1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan archipelagic state yang ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB United Nation Convention on the
Law of the Sea UNCLOS, 1982. Indonesia memiliki luas laut 5,8 juta km
2
dan panjang garis pantai sekitar 81.791 km. Potensi lestari Maximum Sustainable
Yield , MSY sumberdaya ikan laut yang diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun
dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan Total Allowable Catch, TAC adalah 80 dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun Dahuri,
2003. Mengingat perairan pesisir merupakan perairan yang sangat produktif, maka panjang pantai Indonesia merupakan potensi yang cukup besar untuk
pembangunan bangsa. Pengaturan kewenangan pengelolaan laut tercantum dalam UU No.322004
pasal 18 ayat 1 bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut, selanjutnya pasal 18 ayat 3
menyebutkan bahwa kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya laut di wilayah laut antara lain meliputi kegiatan-kegiatan eksplorasi, eksploitasi,
konservasi dan pengelolaan kekayaan laut. Pasal 18 ayat 4 menyebutkan bahwa provinsi memiliki kewenangan mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis
pantai dan kabupatenkota memiliki kewenangan untuk mengelola wilayah laut sejauh sepertiga dari batas wilayah provinsi. Namun Undang- undang tersebut
belum cukup memberikan payung hukum terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Undang-Undang No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara jelas menyatakan dalam pasal 1 ayat 1 bahwa
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir
dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara pasal 55 ayat 1 yaitu Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat kabupatenkota
dilaksanakan secara terpadu yang dikoordinasi oleh dinas yang membidangi kelautan dan perikanan. Dengan pasal-pasal tersebut diatas menunjukkan bahwa
pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara terpadu dan pemanfaatannya secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Potensi sumberdaya ikan yang cukup besar akan mampu menjadikan sektor perikanan sebagai penggerak utama perekonomian dan merupakan sumber
pendapatan ne gara dari sektor non migas. Selain itu adanya pertambahan penduduk di dunia yang terus meningkat 1,8 per tahun, dan permintaan
konsumsi ikan global mengalami peningkatan yang mencapai 19 kgkapitatahun http:www.walhi.or.id, sementara produk perikanan yang ditawarkan oleh
perikanan dunia semakin menurun, maka peluang untuk memasuki pasar global
semakin besar seiring dengan adanya potensi perikanan yang dimiliki Indonesia.
Provinsi Gorontalo memiliki panjang pantai 590 km yang terbagi atas panjang pantai Utara 320 km dan panjang pantai Selatan 270 km dengan luas laut
50.500 km
2
DPK Provinsi Gorontalo, 2002. Sementara perairan laut di Provinsi Gorontalo terbagi menjadi dua bagian, Laut Sulawesi disebelah Utara dan Teluk
Tomini disebelah Selatan. Potensi perikanan di Provinsi Gorontalo terdiri dari potensi perikanan di kawasan perairan Teluk Tomini dan Laut Sulawesi serta ZEE
Zona Ekonomi Eksklusif yang diperkirakan sebesar 82.200 tontahun DPK Provinsi Gorontalo, 2002, terdiri dari ikan tuna Thunnus sp, cakalang
Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus spp, layang Decapterus spp, teri Stelophorus spp, dan berbagai jenis ikan pelagis ikan yang hidup di permukaan
laut dan ikan demersal ikan yang hidup di dasar laut seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Umumnya usaha perikanan di Provinsi Gorontalo masih merupakan usaha perikanan yang berskala kecil dengan penggunaan alat tangkap yang sederhana
dan armada penangkapan ikan yang berukuran 5–10 GT. Penggunaan alat tangkap yang masih tradisional disebabkan nelayan tidak mampu membeli armada
penangkapan yang modern karena kondisi nelayan yang hidupnya masih dibawah garis kemiskinan. Potensi sumberdaya perikanan yang berlimpah belum mampu
dimanfaatkan secara optimal dan dapat memberikan kontribusi yang sebesar- besarnya bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat nelayan
pada khususnya. Jika sumberdaya perikanan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan kapasitas ekonomi nelayan, maka peluang nelayan lepas
dari jeratan kemiskinan akan semakin besar.
