Tabel 32 menunjukkan hasil analisis bioekonomi dengan nilai optimal statik untuk tangkapan maksimum lestari MSY. Tangkapan atau tingkat produksi pada
rejim MSY sekitar 0,27 dari besarnya biomassa x, dan upaya penangkapan 49 unit. Rente yang diperoleh pada rejim MSY sebesar Rp 106.953.475,24 per
tahun.
5.1.2.2 Maximum Economic Yield MEY
Rejim pengelolaan ada kepemilikan sole owner atau maximum economic yield
MEY, tidak hanya mengunakan parameter biologi tetapi parameter ekonomi. Rejim pengelolaan ada kepemilikan sole owner menunjukkan tingkat
biomassa x sebesar 47.935,86 ton pada tingkat upaya penangkapan effort sebesar 48 unit yang merupakan effort optimum secara ekonomi. Hasil tangkapan
yield sebesar 12.382,47 ton atau 0,26 dari besarnya biomassa, dan rente sebesar Rp 107.104.022,11. Rente ini lebih tinggi dari rente yang terdapat pada
rejim maksimum tangkapan lestari MSY Tabel 33. Tabel 33 Nilai optimal statik pada rejim maximum economic yield MEY
Parameter MEY
Keterangan Biomassa x
47935,86 Ton
Harvest h
12382,47 Ton
Effort E
48 Unit
Rente p 107.104.022,11
Rp Sumber : Hasil Analisis data
5.1.2.3
Open Access OA
Pada rezim pengelolaan tanpa kepemilikan open access tingkat upaya penangkapan effort 95 unit dengan hasil tangkapan h yang rendah yaitu
1.727,42 ton pada tingkat biomassa 3.343,66 ton, dan tidak ada keuntungan
p
=0. Selanjutnya kurva keseimbangan bioekonomi menunjukkan tingkat upaya penangkapan pada kondisi open access menunjukkan effort lebih besar dari effort
pada kondisi MSY sehingga keuntungan tidak ada TR=TC, hal ini dapat terjadi karena pada kondisi open access banyak yang mengekstraksi sumberdaya,
sehingga menambah upaya penangkapan dan terjadi kerugian Tabel 34.
Tabel 34 Nilai optimal statik pada rejim open access OA Parameter
OA Keterangan
Biomassa x 3343,66
Ton Harvest
h 1727,42
Ton Effort
E 95
Unit Rente p
- Rp
Sumber : Hasil Analisis Data
Dampak dari kondisi open access banyak nelayan yang keluar exit dari perikanan dan mencari kegiatan yang lain, dan pada jangka panjang terjadi
penurunan sumberdaya, akibatnya rente sumberdaya akan hilang. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari pengelolaan yang bertanggung jawab tidak tercapai.
Selain itu intervensi manusia sangat mempengaruhi keberlanjutan sumber daya tersebut, maka keputusan untuk mengeksploitasi waktu kini akan berdampak pada
ketersediaan sumberdaya tersebut dimasa mendatang.
Gambar 10 Kurva Keseimbangan Bioekonomi
TRTC
MEY
OA
TR=TC
TR TC
MSY
MSY
Rente
MEY
Act
Rente
MSY
E
MEY
E
MSY
E
OA
E
act
0 48 49 95 184
Gambar 10 terlihat bahwa rente maksimum terjadi pada kodisi maximum economic yield
MEY dengan effort yang ditunjukkan oleh E
MEY
, selanjutnya rente pada rejim MEY merupakan rente maksimum, yaitu penerimaan lebih besar
dari total cost TRTC, sehingga mendorong nelayan sebagai pelaku perikanan akan masuk entry untuk menangkap ikan. Selain itu hasil dari solusi
keseimbangan bioekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Pohuwato menunjukkan adanya perbedaan antara rejim pengelolaan
yang ada kepemilikan sole owner atau rejim MEY dengan rejim yang tidak ada kepemilikan open access, dimana pada rejim sole owner diperoleh tingkat
biomassa x sebesar 47.935,86 ton, rente ekonomi sebesar Rp 107.104.022,11 dengan tingkat produksi harvest 12.382,47 ton, dan tingkat upaya penangkapan
effort 48 unit. Sementara upaya penangkapan effort aktual sebesar 184 unit, maka telah terjadi kelebihan effort sebesar 136 unit. Peningkatan rata-rata effort
aktual yang melebihi effort optimal MEY, MSY, dan open access akan mengakibatkan biaya operasional meningkat, akibatnya rente yang diterima
nelayan menurun. Rente ekonomi pada rejim pengelolaan open access tidak ada
p
=0 dengan unit upaya penangkapan sebesar 95 unit, tingkat biomassa sebesar 1.727,42
ton, lebih rendah dari kondisi sole owner MEY dan kondisi MSY dengan tangkapan
sebesar 3.343,66 ton. Rendahnya hasil tangkapan pada rejim open access
disebabkan oleh karena setiap orang dengan hak kepemilikan umum common property dapat secara terbuka memanfaatkan sumber daya perikanan
tanpa bisa menghalangi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sebagai akibat dari kepemilikan bersama adalah orang akan menangkap ikan sebanyak-
banyaknya yang pada akhirnya mengarah ke kondisi overfishing. Hasil tangkapan dipengaruhi oleh jumlah biomassa ikan, jumlah upaya
penangkapan, dan nilai kemampuan tangkap. Semakin besar jumlah upaya penangkapan, maka jumlah hasil tangkapan akan semakin besar sampai pada
tingkat maksimal jumlah ikan yang akan di tangkap. Untuk menghindari tangkap lebih overfishing maka dalam pengelolaan sumberdaya diperlukan instrumen-
instrumen kebijakan agar dapat tercipta pola pengelolaan yang bertanggung jawab seperti yang diamanatkan oleh Code of Conduct for Responsible Fisheries
CCRF.
Selain menghitung potensi sumberdaya ikan yang optimal, juga dilakukan perhitungan menge nai produksi lestari dalam kurun waktu 15 tahun yang dimulai
dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2004, dan hasil perhitungan disajikan pada Lampiran 3. Tahun 1990 sampai dengan tahun 1993 produksi aktual dibawah
produksi lestari, tetapi tahun 2003 produksi aktual sedikit diatas produksi lestari, selanjutnya produksi aktual selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 1995
hingga tahun 2000 menunjukkan produksi aktual belum melampaui produksi lestari, namun pada tahun 2001 sampai tahun 2003 terjadi peningkatan produksi
aktual yang melebihi produksi lestari sehingga telah terjadi tangkap lebih overfishing, kondisi ini terjadi pada saat Gorontalo telah memisahkan diri dari
Provinsi Sulawesi Utara, dan membentuk Provinsi Gorontalo 5 Desember 2000. Tahun 2004 produksi aktual berada diatas produksi lestari, namun secara
keseluruhan produksi aktual sangat fluktuatif, sementara produksi lestari konstan Gambar 11.
- 5,000
10,000 15,000
20,000 25,000
30,000
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tahun Produksi
Gambar 11 Grafik perbandingan antara produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya ikan layang di Kabupaten Pohuwato
5.1.3 Alokasi Optimal Dinamik