22
1. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkut dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian
tersebut. 2. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran
sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi 3. Cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang disewa
Pendapatan usahatani mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan bagi petani untuk melanjutkan kegiatannya
sehari-hari dan memberikan kepuasan bagi petani utnuk melanjutkan kegiatannya Soekartawi, 2002. Dengan demikian, pendapatan usahatani yang didapat akan
dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan cara penggunaannya menentukan taraf hidup petani.
2.8. Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelitian Suharni 2010 yang berjudul “ Studi Sosial Ekonomi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pembangunan Hutan Tanaman Pola
Kemitraan HTPK PT Arara Abadi Provinsi Riau” didapatkan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Lubuk Keranji Timur Riau sebelum adanya
rencana pembangunan hutan tanaman pola kemitraan HTPK pada umumnya adalah baik. Rata-rata pendapatan per kapita masyarakat desa lebih tinggi dari
nilai standar garis kemiskinan Sajogyo Rp. 2.240.000. Hubungan sosial antara masyarakat desa sekitar Hutan Tanaman Pola Kemitraan HTPK dan perusahaan
secara umum juga berjalan dengan baik. Persepsi Responden terhadap keberadaan Hutan Tanaman Pola Kemitraan HTPK menurut skala Likert adalah sedang.
Artinya, masyarakat masih ragu untuk menjalankan kemitraan bersama
23
perusahaan karena belum ada sosialisasi lebih lanjut mengenai keberadaan HTPK maupun rencana pembangunan HTPK bersama masyarakat. Sedangkan persepsi
terhadap keberadaan hutan secara umum dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kehidupan masyarakat. Penelitian ini tidak mengkaji pendapatan masyarakat
sebelum rencana pembangunan HTPK dan perkiraan pendapatan setelah adanya pembangunan HTPK.
Adapun Nurhaeni 2009 dalam penelitian yang berjudul “Implikasi Penunjukan Areal Konservasi terhadap Pengelolaan Hutan dan Luas Lahan. Studi
Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Salak Desa Cirompang, Kec.Sobang, Kab.Lebak, Jawa Barat” mengemukakan bahwa Aksesibilitas masyarakat
terhadap hutan saat ini memang terbilang lemah. Masyarakat tidak lagi melakukan penebangan pohon untuk keperluan sehari-hari. Masyarakat hanya menanami
lahan garapannya dengan buah-buahan serta tidak mengkonversikannya menjadi areal persawahan. Luas lahan garapan di Desa Cirompang mengalami penurunan
akibat penunjukan areal konservasi di lahan garapan mereka. Hal ini berimplikasi terhadap penurunan pendapatan Masyarakat Desa Cirompang.
Amandha 2006 melakukan penelitian yang berjudul “Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan Akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak . Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor”.
Berdasarkan hasil penelitian tertutupnya akses masyarakat ke hutan menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat Desa Ciasihan dimana setelah
penutupan akses sebesar 33,33 memiliki tingkat pendapatan antara Rp 500.000 –
Rp 800.000; 30 memiliki tingkat pendapatan antara Rp 250.000-Rp 500.000; dan 16,67 memiliki tingkat pendapatan Rp 1.200.000.
24
Aprianto 2008 melakukan penelitian yang berjudul “Komparasi Tradisional Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Dengan Aturan Formal
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak”. Berdasarkan hasil
penelitian, kearifan tradisional masyarakat adat membagi pengelolaan hutan atas perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan hutan. Masyarakat Kasepuhan
membagi hutan atas hutan tutupan, hutan titipan, dan hutan garapan. Pengelolaan hutan dengan memanfaatkan kearifan tradisional merupakan bentuk pengelolaan
hutan yang bijak. Permasalahan adanya masyarakat adat dalam Taman Nasional adalah bagaimana memperlakukan masyarakat adat secara terintregasi dalam
pengelolaan Taman Nasional. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pengelolaan hutan oleh Masyarakat Kasepuhan dengan pihak TNGHS. Perbedaan tersebut
terjadi dalam pengelolaan hutan di lahan garapan. Masyarakat Kasepuhan membersihkan hutan untuk digunakan sebagai lahan garapan dengan membakar
dan menebang kayu. Kayu yang ditebang digunakan untuk kebutuhan membangun rumah dan kayu bakar. Kegiatan ini bagi Masyarakat Adat
merupakan adat-istiadat. Tetapi Pihak TNGHS menganggap kegiatan tersebut melanggar hukum konservasi.
2.9. Kebaruan Penelitian