72
bagaimana pandangan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi baik atau buruk terhadap kebijakan perluasan kawasan TNGHS.
Masyarakat Kasepuhan mengetahui akan kegiatan perluasan kawasan TNGHS. Adapun kegiatan perluasan kawasan TNGHS belum sepenuhnya
dipahami oleh Masyarakat Kasepuhan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang tidak mengerti akan isi dan makna dari SK Menteri Kehutanan
No. 175Kpts-I2003. Masyarakat hanya tahu bahwa sejak berlakunya SK tersebut, Masyarakat Kasepuhan dilarang menebang pohon di kawasan hutan
perluasan. Jika mereka melanggar maka mereka akan dikenai sanksi. Menurut Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, perluasan kawasan TNGHS
menjadi ancaman bagi mereka. Oleh karena itu, mereka tidak menerima akan keputusan tersebut. Mereka menganggap telah ada aturan adat tentang
pengelolaan sumberdaya hutan. Aturan tersebut diantaranya mensyaratkan ijin sesepuh adat untuk penebangan kayu. Mereka juga mempunyai aturan tradisi
dalam memulai bertani atau membuka lahan huma. Aturan adat membagi hutan menjadi hutan tutupan, titipan, dan garapan. Aturan tersebut berguna untuk
melindungi hutan. Selanjutnya Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi juga berpandangan
bahwa perluasan kawasan TNGHS membawa dampak yang buruk terhadap keberlanjutan adat dan kehidupan mereka. Beberapa warga pernah ditangkap oleh
petugas TNGHS karena menebang kayu. Menurut mereka kayu tersebut adalah hasil tanaman sendiri. Masyarakat Kasepuhan dengan Pihak TNGHS telah
beberapa kali melaksanakan pertemuan. Namun pertemuan tersebut tidak
73
membawa hasil yang baik bagi kedua belah pihak. Pihak TNGHS dan Masyarakat Kasepuhan sering bersitegang terutama terkait perluasan TNGHS.
Perluasan kawasan TNGHS tidak mampu mengubah kebiasaan Masyarakat Kasepuhan dalam sistem pertanian. Masyarakat Kasepuhan masih
tetap mempertahankan adat istiadat dalam membuka lahan huma. Hal itu menjadi suatu tradisi dan kewajiban bagi setiap Masyarakat Kasepuhan. Jika mereka tidak
melakukan hal tersebut, maka mereka akan terkena kemalangan kabendon. Pemerintah telah memberikan bantuan bibit tanaman padi sebagai salah
satu cara agar Masyarakat Kasepuhan tidak menebang pohon atau hanya menanam pada areal yang sudah pernah digarap tidak melaksanakan ladang
berpindah. Masyarakat menolak bantuan bibit padi tersebut karena mereka masih mempertahankan padi varietas lokal. Hal ini dikarenakan beras varietas lokal lebih
tahan lama jika disimpan di dalam leuit. Kondisi tersebut menunjukan bahwa Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi masih melaksanakan sistem pertanian ladang
berpindah.
VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL
GUNUNG HALIMUN SALAK TNGHS 8.1.
Sistem Pertanian Lokal Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi
Sistem pertanian yang dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sudah menjadi bagian dari tradisi adat yang sifatnya turun temurun. Pertanian
ladang huma dan sawah Masyarakat Kasepuhan hanya dilakukan setahun sekali pada bulan September. Hal ini didasarkan pada prinsip Ibu Bumi yang
menganggap bumi tanah sebagai Ibu dan pada hakikatnya seorang Ibu hanya dapat melahirkan setahun sekali.
Varietas padi yang ditanam merupakan padi lokal yang biasa disebut pare ageung. Varietas padi tersebut memiliki perbedaan dengan varietas padi pada
umumnya. Perbedaan yang mencolok pada usia tanam, tinggi tanaman, dan bulir- bulir padi yang memiliki bulu halus berwarna hitam. Pemerintah telah mencoba
untuk mengganti padi lokal dengan padi verietas unggulan tetapi masyarakat menolak dengan alasan padi lokal lebih baik dan cocok dengan kondisi iklim dan
topografi Desa Sirna Resmi. Terdapat beberapa jenis varietas padi lokal yang disesuaikan dengan jenis lahan yang digunakan Tabel 18.
Tabel 18. Varietas Padi Lokal dan Jenis Lahan yang Digunakan
Jenis Lahan Varietas Padi Lokal
Huma Pare Batu, Jamudin, Loyor, dan Gadog.
Sawah Tadah Hujan Pare Hawara, Cere Buni, dan Sadam.
Sawah Setengah Irigasi
Sri Kuning, Sri Mahi, Raja Denok, Raja Wesi, Para Nemol, Angsana, Para Terong, Tampeu, Pare Jambu,
Pare Peteu, Cere Layung, Cere Gelas, dan Cere Kawat.
Sumber : Tokoh Adat Kasepuhan Sinar Resmi 2011
Terdapat 46 varietas padi yang dimiliki Kasepuhan Sinar Resmi. Setiap kali panen, warga memisahkan dua pocong padi untuk diserahkan pada sesepuh girang
75
sebagai tatali untuk kemudian disimpan di lumbung komunal yang disebut Leuit Si Jimat. Padi ini disimpan sebagai cadangan makanan bila musim paceklik
datang bisa dipinjamkan kepada warga yang kekurangan beras, dan dikembalikan dalam jumlah yang sama. Leuit Si Jimat selain berfungsi sebagai tempat cadangan
padi warga, lumbung ini juga digunakan dalam upacara adat Seren Tahun setiap tahun sebagai tempat menyimpan indung pare Ibu Padi.
Jenis lahan pertanian yang terdapat di Masyarakat Kasepuhan terdiri dari tiga jenis lahan yaitu: lahan kering atau huma, sawah tadah hujan, dan sawah
setengah irigasi. Huma merupakan sistem pertanian yang secara turun-temurun diwariskan oleh leluhur mereka. Lahan yang digunakan dalam huma yaitu lahan
kering yang biasanya cara penanaman padi berada disela-sela tanaman hutan. Adapun perbedaan antara sawah tadah hujan dan setengah irigasi adalah sumber
airnya. Sawah tadah hujan berasal dari air hujan, sedangkan sawah setengah irigasi dari mata air dengan irigasi yang masih sederhana. Sawah tadah hujan lebih
mendominasi dibandingkan sawah setengah irigasi karena tidak ada infrastruktur irigasi yang memadai. Adapun sistem pengeloaan pertanian Masyarakat
Kasepuhan Sinar Resmi terdiri dari sistem Maro dan sistem Ngepak. 1.
Maro, sistem pengelolaan pertanian dengan membagi dua hasil panen setelah dipotong modal.
2. Ngepak, sistem pengelolaan pertanian 5:1 yang artinya bila mendapat hasil
lima ikat, maka satu ikat untuk petani penggarap sedangkan empat ikat untuk petani pemilik lahan.
Dalam menggarap lahan pertanian, kedudukan laki-laki dan perempuan seimbang, saling bekerjasama, dan ada bagian yang harus dikerjakan oleh laki-laki dan