Sumberdaya Ikan Layang Analisis investasi optimal pemanfaatan sumberdaya ikan layang (decapterus spp) di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

per tahun di Laut Arafura dan 25,8 ton per tahun di Samudera Hindia Dahuri, 2002. Untuk keberlanjutan usaha perikanan tangkap, diperlukan tindakan-tindakan pengelolaan, karena : 1 Perikanan tangkap berbasis pada sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui renewable, namun dapat mengalami deplesi atau kepunahan. Sumberdaya ikan memiliki kelimpahan yang terbatas, sesuai carryng capacity habitatnya. 2 Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumber daya milik bersama common property yang rawan terhadap tangkap lebih overfishing. 3 Pemanfaatan sumberdaya ikan dapat merupakan sumber konflik di daerah penangkapan ikan maupun dalam pemasaran hasil tangkapan. 4 Usaha penangkapan haruslah menguntungkan dan mampu memberi kehidupan yang layak bagi para nelayan, yang melebihi kapasitas akan menimbulkan kemiskinan para nelayan. 5 Kemampuan modal, teknologi dan akses informasi yang berbeda antar nelayan cenderung menimbulkan kesenjangan dan konflik. 6 Usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan konflik dengan sub sektor lainnya, khususnya dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut Monintja dan Yusfiandayani, 2001.

