III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu
Magang
Magang ini dilakukan di kawasan permukiman Sentul City yang terletak pada Kecamatan Citeureup dan Kecamatan Kedung Halang meliputi, Desa
Babakan Madang, Sumurbatu, Bojongkoneng, Cijayanti, Cipambuan, Citaringgul, Cadasngampar, dan Kadumangu Gambar 2.
No Scale
No Scale
Gambar 2. Peta Area Magang Sentul City: Masterplan Sentul City Atas dan Lokasi magang di kawasan permukiman Sentul City Bawah
Sumber : Masterplan Sentul City 2008 Area Magang
Sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Desa Cipambuan dan Desa Kadumangu, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijayanti, Desa Cikeas, dan
Desa Cadasngampar. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Hambalang dan Desa Karang Tengah, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngarak. Kawasan
Sentul sendiri dilintasi oleh dua sungai, yaitu Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup.
Waktu pelaksanaan magang adalah dalam kurun waktu 3 bulan, dari bulan Februari 2012 hingga Mei 2012.
3.2 Metode Magang
Metode yang dilakukan dalam magang ini adalah partisipasi aktif di lapang dengan mengikuti berbagai kegiatan pemeliharaan lanskap. Kegiatan
pemeliharaan tersebut sebagai berikut. a. berperan aktif dan mengamati dalam pelaksanaan pemeliharaan lanskap di
setiap cluster yang menyangkut koordinasi tenaga kerja, waktu, peralatan, dan bahan.
b. wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pemeliharaan lanskap. Data yang diperoleh dari wawancara tersebut mencakup data tentang
kondisi umum di lapang, sistem pembagian kerja, teknik pemeliharaan, bahan, dan alat yang digunakan, jadwal pemeliharaan, serta anggaran biaya.
c. mempelajari permasalahan yang ada pada kasus lanskap khususnya dalam kegiatan pengelolaan lanskap pemukiman.
d. melakukan pengamatan aspek ekologis, sosial, dan pengelolaan serta mengevaluasi pelaksanaan pemeliharaan lanskap pemukiman tersebut.
e. menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan perngelolaan untuk memperoleh solusi.
3.3 Tahapan Magang Pelaksanaan magang terdiri dari beberapa tahapan proses magang, yaitu
dimulai dengan mengumpulkan berbagai data yang dibutuhkan. Pada tahapan ini dilakukan persiapan berupa persiapan data dasar kondisi umum lokasi magang
dan data penunjang peta cluster yang akan diamati untuk membantu ketika proses magang dilakukan, terutama saat turun lapang. Setelah itu dilanjutkan
dengan pengambilan data, data yang dikumpulkan meliputi data aspek ekologis, aspek sosial, dan aspek pengelolaan.
Cara pengumpulan data meliputi observasi lapang, wawancara dengan penghuni maupun pengelola tapak, serta studi pustaka. Khusus untuk metode
penggunaan kuisioner sebelumnya dilakukan perhitungan terlebih dahulu untuk jumlah sample yang akan digunakan Lampiran 1. Ukuran sample yang akan
diwawancarai sebanyak 30 responden dan diterapkan dengan cara purposive. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, pengolahan tersebut
dimaksudkan untuk mengevaluasi aspek-aspek yang dibutuhkan disesuaikan dengan tujuan magang. Hasil dari ketiga evaluasi tersebut menjadi salah satu
pertimbangan dalam penentuan potensi dan kendala yang ada di dalam pengelolaan lanskap kawasan permukiman tersebut. Evaluasi beberapa aspek dan
analisis yang digunakan ialah sebagai berikut. 1. Evaluasi aspek ekologis
Evaluasi dilakukan dengan menganalisis kondisi fisik dan biofisik pada kawasan permukiman meliputi topografi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, satwa, dan
sirkulasi Tabel 1. Evaluasi ini menjadi tolak ukur dalam melihat kesesuaian bentuk dan ukuran cluster yang ada dengan keadaan kondisi lingkungan sekitar.
Tabel 1. Indikator Evaluasi Aspek Ekologis
No Aspek
Indikator 1
Topografi Perlakuan cut and fill
2 Tanah
Jenis tanah dan status kesuburan tanah 3
Iklim Pengaruh pada pertumbuhan tanaman dan
kenyamanan kawasan 4
Vegetasi Keberadaan vegetasi lokal
5 Satwa
Keberadaan habitat satwa 6
Hidrologi Keberadaan sumber daya air
7 Sirkulasi
Kemudahan akses
Pengukuran tingkat kenyamanan diperoleh dengan rumus: THI = 0,8T + RH x T 500
THI = Temperature Humidity Index 500 = Nilai konstanta T
= Suhu rata-rata RH = Kelembaban rata-rata
Keterangan: 21≤THI≤28 = nyaman
THI 21 atau THI 28 = tidak nyaman Hasil dari pengukuran THI tersebut menunjukkan tingkat kenyamanan kawasan
tersebut. 2.
