kembali stabil. Selain itu, respon nilai tukar terhadap guncangan anggaran pemerintah pada kedua negara ini tidak terlalu terlihat.
a b
Ket: a. Brunei Darussalam, b. Singapura
Gambar 5.1. Respon CA dan ER terhadap Guncangan BD Pada ASEAN High Income Countries
b. Middle Income Countries
Berdasarkan hasil simulasi IRF pada negara Middle income countries di
ASEAN Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Pada Indonesia, terlihat
bahwa ketika anggaran pemerintah mengalami guncangan, mulai terjadi penurunan nilai current account pada periode ketiga tahun ketiga lalu meningkat
pada tahun kelima setelah itu current account akan terus mengalami guncangan namun tidak sebesar pada periode ketiga hingga kelima dan akan kembali stabil
pada periode ketigabelas tahun ketigabelas.
Sedangkan pada Malaysia, ketika terjadi guncangan pada anggaran
pemerintah, terjadi penurunan current account hingga periode kelima tahun kelima sebesar 0,009 persen namun langsung meningkat pada periode keenam
tahun keenam dan mulai kembali stabil pada periode kesepuluh tahun kesepuluh.
Pada Filipina, ketika terjadi guncangan pada anggaran pemerintah, pada
periode pertama hingga kedua kuartal pertama hingga kedua terjadi penurunan current acccount sebesar -0,03 persen dan terus berfluktuatif hingga akhirnya
mulai stabil pada periode ke 37 sekitar tahun kesembilan.
Pada Thailand, ketika terjadi guncangan pada anggaran pemerintah, pada
periode kedua tahun kedua hingga periode kelima tahun kelima terjadi penurunan current acccount sebesar sekitar -0,02 persen kemudian akan
mengalami peningkatan mulai pada periode kelima hingga kedelapan lalu kembali menurun dan stabil mulai pada periode keduapuluh tahun keduapuluh.
Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa pada negara middle income countries guncangan anggaran pemerintah direspon negatif oleh current account,
namun waktu yang dibutuhkan oleh negara middle income countries untuk kembali menstabilkan guncangan tersebut lebih lama dibandingkan pada high
income countries. Temuan lainnya yang diperoleh dengan menggunakan simulasi IRF ini
adalah. respon nilai tukar terhadap guncangan anggaran pemerintah pada keempat negara ini tidak terlalu terlihat.
a b
c d
Ket: a. Indonesia, b. Malaysia, c. Filipina, d. Thailand
Gambar 5.2. Respon CA dan ER terhadap Guncangan BD Pada ASEAN Middle Income Countries
Pada Indonesia, nilai current account dan nilai tukar membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk stabil dikarenakan kebijakan fiskal di dalam negeri masih kurang efektif. Berdasarkan hasil penelitian Nizar 2010, hal ini
dikarenakan pemerintah Indonesia seringkali melakukan kebijakan ekspansi fiskal dengan meningkatkan belanja negara, akan tetapi pada saat yang bersamaan
pemerintah juga melakukan kebijakan fiskal yang contractionary untuk
meningkatkan penerimaan negara. Kebijakan fiskal di Indonesia menjadi tidak konsisten dan tidak sesuai dengan kondisi perekonomian. Hal ini mengakibatkan
kebijakan fiskal membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menstabilkan kondisi perekonomian negara.
Pada Filipina, nilai current account dan nilai tukar membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk stabil selain karena masalah politik dalam negeri yang tidak stabil, juga dikarenakan pemerintah Filipina gagal untuk meningkatkan
penerimaan fiskal dari sektor pajak dan tidak dapat meningkatkan belanja pemerintah dikarenakan keterbatasan anggaran pemerintah Montes,2002.
Pada Thailand, nilai current account dan nilai tukar membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk stabil karena pemerintah Thailand cenderung melakukan kebijakan fiskal yang ekspansioner dengan meningkatkan belanja pemerintah.
Akan tetapi, peningkatan belanja pemerintah tersebut digunakan untuk membiayai para politisi dan membangun berbagai mega proyek di dalam negeri yang
membutuhkan waktu pembangunan cukup lama namun tidak langsung memberikan hasil terhadap perekonomian sehingga hampir serupa dengan apa
yang terjadi di Indonesia kebijakan fiskal kebijakan fiskal membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menstabilkan kondisi perekonomian negara Pupphavesa,
2002. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, ketiga negara ini juga
memiliki kesamaan yaitu sama-sama membiayai defisit mereka dengan hutang luar negeri dan melakukan pencetakan uang yang akan berakibat kepada
meningkatnya tingkat inflasi, serta adanya kebijakan moneter yang tidak sinkron dengan kebijakan fiskal sehingga ketika kebijakan fiskal tidakkurang efektif,
kebijakan moneter di negara yang bersangkutan juga tidak berjalan dengan baik Tang, Hsiao et al, 2010
Sebagai sesama negara middle income, Malaysia menunjukkan kondisi
yang berbeda dibandingkan pada Indonesia, Filipina, dan Thailand karena menunjukan kondisi IRF yang lebih stabil ketika variabel BD diberi guncangan.
Hal ini disebabkan ketika terjadi defisit anggaran pemerintah, pemerintah Malaysia berusaha terlebih dahulu menutupi defisit tersebut dengan menggunakan
pajak baru kemudian menggunakan hutang luar negeri atau melakukan
pencetakan uang. Selain itu, otoritas moneter Malaysia mampu menetapkan kebijakan moneter yang sesuai dengan kondisi perekonomian dalam negeri
sehingga bisa menutupi kelemahan dari kebijakan fiskal yang terjadi Sriyana, 2005.
c. Low Income Countries