3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being
Menurut Ryff 1989, psychological well-being dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Usia
Semakin bertambah usia seseorang ia semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring
dengan pertumbuhan usia. Oleh karenanya, individu tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya.
Individu yang berada dalam usia dewasa akhir memiliki skor psychological well-being yang lebih rendah dalam dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan diri, individu yang
berada pada usia dewasa madya memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan, individu yang berada dalam usia dewasa
awal memiliki skor yang lebih rendah dalam dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam
dimensi pertumbuhan diri. Dimensi pertumbuhan diri merupakan satu-satunya dimensi yang tidak memperlihatkan adanya perbedaan seiring dengan pertumbuhan usia.
b. Jenis Kelamin
Dimensi yang menunjukkan perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan adalah dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sejak kecil, stereotip gender telah
ditanamkan dalam diri anak. Anak laki-laki digambarkan sebagai sosok agresif dan mandiri. Anak perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, serta
sensitif terhadap perasaan orang lain Papalia, dkk, 2001. Sifat-sifat stereotip ini akhirnya terbawa oleh individu hingga dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan
tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya perempuan terbiasa untuk membina keadaan harmonis dengan orang-orang di sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Status sosial
Status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Individu yang memiliki status sosial-
ekonomi yang rendah cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status sosial-ekonomi yang lebih baik dari dirinya. Menurut Davis dalam
Andrews Robinson, 1991, individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well-
being yang lebih tinggi. d.
Budaya Sistem nilai yang bersifat individualis dapat memberi dampak terhadap psychological
well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang
menjunjung tinggi kolektivitas memiliki skor lebih tinggi pada hubungan positif dengan orang lain.
C. Well-Being Therapy