Evaluasi aspek sosial Evaluasi ini dilakukan meliputi analisis kualitatif mengenai keadaan
demografi kawasan dan karakter penghuni dilihat dari usia, jenis kelamin, asal daerah, dan fasilitas Tabel 2. Melalui analisis kuantitatif pada aspek sosial akan
diketahui karakteristik dan persepsi dari penghuni kawasan permukiman. Hasil evaluasi ini khususnya dapat menunjukkan proporsi tingkat penilaian penghuni
terhadap pengelolaan yang telah berlangsung. Selain itu, melakukan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar wilayah Sentul City.
Tabel 2. Indikator Evaluasi Aspek Sosial
No Aspek
Indikator 1
Demografi kawasan Penyebaran penghuni
2 Karakteristik penghuni
Status ekonomi dan status sosial 3
Persepsi terhadap pengelolaan lanskap permukiman
Tingkat penilaian terhadap pengelolaan kebersihan, pemeliharaan lanskap, fasilitas, keamanan, dan
aksesibilitas 4
Kondisi sosial masyarakat sekitar Konflik sosial dan solusi yang telah ditempuh
3. Evaluasi aspek pengelolaan Evaluasi dilakukan dengan menganalisis hal-hal yang mendukung
keberlangsungan aspek pengelolaan meliputi struktur organisasi, metode kerja yang digunakan, jumlah tenaga kerja, spesifikasi bahan dan alat yang digunakan,
skedul pengelolaan, dan anggaran biaya yang dikeluarkan Tabel 3. Analisis kuantitatif digunakan dalam aspek pengelolaan untuk memperoleh data mengenai
kapasitas kerja, kebutuhan pekerja dari perhitungan HOK, dan kuisioner. Hasil evaluasi tersebut dapat menunjukkan keefektifan dan keefisienan pengelolaan
yang telah berlangsung dengan membandingkannya berdasarkan standar yang ada.
Tabel 3. Indikator Evaluasi Aspek Pengelolaan
No Aspek
Indikator 1
Struktur Organisasi Mekanisme kerja dan koordinasi pekerjaan
2 Metode kerja
Efektivitas dan efisiensi yang dihasilkan 3
Jumlah tenaga kerja Efektivitas, kebutuhan pekerja, kapasitas kerja, dan
kedisiplinan kerja 4
Spesifikasi alat dan bahan Ketersediaan dan jenis alat dan bahan yang digunakan
5 Skedul pengelolaan
Kesesuaian pelaksanaan di lapang 6
Anggaran biaya Kelancaran dan kemudahan pelaksanaan pengelolaan
4. Analisis SWOT Analisis SWOT ini digunakan untuk merumuskan strategi manajemen
lanskap pemukiman di Sentul City. Analisis SWOT mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi manajemen program. Analisis
ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang opportunity namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
weakness dan ancaman threat. Analisis SWOT menganalisis kekuatan dan kelemahan dari faktor internal dan menganalisis peluang dan ancaman dari faktor
eksternal. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis SWOT secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan
terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berguna untuk menjawab perumusan permasalahan mengenai hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan
yang ada dan hal yang menjadi peluang serta ancaman dari luar yang harus dihadapi. Analisis secara kuantitatif dalam SWOT adalah dengan melakukan
pemberian bobot dan rating sehingga menghasilkan matriks SWOT David, 2009. Kerangka kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT adalah
sebagai berikut. a. Analisis Penilaian Faktor Internal dan Eksternal
Penilaian faktor internal IFE digunakan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua kekuatan
dan kelemahan. Sedangkan penilaian faktor eksternal EFE untuk mengetahui sejauh mana ancaman dan peluang yang dimiliki dengan cara mendaftarkan
ancaman dan peluang tersebut David, 2009.
b. Penentuan Bobot Setiap Variabel Sebelum melakukan pembobotan faktor internal dan eksternal, terlebih dahulu
ditentukan tingkat kepentingannya. Setiap faktor internal dan eksternal diberi nilai berdasarkan tingkat kepentingannya Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Formulir Tingkat Kepentingan Faktor Internal Simbol Faktor-Faktor Internal
1 2
3 4
Kekuatan Strength S1
S2 S3
Sn Kelemahan Weaknesses
W1 W2
W3 Wn
Sumber: Rosa, 2003 Tabel 5. Formulir Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal
Simbol Faktor-Faktor Internal
1 2
3 4
Peluang Opportunities S1
S2 S3
Sn Ancaman Threats
W1 W2
W3 Wn
Sumber: Rosa, 2003 Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor
strategi internal dan eksternal kepada pihak pengelola Lampiran 2. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor
penentu internal dan eksternal Tabel 6.
