 jiwa di Kabupaten Lebak Tahun 2005. Berdasarkan survei kampung yang dilakukan oleh GHSNP MP-
JICA pada tahun 2005 dan 2007, tercatat ada 348 kampung yang berada di dalam kawasan TNGHS.
Kawasan TNGHS dihuni oleh Masyarakat Kasepuhan yang secara historis penyebarannya terpusat di Kampung Urug, Citorek, Bayah, Ciptamulya,
Cicarucub, Cisungsang, Sinar Resmi, Ciptagelar dan Cisitu. Masyarakat Kasepuhan memiliki lembaga adat yang terpisah dari struktur administrasi
pemerintahan formal. Masyarakat Kasepuhan memiliki kearifan tradisional dalam pemanfaatan dan konservasi hutan, melalui pembagian wilayah berhutan
berdasarkan intensitas pemanfaatan dan tingkat perlindungannya, yaitu: leuweung titipan hutan titipan, leuweung tutupan hutan tutupan dan leuweung sampalan
hutan bukaan. Mereka memiliki pengetahuan etnobotani dan menggunakan tanaman dan tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka berdasarkan pengetahuan
tersebut, serta mempertahankan pola pertanian yang mampu melestarikan sumberdaya genetik Padi Oryza sativa lokal. Pada saat ini sebagian anggota
Masyarakat Kasepuhan mulai meninggalkan kearifan tradisional yang mereka miliki akibat dinamika proses sosial yang terjadi TNGHS, 2007
Kemampuan ekonomi masyarakat sekitar TNGHS cenderung rendah, walaupun sebagian besar tidak termasuk dalam kategori rumah tangga miskin.
16
Secara umum jumlah rumahtangga miskin masyarakat di dalam dan di sekitar TNGHS dalam wilayah Kabupaten Sukabumi berjumlah 15.699 rumahtangga atau
10 dari jumlah rumahtangga data tahun 2006, tidak termasuk Desa Cianaga. Berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya alam di dalam kawasan TNGHS
umumnya telah berlangsung sebelum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai taman nasional. Beberapa kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di TNGHS
yang penting antara lain pemanfaatan lahan untuk pemukiman, budidaya pertanian dan pembangunan infrastruktur TNGHS, 2007.
2.4. Masyarakat Sekitar Hutan