pencetakan uang. Selain itu, otoritas moneter Malaysia mampu menetapkan kebijakan moneter yang sesuai dengan kondisi perekonomian dalam negeri
sehingga bisa menutupi kelemahan dari kebijakan fiskal yang terjadi Sriyana, 2005.
c. Low Income Countries
Berdasarkan hasil simulasi IRF pada negara Low income countries di
ASEAN Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Pada Kamboja, terlihat
bahwa ketika anggaran pemerintah mengalami guncangan, terjadi penurunan nilai current account pada periode pertama hingga kelima kuartal pertama hingga
kelima sebesar sekitar 0,02 persen lalu meningkat pada tahun keenam hingga periode ketigabelas lalu kembali menurun dan kembali stabil pada periode ke-29
sekitar tahun ketujuh.
Sedangkan pada Laos, ketika terjadi guncangan pada anggaran
pemerintah, terjadi peningkatan current account hingga periode kelima kuartal kelima sebesar 0,02 persen lalu kemudian menurun dan mulai stabil pada periode
ke-37 sekitar tahun kesembilan.
Pada Myanmar, ketika terjadi guncangan pada anggaran pemerintah, pada
periode pertama hingga delapan tahun pertama hingga tahun kedua terjadi penurunan current acccount sebesar 0,007 persen lalu meningkat hingga periode
ketigabelas sebesar 0.001112 persen dan terus berfluktuatif hingga akhirnya mulai stabil pada periode ke 61 sekitar tahun kelimabelas.
Temuan lainnya yang diperoleh dengan menggunakan simulasi IRF ini adalah. respon nilai tukar terhadap guncangan anggaran pemerintah pada
Kamboja dan Laos, namun pada negara Myanmar, pada periode pertama nilai tukar sempat menurun namun langsung meningkat hingga periode kelima dan
kembali menurun hingga mulai stabil pada periode ke-40 tahun kesepuluh. pada negara Vietnam, pada periode pertama hingga sembilan nilai tukar meningkat lalu
setelah itu.
Pada Vietnam, ketika terjadi guncangan pada anggaran pemerintah, pada
periode kedua hingga kelimabelas terjadi penurunan current acccount sebesar sekitar 0,9 persen kemudian akan mengalami peningkatan mulai pada periode
periode kesepuluh hingga ke-21 lalu kembali menurun dan stabil mulai pada periode ke-49 sekitar tahun keduabelas.
Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa pada negara low income countries guncangan anggaran pemerintah menyebabkan penurunan current account pada
awal-awal periode guncangan kecuali pada Laos, sama seperti pada negara middle income, namun waktu yang dibutuhkan oleh negara low income countries
untuk kembali menstabilkan guncangan tersebut lebih lama dibandingkan pada high income countries.
a b
c d
Ket: a. Kamboja, b. Laos, c. Myanmar, d. Vietnam
Gambar 5.3. Respon CA dan ER terhadap Guncangan BD Pada ASEAN Low Income Countries
Ketika variabel BD mengalami guncangan, respon CA maupun ER untuk stabil membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan pada negara-negara
high income dan middle income dikarenakan adanya ketidakstabilan sosial politik dalam negeri sehingga pemerintah kurang terfokus terhadap kebijakan fiskal
maupun kebijakan perdagangan internasionalnya Setyawan, 2010.
5.5.2. Analisis Impulse Response Function IRF Guncangan Current Account
CA terhadap Anggaran Pemerintah BD dan nilai tukar ER
Secara umum, ketika CA diberi guncangan, pada awal periode terjadi kenaikan anggaran pemerintah BD pada negara Brunei Darussalam, Singapura,
Indonesia, Kamboja, Laos, dan Vietnam. Kondisi ini tidak sesuai dengan teori current account targetting yang menyatakan bahwa jika terjadi guncangan current
account misalnya jika terjadi defisit current account maka terjadi penurunan anggaran pemerintah.
Hal tersebut menunjukkan pada negara-negara ini defisit current account tidak menyebabkan defisit anggaran pemerintah. Sedangkan pada negara
Malaysia, Filipina, Thailand, dan Myanmar, ketika terjadi guncangan pada CA, terjadi penurunan anggaran pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa walau respon
BD terhadap guncangan CA pada negara-negara ini tidak terlalu besar, akan tetapi jika terjadi guncangan pada current account maka akan diikuti oleh penurunan
pada anggaran pemerintah. Sama halnya dengan apabila terjadi guncangan pada BD, ketika terjadi
guncangan pada CA, negara high income Brunei dan Singapura lebih cepat dalam menstabilkan guncangan CA yang disebabkan oleh guncangan BD
dibandingkan pada negara-negara middle income dan low income. Hal ini dikarenakan, Brunei dan Singapura memiliki akumulasi surplus yang cukup untuk
mengurangi guncangan-guncangan yang disebabkan oleh guncangan current account.
Temuan lainnya adalah respon nilai tukar ketika terjadi guncangan pada current account, nilai tukar tidak terlalu merespon guncangan tersebut, kecuali
pada Kamboja dan Vietnam yang mengalami depresiasi nilai tukar pada awal periode dikarenakan kedua negara ini menerapkan kebijakan devaluasi mata uang
untuk meningkatkan ekspor mereka pada awal tahun 90-an. Sedangkan pada negara Filipina dan Myanmar, nilai tukar terapresiasi. Hal ini dikarenakan, pada
awal periode 90-an, walau secara formal menggunakan rezim floating exchange rate, pemerintah kedua negara ini masih mengintervensi nilai tukar pada awal
periode sehingga nilai tukar dapat menguat Cavoli, 2010 .
a. High Income Countries