Konservasi Sumberdaya Hutan TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

12 Kepemilikan hutan oleh Negara atau pemerintah, menurut Tadjudin 2000 menggunakan rujukan formal tentang penguasaan sumberdaya hutan di Indonesia yang berdasarkan kepada Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945: “bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam UUD tersebut sudah jelas tersurat bahwa sumberdaya alam hanya dikuasai oleh Negara bukan dimiliki, dan secara tersirat jelas pula bahwa sumberdaya alam adalah sumberdaya publik. Namun, karena konsep sumberdaya merupakan barang publik, maka Negara mengklaim bahwa sumberdaya alam adalah milik Negara, yang pengelolaannya diatur oleh Negara. Peran Negara sangat dominan, selain klaim kepemilikan, aspek pengelolaan dan pengawasan sumberdaya hutan juga diatur oleh pemerintah. Kepemilikan hutan oleh swasta, hanya sebatas pada hak akses atas sumberdaya hutan. Hak akses ini terdistribusi baik dalam hak milik individual maupun kelompok. Dalam UU Pokok Kehutanan dan peraturan perundang- undangan yang membawahinya, hak akses atas swasta hanya terbatas pada hak penguasaan terhadap sumberdaya hutan, bukan hak memiliki. Terdapat kekuasaan yang besar bagi para pemiliknya dalam mengelola sumberdaya hutan dengan berorientasi pemanfaatan fungsi hutan secara intensif.

2.2. Konservasi Sumberdaya Hutan

Konservasi sumberdaya alam pada hakikatnya adalah upaya pemeliharaan serta pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan bijaksana agar dapat digunakan secara berkelanjutan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wiratno et al. 2004 yang mengemukakan bahwa konservasi adalah pengelolaan kehidupan alam oleh manusia, guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya secara 13 berkelanjutan bagi generasi saat ini, serta memelihara potensinya guna menjamin aspirasi dan kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep konservasi modern yaitu pemeliharaan sekaligus juga pemanfaatan keanekaragaman hayati secara bijaksana. Konsep ini didasarkan adanya dua kebutuhan: 1 kebutuhan untuk merencanakan sumberdaya didasarkan pada inventarisasi secara akurat, dan 2 kebutuhan untuk melakukan tindakan perlindungan agar sumberdaya tidak habis. Berdasarkan definisi International Union for Conservation of Nature and Nature Species IUCN, kawasan konservasi merupakan kawasan daratan danatau perairan yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan dan pelestarian kenanekaragaman hayati sumberdaya alam dan budaya Safitri, 2006 Sumberdaya alam yang sulit tergantikan karena keberadaannya terbatas membuat Pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dengan tujuan mewujudkan kelestarian sumberdaya alam serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus menetapkan hukuman bagi pelanggarnya. Lee et al. 2001 mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan terpenting yang mempengaruhi munculnya konservasi di Indonesia, selain UU No. 5 Tahun 1990 terdapat pula Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 mengenai Kehutanan menggantikan UU No. 5 Tahun 1967 yang memberikan beberapa perubahan dalam kerangka hukum bagi kehutanan salah satunya dengan memberi ketentuan bagi pengelolaan kawasan oleh masyarakat. Undang-undang No 41 Tahun 1999 juga menyebutkan bahwa peraturan konservasi masih berwenang pemerintah pusat. Adapula Peraturan Pemerintah PP, Keputusan Presiden Kepres, dan Keputusan Menteri Kepmen yang mengatur berbagai aspek pengelolaan 14 pelestarian. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut yaitu: PP No. 15 Tahun 1984, PP No. 28 Tahun 1985, PP No. 18 Tahun 1994, PP No. 68 Tahun 1998, Kepres No. 43 Tahun 1978, dan peraturan lainnya yang terkait dengan pengelolaan pelestarian alam. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal konservasi dipengaruhi pula oleh konferensi-konferensi internasional. Wiratno et al. 2004 menyebutkan ada dua konferensi penting yang mempengaruhi kebijakan konservasi di Indonesia. Pertama, World Conservation Strategy tahun 1980, yang menghasilkan sebuah arahan konsep konservasi dunia dengan menghasilkan buku yang berjudul “World Conservation Strategy”. Kedua, Kongres Taman Nasional dan Kawasan Lindung Sedunia ke-III di Bali tahun 1982, yang menghasilkan pembangunan taman nasional di Indonesia sebagai salah satu bentuk kawasan konservasi.

2.3. Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman kumbang sungut panjang (coleoptera: cerambycidae) di kawasan Resort Salak 2 – Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

2 35 80

Manfaat Ekonomi Hasil Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Bagi Masyarakat Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Sukabumi

0 16 70

Struktur Penguasaan Tanah Masyarakat dan Upaya Membangun Kedaulatan Pangan (Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1 13 176

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Kelembagaan Lokal Dalam Pemanfaatan Aren dan Peranan Hasil Gula Aren Bagi Pendapatan Rumahtangga Masyarakat Kasepuhan (Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

0 20 196

Analisis konflik sumberdaya hutan di kawasan konservasi: studi Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

0 21 260

Strategi nafkah masyarakat adat kasepuhan sinar resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

2 18 119

Analisis Stakeholders dan Ekonomi Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH) Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) (Studi Kasus: Desa Puraseda dan Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 28 109

Dampak Penetapan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terhadap Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya

0 8 100

Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial Di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Tnghs) Bogor, Jawa Barat

3 10 42