Pemberian bobot menggunakan teknik delphi untuk mendapatkan penilaian para responden mengenai faktor-faktor strategis internal maupun eksternal
perusahaan. Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4. Pemberian Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategis internal dan
eksternal yang tersedia ini adalah : 1 : tidak penting
2 : kurang penting 3 : penting
4: sangat penting Tabel 6. Pembobotan Faktor Internal
Simbol Faktor
Tingkat Kepentingan
Jumlah Responden
Rata- Rata
Bobot 1
2 3
4 Kekuatan Strength
S1 S2
S3 Sn
Kelemahan Weaknesses W1
W2 W3
Wn Total
Sumber: Rosa, 2003 Tabel 7. Pembobotan Faktor Eksternal
Simbol Faktor
Tingkat Kepentingan
Jumlah Responden
Rata- Rata
Bobot 1
2 3
4 Peluang Opportunities
O1 O2
O3 On
Ancaman Threats T1
T2 T3
Tn Total
Sumber: Rosa, 2003
c. Penentuan Peringkat Rating Penentuan tiap variabel terhadap kondisi objek diukur dengan menggunakan
nilai peringkat berskala 1-4 terhadap masing-masing faktor strategis Tabel 8. Matriks Faktor-Faktor Internal IFE pemberian peringkat 1 menunjukkan faktor
sangat lemah, peringkat 2 menunjukkan faktor lemah, peringkat 3 menunjukkan faktor kuat, dan peringkat 4 menunjukkan faktor sangat kuat. Matriks Faktor-
Faktor Eksternal EFE pemberian peringkat mengindikasikan seberapa efektif startegi pengelola dalam merespons faktor eksternal, dimana 4 = respon pengelola
sangat baik, 3 = respon pengelola baik, 2 = respon pengelola cukup baik, 1 = respon pengelola kurang baik. Nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat
pada setiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh skor pembobotan Tabel 9 dan Tabel 10 .
Tabel 8. Skala Penilaian Peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation IFE dan External Factor Evaluation EFE
Nilai peringkat
Matriks IFE Matriks EFE
Strengths S Weakness W
Opportunities O Threats
T 1
Kekuatan yang sangat kecil
Kelemahan yang tidak berarti
Peluang rendah, respon kurang baik
Ancaman sedikit
2 Kekuatan sedang
Kelemahan yang kurang berarti
Peluang sedang, respon cukup baik
Ancaman sedang
3 Kekuatan yang
besar Kelemahan yang
berarti Peluang tinggi, respon di
baik Ancaman
besar 4
Kekuatan yang sangat besar
Kelemahan yang sangat berarti
Peluang sangat tinggi, respon sangat baik
Ancaman sangat
besar
Sumber: David, 2009 Total skor pembobotan berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Jika total
skor pembobotan IFE dibawah 2,5 maka dapat dinyatakan bahwa kondisi internal lemah, sedangkan jika berada di atas 2,5 maka dinyatakan kondisi internal kuat.
Demikian juga total pembobotan EFE, jika di bawah 2,5 menyatakan bahwa kondisi eksternal lemah dan jika diatas 2,5 menyatakan bahwa kondisi eksternal
kuat David, 2009.
d. Penentuan Alternatif Strategi Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan
adalah matriks SWOT Tabel 11. Hubungan antara kekuatan dan kelemahan
dengan peluang dan ancaman digambarkan dalam matriks tersebut. Matriks ini menghasilkan beberapa alternatif strategi sehingga kekuatan dan peluang dapat
ditingkatkan serta kelemahan dan ancaman dapat diatasi. Tabel 9. Formulir Matriks Internal Factor Evaluation IFE
Faktor strategis internal Bobot
Rating Skor
Bobot x Rating Kekuatan
1 2
Kelemahan 1
2 Total
Sumber: David, 2009 Tabel 9. Formulir Matriks Eksternal Factor Evaluation EFE
Faktor strategis internal
Bobot Rating
Skor Bobot x Rating
Peluang 1
2 Ancaman
1 2
Total
Sumber: David, 2009 Tabel 10. Formulir Matriks Eksternal Factor Evaluation EFE
Tabel 11. Matriks SWOT
Sumber: David, 2009 e.