2.3 Sumberdaya Ikan Layang

Salah satu ikan pelagis kecil yang mempunyai arti penting bagi perikanan Indonesia adalah ikan layang yang terdiri dari ikan layang jenis Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma. Berdasarkan statistik perikanan kedua jenis ikan layang tersebut dimasukan dalam satu kategori yaitu Decapterus spp Widodo, 1988. Ikan layang selain hidup diperairan berkadar garam yang relatif tinggi yaitu 32-34‰, ikan ini hidup bergerombol seperti ikan pelagis kecil lainnya antara lain ikan kembung Rastrelliger spp, selar Selaroiders spp, teri Stolephorus spp, japuh Dussumieria spp, tembang Sardinella fimbriata, dan lemuru Sardinella longiceps. Ikan layang termasuk ikan yang mampu bergerak sangat cepat di air laut, karena bentuknya seperti cerutu dan sisiknya sangat halus. Ikan ini banyak terdapat diperairan yang mempunyai jarak 37-56 km dari pantai, dan mempunyai salinitas optimum berkisar antara 32-33‰, dan dalam kehidupannya dipengaruhi oleh musim. Ikan layang memiliki ukuran maksimum 30 cm dan ukuran umumnya adalah 20-25 cm, selain itu ikan layang muncul di permukaan karena dipengaruhi oleh migrasi harian dari organisme lain yang terdapat di suatu perairan. Pada siang hari gerombolan-gerombolan ikan bergerak ke lapisan atas, yang disebabkan oleh adanya perpindahan masal dari plankton nabati yang diikuti oleh plankton hewani dan binatang-binatang yang lebih besar termasuk ikan Asikin, 1971. Makanan ikan layang terdiri dari copepoda 39 , crutacea 31 dan organisme lainnya 30 . Ikan layang memijah pada perairan dengan suhu minimum sebesar 17 C dan umumnya melakukan pemijahan sebanyak dua kali pertahun dengan puncak pemijahan pada bulan MaretApril dan bulan AgustusSeptember. 2.4 Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tangkap Berkelanjutan Ketersediaan sumberdaya stock ikan dengan tingkat penangkapan pada setiap wilayah penangkapan ikan fishing ground sangat penting untuk menjamin sistem usaha perikanan tangkap yang efisien secara berkelanjutan. Mengingat sumberdaya perikanan sebagaimana sumberdaya alam lainnya merupakan aset negara yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan suatu bangsa wealth of nation. Sumberdaya perikanan tangkap merupakan sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui, maka tingkat penangkapannya tidak boleh melebihi potensi lestarinya maximum sustainable yield, MSY. Apabila terjadi tangkap lebih overfishing, akibatnya terjadi penurunan hasil tangkapan per satuan upaya catch per unit effort , CPUE yang akhirnya akan mengakibatkan penurunan pendapatan nelayan. Wilayah penangkapan ikan yang sudah mengalami tangkap lebih, seperti Pantai Utara Jawa, Pantai Selatan Sulawesi, dan sebagian Selat Malaka. Apabila tingkat penangkapan dibawah potensi lestari MSY, maka terjadi kondisi yang kurang optimal underutilization seperti yang terjadi di daerah Selat Makasar dan Laut Flores untuk jenis-jenis ikan pelagis besar, pelagis kecil, dan ikan demersal, sedangkan untuk Laut Seram dan Teluk Tomini terdapat ikan- ikan pelagis besar, pelagis kecil, ikan karang, lobster, dan cumi-cumi, termasuk di Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik Dahuri, 2003. Pemanfaatan sumber daya pesisir khususnya perikanan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Oleh sebab itu pengelolaannya harus dapat memberikan manfaat secara sosial maupun ekonomi dalam paradigma keberlanjutan. Beberapa paradigma keberlanjutan menurut Charles 2001 diacu dalam Adrianto 2004 yaitu ; 1 ecological sustainability adalah paradigma keberlanjutan perikanan yang memelihara sumberdaya alamnya secara stabil dengan tidak mengeksploitasi sumberdaya yang melampaui batas generasinya, menjaga kelestarian lingkungan dengan menghindari terjadinya pencemaran, dan memelihara kelestarian dan keanekaragaman hayati biodiversity ; 2 socioeconomic sustainability , dalam paradigma ini keberlanjutan perikanan secara sosial dan ekonomi dimana seluruh kebutuhan dasar bagi masyarakat terpenuhi, adanya kesempatan kerja, distribusi pendapatan yang adil, keseimbangan produksi di sektor primer, dan memelihara kelangsungan ekonomi secara keseluruhan ; 3 community sustainability adalah keberlanjutan perikanan dicapai melalui pendekatan “kemasyarakatan” artinya keberlanjutan perikanan diupayakan dengan memberi perhatian utama pada aspek keberlanjutan masyarakat perikanan sebagai sebuah sistem komunitas. Konsep-konsep traditional fisheries yang terbukti mampu melakukan self-control terhadap hasil tangkap, penggunaan teknologi yang sesuai, tingkat kolektivitas yang tinggi antara anggota komunitas perikanan, dan adanya traditional knowledge yang mencerminkan upaya ketahanan perikanan dalam jangka panjang long-term resilience menjadi variabel yang penting dalam paradigma ini. Dengan demikian, perikanan ya ng berkelanjutan bukan semata- mata ditujukan untuk kepentingan kelestarian ikan itu sendiri as fish atau keuntungan ekonomi semata as rents tetapi secara seimbang juga memperhatikan persoalan keberlanjutan komunitas perikanan sustainable community, dan 4 institutional sustainability yaitu mencakup kualitas keberlanjutan dari perangkat regulasi, kebijakan dan organisasi untuk mendukung tercapainya keberlanjutan perikanan itu sendiri. Dalam konteks ini, tujuan yang diharapkan adalah tujuan keberlanjutan semesta yang lebih plural mencakup kerangka ekosistem keseluruhan termasuk di dalamnya tujuan-tujuan human system. Pemerintah memiliki seluruh hak yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya, seperti hak akses, hak memanfaatkan, hak mengatur, hak eksklusif, dan hak mengalihkan. Sayangnya hak pemerintah sebagai pemilik sumberdaya belum mampu secara optimal memanfaatkan sumberdaya perikanan untuk mensejahterakan rakyat terutama masyarakat pesisir. Pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk mengelola sumberdaya perikanan, oleh sebab itu perlu ada investasi yang dilakukan oleh swasta, sementara pemerintah menerima pungutan fee sebagai pendapatan. Karena sumberdaya perikanan merupakan suatu sumberdaya yang dinamis, dimana sumberdaya tersebut tumbuh dan berkurang secara alamiah, dan terkait dengan intervensi manusia yang sangat mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya tersebut, maka keputusan untuk mengeksploitasi waktu kini akan berdampak pada ketersediaan sumberdaya tersebut dimasa me ndatang. Apabila investasi dilakukan akan sangat bergantung dari stok dan faktor- faktor ekonomi lainnya. Selain itu, masuk dan keluarnya effort pada industri perikanan tidak bersifat statis, industri perikanan bergerak mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada sumberdaya dan faktor eksternal lainnya. Kegiatan produksi pemanfaatan sumberdaya perikanan laut secara berkelanjutan memiliki tiga komponen saling berkaitan, yaitu : 1 Komponen biologis. 2 Kebijakan pemanfaatan sumberdaya. 3 Sosial ekonomi perikanan. Satu sama lain dari ketiga komponen tersebut saling terkait, dimana komponen biologis menjelaskan dinamika stok ikan, komponen kebijakan pemanfaatan sumberdaya menunjukkan adanya dinamika kebijakan pengaturan armada penangkapan ikan fishing effort, dan komponen sosial ekonomi menyajikan dinamika biaya dan keuntungan juragan pemilik kapal dan pendapatan anak buah kapal ABK dalam kegiatan penangkapan ikan. Kegiatan produksi melaut dalam rumah tangga nelayan berinteraksi sangat erat dengan dinamika ketersediaan ikan dan kebijakan dalam pemanfaatan penangkapan itu sendiri Tai dan Heaps, 1996. Untuk itu ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. 2.5 Kemiskinan dan Pembangunan Masyarakat 2.5.1 Kemiskinan di Indonesia