penghijauan taman dan hutan kota yang hilang mengakibatkan kota tidak dapat bernapas lagi. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 bahwa rencana
induk master plan kawasankota seharusnya mengandung minimal 30 luas tanah untuk dijadikan ruang terbuka hijau RTH. Perbandingan luas antara
lingkungan buatan dan lingkungan alam melewati ambang batas tertentu akan mempengaruhi iklim kota. Peningkatan suhu iklim kota tersebut rata-rata 1-2ºC
dan pada waktu malam dapat mencapai 6ºC, pencemaran meningkat dan tentu saja beban atas kesehatan meningkat pula Frick dan Suskiyanto, 2007. Maka dalam
hal ini, keberadaan ruang terbuka hijau sangat diperlukan dalam menyeimbangkan kondisi kota yang semakin dipadatkan oleh peningkatan pembangunan yang tidak
memperhatikan lingkungan sekitarnya. Permukiman juga seharusnya memiliki ruang terbuka hijau yang menjadi indikator dalam mempertahankan keberlanjutan
ekologis lingkungan. Hal penting yang dihasilkan dari keberlanjutan tersebut adalah meminimalisir polusi, mengatur tata guna lahan seefisien mungkin, dan
mendaur ulang energi yang telah terpakai. Sehingga secara keseluruhan kota memiliki kontribusi yang minimal terhadap proses perubahan iklim secara global
atau global climate change.
2.2 Permukiman
Pembangunan tempat tinggal merupakan komponen penting dari keberlanjutan hidup manusia, pembangunan tersebut tidak hanya menyangkut
pembangunan prasarana fisik pemukiman dan fasilitas pelayanan umum, tetapi juga pembinaan fasilitas usaha. Pengembangan manusianya itu sendiri merupakan
hal yang penting sebagai titik sentral dari penggerak pembangunan. Pembangunan rumah atau tempat tingggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia
harus selaras dengan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, peranan pemukiman sangat penting dalam ikhtiar menjadikan penduduk unsur utama
dalam pembangunan dan memungkinkan lingkungan hidup menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan Frick dan Suskiyanto, 2007. Pertambahan
jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan permukiman semakin meningkat. Persoalan yang ada sekarang adalah cara mengembangkan permukiman dengan
dampak kerusakan lingkungan yang sekecil mungkin. Mencakup dalam hal ini, pengembangan yang horizontal maupun vertikal dalam rangka meningkatkan daya
tampung lingkungan binaan Wiradisuria, 1983. Penggunaan lahan untuk berbagai jenis pemanfaatan terlebih dahulu
dilakukan evaluasi lahan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lahan yang berpengaruh pada berbagai jenis pemanfataannya. Beberapa kualitas lahan
yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan kawasan permukiman yaitu ketersediaan air minum, drainase, konfigurasi lahan, stabilitas lapisan tanah,
ketersediaan bahan bangunan, ketersediaan sumber energi, iklim mikro yang nyaman, kesesuaian untuk penggunaan lahan pertanian, lokasi yang memiliki
potensi ekonomi, dan aksesibilitas Van der zee, 1990. Pemanfaatan lahan untuk permukiman yang merupakan wilayah dengan populasi yang tinggi karena
menjadi tempat tinggal manusia, perlu didukung dengan adanya infrastruktur penunjang dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Terutama dengan wilayah
permukiman besar berbagai infrastruktur harus ada seperti pendidikan, pasar, titik perhentian transportasi, pelayanan kesehatan, penyuluhan, jasa keuangan, dan
administrasi Van der zee, 1990. Infrastruktur lain yang perlu ada yaitu jalur transportasi dan sumber air terdiri dari bendungan, waduk, kanal, dsb.
Infrastruktur ini terkadang berada di luar kawasan permukiman Van der zee, 1990.
2.3 Pengelolaan