66
oleh Negara dan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk, 1 mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan
hasil hutan; 2 menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan 3 mengatur dan menetapkan
hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan- perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selain itu pengaturan pengelolaan Hutan
Halimun secara konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam berdasarkan SK. Menhut No. 175 tahun 2003. Hutan adalah
milik Taman Nasional diperkuat dengan SK. Menhut No. 175 tahun 2003.
6.4. Penyelesaian Konflik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan
Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Adanya illegal logging di Dusun Cimapag yang dilakukan oleh oknum Masyarakat Kasepuhan mendorong adanya konflik antara Pihak TNGHS dan
Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Hal itu terjadi karena adanya kebijakan perluasan kawasan TNGHS yang membuat masyarakat tidak boleh melakukan
penebangan liar lagi. Menurut mereka, tujuan illegal logging tersebut untuk membuka huma
yang merupakan adat istiadat mereka. Namun Pihak TNGHS menganggap penebangan pohon merupakan kegiatan yang merusak hutan. Ditambah kayu yang
berasal dari pohon yang ditebang akan dijual kepada tengkulak. Kemudian Pihak TNGHS menawarkan solusi berupa penghasilan alternatif
agar Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi tidak lagi melakukan penebangan pohon untuk lahan huma maupun untuk dijual kayunya. Solusinya adalah program
Model Kampung Konservasi MKK. MKK adalah upaya kolaboratif yang
67
dibangun Pihak TNGHS bersama Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi untuk membantu dalam pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan ekonomi
alternatif serta penguatan kelembagaan. Namun program ini tidak berhasil sehingga terjadi konflik antara Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar
Resmi. Penyelesaian konflik yang telah dilakukan oleh kedua pihak belum
mendapatkan titik terang. Kedua pihak sama-sama menawarkan perdamaian melalui negosiasi namun tidak disepakati kedua pihak. Kedua pihak
membutuhkan mediator yang dapat mengakomodir semua keinginan masing- masing pihak yang berkonflik agar dapat menemukan penyelesaian yang terbaik.
Pihak TNGHS mengajukan berkas pengelolaan Gunung Halimun kepada Masyarakat Kasepuhan, namun pihak kasepuhan menolak, karena seharusnya
usulan pengelolaan hutan harus berasal dari pihak kasepuhan yang lebih mengetahui kebutuhan masyarakatnya. Selain itu pihak TNGHS sendiri juga akan
mengeluarkan hak ulayat kasepuhan dari wilayah pengelolaan TNGHS. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi bersama LSM RMI Rimbawan Muda
Indonesia sedang mengajukan peraturan daerah PERDA mengenai pengakuan hak adat kepada Pemerintah Daerah. Berkasnya sudah sampai pada tingkat Badan
Legislatif Daerah pada bulan September 2010. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui konflik antara Pihak TNGHS
dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi belum dapat terselesaikan hingga penelitian ini dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya pihak ketiga yaitu
pemerintah daerah sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik tersebut untuk
68
menghasilkan win-win solution bagi Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi.
VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG