Low Income Countries Berbeda dengan Brunei, Singapura, dan Malaysia, negara Laos,

besar terhadap suku bunga domestik dan akan berefek pada nilai tukar. Hal ini menyebabkan pada kedua negara ini terjadi twin deficit. Pada Indonesia, secara umum pertumbuhan suku bunganya lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan GDP. Ini menunjukkan masih kurangnya sinkronisasi antara kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia. Kecederungan yang terjadi di Indonesia adalah, pemerintah cenderung melakukan kebijakan moneter yang ekspansioner akan tetapi bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia cenderung menerapkan kebijakan moneter yang kontraksioner untuk mengurangi tingkat inflasi dengan cara meningkatkan tingkat suku bunga. Hal ini menunjukkan bahwa otoritas fiskal dan moneter di Indonesia cenderung mengejar tujuannya masing-masing, tidak seperti pada Malaysia yang saling melengkapi satu sama lain. Hal ini mengakibatkan pada Indonesia terjadi twin deficit.

c. Low Income Countries Berbeda dengan Brunei, Singapura, dan Malaysia, negara Laos,

Myanmar , dan Vietnam sering mengalami defisit pada anggaran pemerintah dan current account sehingga tidak dapat memanfaatkan surplus dari periode sebelumnya. Laos, Myanmar, dan Vietnam merupakan negara-negara di ASEAN yang memiliki pendapatan perkapita yang rendah dan memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan pada negara-negara lain di ASEAN, hal ini mengakibatkan apabila pemerintah melakukan kebijakan fiskal expansioner meningkatkan defisit fiskal walau secara teoritis konsumsi masyarakat seharusnya meningkat, namun pada negara-negara ini tidak terjadi peningkatan secara signifikan. Tingkat konsumsi yang tidak meningkat secara signifikan tersebut mengakibatkan defisit anggaran pemerintah tidak memperburuk defisit perdagangan karena nilai impor tidak terlalu dipengaruhi oleh konsumsi domestik 15 . Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Lampiran 7 menggambarkan perbandingan pertumbuhan GDP dengan pertumbuhan konsumsi. Sesuai dengan penelitian Corsetti dan Muller 2006, perbandingan antara pertumbuhan konsumsi dan pertumbuhan GDP dapat 15 Jika konsumsi tinggi dan produksi domestik tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi tersebut, maka suatu negara perlu melakukan impor. Jika ini terjadi maka defisit current account akan meningkat karena terjadi peningkatan impor. menjadi indikator adanya pengaruh kebijakan fiskal terhadap kebijakan perdagangan internasional. Pada Negara Laos dan Myanmar terlihat bahwa pertumbuhan konsumsi pada umumnya lebih rendah daripada pertumbuhan GDP. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kebijakan fiskal pada negara ini tidak cukup mempengaruhi konsumsi karena daya beli masyarakat yang masih rendah. Rendahnya konsumsi ini menyebabkan kebijakan fiskal yang ekspansioner tidak akan menyebabkan peningkatan impor memperburuk defisit current account. Hampir sama dengan Laos dan Myanmar, pada Vietnam, pertumbuhan konsumsi sama dengan pertumbuhan GDP. Karena pertumbuhan konsumsi tidak melebihi pertumbuhan GDP, maka pemerintah di negara ini tidak perlu melakukan impor dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Pada Kamboja, kondisinya berbeda dibandingkan dengan Laos, Myanmar, dan Vietnam. Pertumbuhan konsumsi di negara ini seringkali lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan GDP, sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut, maka pemerintah Kamboja banyak melakukan impor. Kondisi ini yang mengakibatkan terjadinya twin deficit di Kamboja, karena kebijakan fiskal ekspansioner di Kamboja berdampak pada peningkatan impor memperburuk defisit current account. Penemuan lainnya pada penelitian ini adalah negara-negara ASEAN yang tidak mengalami twin deficit adalah negara-negara yang cenderung menggunakan fixed exchange rate atau tight flexible exchange rate. Sebaliknya, negara yang mengalami twin deficit adalah negara-negara yang cenderung menerapkan flexible exchange rate. Hal ini dikarenakan bila menggunakan flexible exchange rate maka dapat terjadi transmisi dari anggaran pemerintah kepada nilai tukar dan perubahan nilai tukar akan mempengaruhi current account. 5.8 Hubungan Nilai Tukar ER terhadap Anggaran Pemerintah BD dan Current Account CA a. Anggaran Pemerintah mempengaruhi Nilai Tukar Anggaran pemerintah dikatakan mempengaruhi nilai tukar BDER jika selain hubungannya terlihat pada uji kausalitas, nilai tukar memberikan respon terhadap guncangan anggaran pemerintah dan variabel anggaran pemerintah memberi pengaruh yang cukup besar terhadap nilai tukar. Berdasarkan kriteria tersebut maka hubungan BDER secara signifikan terbukti terjadi pada negara Vietnam . Berdasarkan hasil penguji FEVD, sejak tahun ke 3 dan seterusnya periode ke 12 dan seterusnya sekitar 10 persen-16 persen nilai tukar di Vietnam dipengaruhi oleh anggaran pemerintah dan berdasarkan hasil uji guncangan pada anggaran pemerintah BD, nilai tukar merespon positif walau terlihat peningkatannya cukup tipis hanya sekitar 0,001 persen. Hal ini dikarenakan intervensi pemerintah terhadap nilai tukar cukup tinggi, sehingga bila terjadi guncangan pada anggaran pemerintah misalnya karena peningkatan defisit anggaran pemerintah maka pemerintah akan meningkatkan nilai tukar merevaluasi nilai tukar. Pemerintah Vietnam memiliki hutang luar negeri yang cukup besar sekitar 31 persen-53 persen dari GDP, pemerintah Vietnam melakukan revaluasi agar beban untuk membayar hutang tidak terlalu besar. Akan tetapi, pengaruh guncangan anggaran pemerintah pada nilai tukar tidak terlalu besar karena kebijakan ini jarang dilakukan oleh pemerintah Vietnam. Pemerintah Vietnam lebih sering melakukan devaluasi mata uangnya dibandingkan merevaluasi mata uang mereka untuk kepentingan perdagangan internasional mereka 16 . Kebijakan ini yang menyebabkan pengaruh current account terhadap perubahan nilai tukar lebih besar dan dominan dibandingkan pengaruh anggaran pemerintah.

b. Current Account mempengaruhi Nilai Tukar