58
kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan 3 mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-
perbuatan hukum mengenai kehutanan. Hak kepemilikan taman nasional, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat
3 UUD 1945: “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Menurut pasal 34 UU No 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam
dan Ekosistemnya, pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Kementrian Kehutanan Hanafi et al., 2004
6.2. Pelaksanaan Model Kampung Konservasi MKK
Perluasan TNGHS dinilai menjadi ancaman bagi Masyarakat Kasepuhan karena akses yang terbatas dalam melakukan kegiatan pertanian. Oleh karena itu
pihak TNGHS mencoba untuk membangun upaya kolaboratif dengan Masyarakat Kasepuhan berupa program MKK. MKK dilaksanakan tahun 2005 di Desa Sirna
Resmi tepatnya di kampung Cimapag. Hal ini dikarenakan lokasi kerusakan hutan yang serius yakni Blok Pondok Injuk terletak di Kampung Cimapag.
Menurut Lembanasari 2006 kampung konservasi merupakan komunitas tertentu yang mampu hidup bersama alam, dan didalamnya dilakukan kegiatan
perlindungan secara mandiri, mampu menjaga ekosistem dan secara ekonomi bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat atau berlangsungnya pemanfaatan
sumberdaya hayati di dalam kawasan konservasi secara berkelanjutan. Kegiatan MKK dilakukan untuk tujuan konservasi dan kesejahteraan masyarakat yang
didasarkan melalui strategi penyelesaian konflik dan penguatan kelembagaan, strategi pemulihan kawasan bersama masyarakat dan strategi pengembangan
59
ekonomi masyarakat Supriyanto dan Ekariyono, 2007. Strategi tersebut dilakukan oleh pihak TNGHS sebagai suatu kerangka kebijakan dan strategi
pendekatan kepada Masyarakat Kasepuhan yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan kawasan TNGHS.
MKK merupakan suatu program yang sifatnya proyek antara TNGHS dengan Japan International Cooperation Agency JICA dengan melibatkan
pertisipasi aktif dari Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Alat yang digunakan dalam Model Kampung Konservasi yaitu melakukan observasi bersama dengan
masyarakat lokal untuk monitoring situasi kawasan; membuat jaringan komunikasi yang kuat antara komunitas lokal, Lembaga Swadaya Masyarakat
LSM dan TNGHS; melakukan restorasi atau rehabilitasi kawasan TNGHS yang rusak dengan melibatkan masyarakat lokal; dan bekerjasama dengan Pemerintah
Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di TNGHS Harmita, 2009. Berikut adalah kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam program MKK di
Kampung Cimapag : 1.
Pemberian bantuan bibit tanaman Pemberian bantuan bibit tanaman ini merupakan kerjasama dengan Dinas
Kehutanan. Bibit tanaman yang diberikan adalah bibit pohon aren dan tanaman kayu seperti Puspa Schima walichii, Rasamala Altingia excelsa
dan Huru Litsea tomentosa. Selain itu Dinas Pertanian juga memberikan bantuan bibit padi varietas unggul untuk meningkatkan hasil pertanian
masyarakat. Namun Masyarakat Kasepuhan menolak hal ini, karena padi lokal lebih baik daripada padi milik pemerintah.
60
2. Pembentukan kelompok MKK
Pembentukan kelompok MKK terdiri atas 20 orang tiap kelompok. Setelah pembagian kelompok MKK, dilakukan pelatihan pembuatan proposal oleh
fasilitator Pihak TNGHS dan LSM JICA yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok MKK untuk pengajuan dana usaha kegiatan ekonomi tambahan
seperti peternakan, perikanan, warung kelontongan, dan kerajinan. Tabel 14 menunjukan Kelompok Model Kampung Konservasi MKK di Dusun
Cimapag. Pada awal pembentukan MKK tahun 2005 di Dusun Cimapag terdapat empat kelompok MKK. Kelompok MKK yang terbentuk mengalami
penurunan menjadi dua kelompok dikarenakan kurangnya kontrol dari pihak TNGHS. Selain itu, dalam pelaksanaan MKK ini tidak membahas mengenai
hukum adat yang menjadi prinsip hidup Masyarakat Kasepuhan dalam keterkaitannya dengan alam.