Tabel 1 Potensi sumberdaya perikanan di Provinsi Gorontalo tontahun Perairan Jenis ikan Jumlah
Pelagis Pelagis Demersal besar kecil
Teluk Tomini 6.660 12.876 13.024 32.560 Laut Sulawesi 2.790 5.394 5.456 13.640
Laut Sulawesi ZEE 26.000 10.000 - 36.000
Total 35.450 28.270 18.480 82.200
Sumber Data : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo, 2002 Tabel 1 tersebut diatas menunjukkan di perairan Teluk Tomini
jumlah ikan mencapai 32.560 ton tahun yang terdiri dari ikan pelagis besar 6.660
ton, ikan pelagis kecil 12.876 ton, dan ikan demersal 13.024 ton. Sementara di perairan Sulawesi jumlah ikan mencapai 13.640 ton tahun yang terdiri dari
ikan pelagis besar 2.790 ton, ikan pelagis kecil 5.394 ton, dan ikan demersal 18.480 ton. Potensi sumberdaya ikan yang ada di Teluk Tomini sebesar
32.560 ton yang dimanfaatkan oleh nelayan baik dari Provinsi Gorontalo maupun Provinsi lain seperti Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi
Tengah, Provinsi Maluku bahkan nelayan asing. Kondisi objektif Provinsi Gorontalo adalah Provinsi Agropolitan sesuai dengan pilar utama penggerak
ekonominya yaitu sektor pertanian dan perikanan. Pemerintah Provinsi telah menetapkan dua strategi percepatan pembangunan yaitu, 1 menjadikan sektor
pertanian dan perikanan sebagai sektor unggulan untuk menghasilkan komoditas andalan yaitu jagung dan ikan serta hasil laut lainnya melalui peningkatan kualitas
sumberdaya manusia agar produktivitasnya meningkat, dan 2 memfasilitasi prasarana untuk memacu kinerja sektor tersebut agar secara nyata mampu menjadi
penggerak utama ekonomi Gorontalo yang pada gilirannya mampu secara signifikan mereduksi jumlah keluarga “ prasejahtera “ dan “ sejahtera 1 “ yang
jumlahnya mencapai 72 Muhammad, 2002. Selain itu Provinsi Gorontalo mempunyai dua peran, yaitu 1 sebagai sentra kawasan Teluk Tomini dan
sekitarnya dan 2 sebagai etalase perikanan dan kelautan. Kedua peran ini bertujuan untuk memacu percepatan pembangunan di Gorontalo. Dengan
memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut akan dapat memfasilitasi sumber penghidupan masyarakat pesisir dan nelayan serta mendorong pembangunan
ekonomi wilayah. Adanya kedua peran tersebut diharapkan akan mampu menarik investasi di sektor kelautan dan perikanan, sehingga akan mendorong transformasi
keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Kabupaten Pohuwato memiliki luas wilayah 4.491,03 km
2
, dengan panjang garis pantai 160 km, terdapat 7 Kecamatan, 74 Desa dan 3 Pulau yaitu Pulau
Lahe, Pulau Pomolia Kiki, dan Pulau Pomolia Daa. Kabupaten Pohuwato adalah kabupaten terluas di Provinsi Gorontalo, yaitu 37 dari luas Provinsi Gorontalo
dengan jumlah penduduk 105.593 jiwa 12 dari jumlah penduduk Provinsi Gorontalo, dan rata - rata penduduk per km
2
adalah 24 jiwa. Teluk Tomini memiliki wilayah penangkapan ikan dengan luas 5.295.144 Ha
dan merupakan wilayah populasi ikan pelagis, demersal, dan ikan karang, serta merupakan salah satu daerah ruaya ikan pelagis besar. Potensi sumberdaya ikan di
Teluk Tomini sebesar 32.560 ton per tahun belum dimanfaatkan secara optimal oleh nelayan yang bermukim di wilayah pesisir selatan Provinsi Gorontalo seperti nelayan
yang berada di Kabupaten Pohuwato yang masih merupakan nelayan tradisional. Bagaimana agar nelayan tradisional dapat menangkap ikan dengan produktivitas
yang tinggi, maka diperlukan kebijakan investasi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Pembiayaan investasi di sektor perikanan bersumber dari investasi penanaman modal dalam negeri PMDN dan penanaman modal asing PMA.
Nilai kumulatif investasi perikanan melalui penanaman modal dalam negeri sebesar Rp 1,11 triliun atau 0,33 dari total investasi di Indonesia, dan investasi
asing kumulatif sebesar US 236,8 juta atau 0,30 dari total investasi asing. Kegiatan investasi mengalami fluktuasi, tahun 2001 jumlah investasi dengan
modal dalam negeri sebesar 161,50 milyar dan tahun 2002 menurun sebesar Rp 62,00 milyar, kemudian naik menjadi Rp 92,10 milyar tahun 2003, dan terus
menurun sampai tahun 2005. Investasi terendah pada tahun 2004 yaitu sebesar Rp 3,00 milyar atau hanya sebesar 0,007 dari total investasi Indonesia Tabel 2.
Tabel 2 Investasi PMDN sektor perikanan tahun 2001-2005
Tahun Jumlah Nilai Nilai total Prosentase proyek Rp. Milyar investasi Indonesia
Rp. Milyar 2001 5 161,50 59.881,50 0,27
2002 1 62,00 25.935,70 0,24 2003 2 92,10 55.120,90 0,17
2004 2 3,00 44.460,40 0,007 2005 2 15,00 50.577,30 0,03
Sumber : DKP, 2007
Penanaman modal asing PMA mengalami peningkatan dari tahun 2003 hingga 2004 Tabel 3.