Pembuatan Tabel Rangking Analisis Strategi Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan akan menentukan rangking prioritas strategi Tabel 12. Jumlah skor ini diperoleh
dari penjumlahan semua skor di setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai
terkecil dari semua strategi yang ada. Tabel 12. Formulir Perangkingan Alternatif Strategi dari Matriks SWOT
Alternatif strategi
Keterkaitan dengan unsur SWOT Nilai
Rangking SO1
SO2 SO3
Son WO1
WO2 WO3
WOn ST1
ST2 ST3
STn WT1
WT2 WT3
WTn
Eksternal Internal
Opportunities Threats
Strenghts Menggunakan kekuatan yang
dimiliki untuk mengambil kesempatan yang ada
Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman
yang dihadapi Weaknesses
Mendapatkan keuntungan dari kesempatan yang ada untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan Meminimumkan kelemahan dan
menghundari ancaman yang ada
Sumber: Saraswati, 2010
IV HASIL
4.1 Analisis Situasional Sentul City merupakan kota mandiri yang di dalamnya terdapat kawasan
permukiman dan aspek pendukung lainnya dengan total luas wilayah mencapai 2.465 ha pada batasan kawasan seluas 3.001,4 ha Amdal Sentul City 2009,
secara geografis terletak pada 06º33’55” - 06º37’45” LS dan 106º50’20” - 106º57”10” BT. Sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Desa Cipambuan
dan Desa Kadumangu, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijayanti, Desa Cikeas, dan Desa Cadasngampar. Sebelah timur berbatasan dengan Desa
Hambalang dan Desa karang Tengah, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngarak. Sentul City yang diapit oleh beberapa desa dan beberapa wilayah yaitu,
Bogor, Jakarta, dan Jonggol ini memudahkan pencapaian ke kawasan tersebut. Akses dari kota Bogor menuju Sentul City dapat ditempuh melalui Tol Bogor
Ring Road dan Tol Jagorawi yang juga menjadi akses dari Jakarta, sedangkan akses dari kota Jonggol dapat ditempuh melalui Karang Tengah.
Pembangunan perumahan Sentul City berada di dalam kawasan yang mencakup 2 kecamatan dan 8 desa yaitu Kecamatan Babakan Madang,
Kecamatan Sukaraja terdiri dari Desa Cipambuan, Desa Babakan Madang, Desa Citaringgul, Desa Bojong Koneng, Desa Sumur Batu, Desa Cijayanti, Desa
Kadumanggu dan Desa Cadas Ngampar Tabel 13. Kawasan ini dikelilingi oleh beberapa gunung, yaitu Gunung Pancar, Gunung Paniisan, dan Gunung Salak.
Rencana pengembangan kawasan permukiman Sentul City telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bogor tahun 1997. Kawasan tersebut
yang mulanya berfungsi sebagai lahan budidaya telah diusulkan dan ditetapkan menjadi kawasan permukiman. Masterplan kawasan permukiman Sentul City
dapat Gambar Lampiran 3.
Tabel 13. Perincian Penggunaan Lahan Masing-Masing Desa untuk Pembangunan
Kawasan Sentul City
No Nama DesaKecamatan
Luas m² Kecamatan Babakan Madang
1 Cipambuan
683.222 2
Babakan Madang 2.035.756
3 Citaringgul
2.923.644 4
Bojong Koneng 10.049.679
5 Sumur Batu
3655.291 6
Cijayanti 3.621.643
7 Kadumanggu
11.424 Kecamatan Sukaraja
1 Cadasngampar
365.871 Total
23.346.530
Sumber: Sentul City, 2009 Berdasarkan Rencana Induk Tata Ruang Kawasan Permukiman Sentul City,
rencana peruntukkan lahan Sentul City sebagai kota mandiri yang did alamnya mencakup permukiman, pembangunannya direncanakan dengan berbagai macam
sarana dan prasarana guna memenuhi kebutuhan penghuni Tabel 14 dan Tabel
15. Semua fasilitas pada kawasan ini ada yang bersifat memberikan pelayanan pusat kawasan dan pelayanan pusat lingkungan. Pusat kawasan berada di jalan
utama sedangkan pusat lingkungan tersebar pada cluster yang ada. Hal ini sesuai dengan proyek yang terbagi atas daerah pusat kawasan dan cluster. Peruntukkan
lahan yang efektif yaitu seluas 2.465 ha yang dimanfaatkan untuk permukiman dan fasilitas pendukungnya. Luas lahan yang efektif berada pada kemiringan
lereng lebih dari 40 dimanfaatkan untuk konservasi. Wilayah terbangun dengan proporsi terhadap luas area 2.465 ha yaitu sekitar
29,95 . Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 29 ayat 2 adalah proporsi ruang terbuka hijau
pada wilayah kota paling sedikit 30 dari wilayah kota, maka permukiman Sentul City sudah memenuhi persyaratan tersebut.