Tabel 14. Kelompok Model Kampung Konservasi MKK Dusun Cimapag Tahun 2011
Kelompok Jenis Usaha
Kelompok A Usaha dagang
kelontongan Kelompok B
Kerajinan kayu
3. Pemulihan sumberdaya alam di kawasan Pondok Injuk
Kegiatan ini dilaksanakan karena Masyarakat Kasepuhan yang menjadi buruh tengkulak kayu di Sukabumi banyak melakukan illegal logging di kawasan
Pondok Injuk. Hal ini mengakibatkan hutan Pondok Injuk rusak, seperti penuturan Bapak ZN 40 tahun sebagai ketua MKK atas semua kelompok
yang ada di Dusun Cimapag.
61
“Masyarakat menjadi kambing hitam atas rusaknya hutan Pondok Injuk. Padahal yang melakukan kegiatan illegal
logging adalah para cukong tengkulak kayu di Sukabumi. Masyarakat terpaksa menjadi buruh para tengkulak besar
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam satu hari bisa ditemukan 20 chain saw di hutan Pondok Injuk. Kegiatan
ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2000 sampai 2003 ketika Menteri Kehutanan mengeluarkan SK perluasan
kawasan TNGHS”. Kegiatan pengamanan kawasan Pondok Injuk melibatkan peran
Masyarakat Kasepuhan dan polisi hutan TNGHS yang dilaksanakan sekitar dua kali dalam satu minggu.
Kegiatan MKK yang dilakukan di Kampung Cimapag sudah berlangsung sejak tahun 2005. Kegiatan MKK merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
melindungi kawasan konservasi yang diikuti dengan peningkatan ekonomi masyarakat melalui alternatif usaha ekonomi. Masyarakat di Kampung Cimapag
memanfaatkan Sumberdaya Alam SDA diantaranya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut ini adalah bentuk pemanfaatan SDA oleh Masyarakat
Kasepuhan Sinar Resmi : 1.
Air untuk sawah dan kebutuhan rumah tangga; 2.
Kayu untuk bahan bangunan rumah, kandang dan kayu bakar; 3.
Bambu untuk bahan kerajinan, jemuran lantayan, bahan bangunan rumah dan kandang;
4. Injuk dan Kiray untuk bahan atap rumah;
62
5. Pucuk rotan untuk upacara nganyaran;
6. Rotan untuk membuat kaneron tas perlengkapan kerja petani;
7. Pakis-pakisan untuk membuat kerajinan gelang, pengikat sarung golok;
8. Aren diambil nira untuk gula.
Masyarakat memiliki aturan adat tentang pengelolaan sumberdaya alam. Aturan tersebut di antaranya mensyaratkan ijin sesepuh adat untuk penebangan
kayu. Mereka juga mempunyai aturan tradisi dalam memulai bertani dan membuka lahan. Selain itu, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mereka
membagi hutan menjadi hutan tutupan, titipan dan garapan. Di Kampung Cimapag telah ditemukan beberapa ancaman dan potensi sebagai berikut :
1. Pola pengelolaan sumberdaya alam masih kuat contohnya huma dan talun;
2. Masyarakat banyak membuka lahan pertanian di hutan Pondok Injuk;
3. Pemerintah tidak memiliki tapal batas wilayah hutan yang jelas;
4. Masih memiliki perspektif sendiri dalam sistem zonasi leuweung titipan,
leuweung tutupan dan leuweung garapan. Dari ancaman dan potensi tersebut muncul beberapa rekomendasi berikut :
1. Masyarakat Kasepuhan dan pihak Taman Nasional perlu mengambil tindakan
segera pengelolaan sumberdaya alam di kawasan Pondok Injuk; 2.
Penegakan hukum bagi pelaku penebangan liar harus benar-benar dijalankan; 3.
Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melakukan pemasaran produk hutan non kayu gula semut, kapol dan kerajinan melalui pelatihan dan
pendampingan secara berkelanjutan.
63
6.3. Konflik Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Pihak Taman