Tabel 3 Investasi PMA sektor perikanan tahun 2001-2005
Tahun Jumlah Nilai Nilai total Prosentase proyek US juta investasi Indonesia
US juta
2001 8 6,90 15.205,50 0,05 2002 9 4,00 9.955,70 0,04
2003 6 26,50 14.278,10 0,19 2004 12 132,60 10.415,70 1,27
2005 8 15,30 13.579,20 0,11
Sumber : DKP, 2007 Tabel 3 diatas menunjukkan jumlah PMA tahun 2003 sebesar US 26,50
juta meningkat cukup besar menjadi US 132,60 juta pada tahun 2004, dan pada
tahun 2005 kembali mengalami penurunan yang cukup tajam menjadi US
1
5,30 juta. Jika dilihat secara keseluruhan maka investasi asing sangat fluktuatif dari
tahun 2001 hingga 2005. Sebelumnya selama masa pembangunan jangka panjang I PJP I tahun 1973 hingga 1978 jumlah modal yang bergerak melalui investasi
pemerintah dan swasta di bidang perikanan sebesar 0,02 dari total modal yang bergerak di sektor-sektor pembangunan. Kegiatan investasi domestik maupun
asing belum banyak dilakukan di sektor perikanan sejak tahun 1967 hingga 1999 hanya 1,37 dari total investasi domestik kumulatif sebesar Rp 708 triliyun.
Sementara sektor industri bisa mencapai 68,66, selain itu nilai investasi asing kumulatif dari tahun 1967 hingga 1999 mempunyai total nilai mencapai AS 228
juta, ternyata investasi asing di sektor perikanan hanya 0,31, umumnya investasi dikembangkan di sektor industri manufaktur yang mencapai 64,93 Dahuri,
2002. Investasi berfluktuasi di beberapa sektor seperti sektor pertanian, kehutanan, dan sektor perikanan diduga antara lain karena situasi di Indonesia
yang belum kondusif, seperti tingkat suku bunga yang masih relatif tinggi, pajak, keamanan serta stabilitas politik.
Selama ini pembangunan di sektor perikanan belum menunjukkan keberpihakan pada nelayan itu sendiri, dimana masih banyak nelayan yang miskin
Kusnadi, 2000. Jika dicermati nelayan memberikan kontribusi yang sangat besar dengan memasok ikan ke daerah perkotaan bahkan diekspor ke luar negeri untuk
memenuhi pasar internasional, dan dengan sendirinya menambah devisa negara. Tetapi kehidupan nelayan dari dulu sampai sekarang masih dekat dengan
kemiskinan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk membantu masyarakat
nelayan dengan melaksanakan berbagai program, seperti program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir PEMP. Pada tahun 2001, PEMP mengalokasikan
anggaran untuk program ini sebesar Rp 125 milyar dan pada tahun 2002 sebesar Rp 90 milyar Kusumastanto, 2002. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
sekarang tela h mulai memberikan perhatian pada pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan karena selama 32 tahun masa orde baru, sektor perikanan
dimarginalkan karena sistem pemerintahan yang sentralistik. Era otonomi daerah diharapkan sektor kelautan dan perikanan dapat
berperan signifikan dalam pembangunan nasional. Selanjutnya Kusumastanto 2002 mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat nelayan perlu
berorientasi pada pengembangan ekonomi masyarakat lokal local economic development
yang terkait dengan pasar dan sektor ekonomi lainnya sehingga terjadi perluasan aktivitas ekonomi. Bentuk pemberdayaan tersebut memiliki
karakteristik antara lain : 1 Orientasi kebutuhan needs oriented artinya model pemberdayaan yang
hendak diterapkan didasarkan pada kebutuhan suatu kelompok masyarakat pesis ir.
2 Prakarsa lokal local initiative artinya bentuk pemberdayaan yang dikembangkan harus berdasarkan prakarsa masyarakat lokal.
3 Pengembangan sumberdaya lokal local resources based baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yakni keterampilan dan budaya artinya
bahwa pemberdayaan masyarakat harus dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam dan peningkatan kualitas
keterampilan, pengembangan kapasitas perorangan dan lembaga serta budaya bisnis kelompok masyarakat pesisir.
4 Kelestarian dan keberlanjutan lingkungan suistanable and environmental friendly
artinya model pemberdayaan petani ikan yang akan dikembangkan harus memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan
Kusumastanto, 2002. Bentuk pemberdayaan diatas apabila dilaksanakan akan memberikan
dampak yang baik bagi pemberdayaan masyarakat pesisir, dimana keterlibatan pemerintah, masyarakat, dan swasta sebagai stakeholders sangat menentukan.
Kemiskinan masyarakat nelayan selain karena rendahnya pendapatan, juga disebabkan oleh pendidikan yang rendah, akses modal tidak ada, kurangnya
kesempatan kerja, peningkatan jumlah penduduk, belum optimalnya kelembagaan yang ada, tingkat kesehatan dan gizi yang rendah, penggunaan IPTEK, dan
partisipasi dari swasta yang belum optimal. Sehingga perlu melakukan kajian penelitian mengenai investasi optimal pemanfaatan sumberdaya
perikanan di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo.
1.2 Perumusan Masalah