Tabel 14. Rencana Peruntukkan Lahan Efektif
Peruntukan Areal Komersial
Areal non komersial Luas ha
Proporsi Luas ha
Proporsi Perumahan
1.091,15 44,39
510,20 20,70
Perdagangan, Perkantoran, Industri Ringan
189,50 7,69
34,30 1,39
Fasilitas khusus komersial 195,30
7,92 Fasilitas khusus non komersial
31,40 1,27
Sarana dan prasarana 410,20
16,64 Total
1.478,95 60,00
986,10 40,00
Sumber: Sentul City, 2009 Tabel 15. Rencana Peruntukkan Lahan Terbangun
Peruntukan Areal Komersial
Areal non komersial
Wilayah terbangun Luas
ha Proporsi
Luas ha
Proporsi Luas
ha Proporsi
Perumahan 382,51
15,52 150,90
6,12 533,41
21,64 Perdagangan, Perkantoran,
Industri Ringan 107,43
4,36 13,11
0,53 120,54
4,89 Fasilitas khusus komersial
24,08 0,98
24,08 0,98
Fasilitas khusus non komersial 2,35
0,10 2,35
0,10 Sarana dan prasarana
58,00 2,35
58,00 2,35
Total 514,02
20,85 224,36
9,10 738,38
29,95
Sumber: Sentul City, 2009 Kawasan Sentul City dalam perencanaan pembangunannya memiliki
konsep utama yaitu Eco City, dalam memperkuat konsep tersebut maka masing- masing aspek berbeda memiliki konsep tersendiri. Konsep dari berbagai aspek
tersebut yaitu konsep tata ruang, konsep permukiman, konsep tata hijau, konsep sirkulasi, dan konsep utilitas. Kawasan permukiman Sentul City memiliki konsep
tata ruang dengan proporsi hijauan lebih banyak yang dialokasikan tersebar di seluruh wilayah tersebut. Konsep tata ruang ini menunjukkan perencanaan kota
mandiri yang terarah dengan segala pendukung didalamnya. Penataan ruang kawasan Sentul City dengan membagi kawasan tersebut menjadi tiga bagian
utama yaitu area penerimaan, area koridor, dan area permukiman. Area penerimaan merupakan area dengan jalan utama tanpa kavling di sekitarnya dan
aspek pendukung lainnya yang memberikan identitas dari kawasan tersebut.
Sedangkan Area koridor sebagai penghubung area penerimaan dan area permukiman dengan kondisi topografi yang relatif datar sehingga diberikan
penataan lanskap yang dapat menghilangkan kesan menjenuhkan. Di dalam area ini dikembangkan menjadi area umum dengan ditunjang fasilitas-fasilitas umum,
seperti sekolah, central bussiness distric, dan lain-lain. Area permukiman merupakan area dengan kondisi topografi yang beragam, sehingga dalam
perencanaannya lebih menonjolkan pemandangan di sekitarnya dengan membuka daerah yang memiliki potensi alam yang baik. Antara area koridor dengan area
permukiman dipisahkan oleh sebuah pintu gerbang. Konsep permukiman yang ditawarkan oleh Sentul City ialah hunian yang
menyatu dengan alam. Hal ini didukung dengan lokasi dikelilingi alam yang indah sehingga konsep yang diusung semakin kuat. Selain hal tersebut, sarana dan
prasarana yang aman dan nyaman menjadi aspek pendukung keberlanjutan permukiman tersebut. Sarana permukiman pada kawasan Sentul City ini
dilengkapi dengan fasilitas untuk melayani penghuni maupun penduduk di sekitar kawasan. Fasilitas yang terdapat pada kawasan ini meliputi fasilitas perdagangan
seperti Mall, fasilitas untuk perdagangan, perkantoran, dan industri ringan seperti Plaza Amsterdam, Plaza Niaga 1, dan Plaza Niaga 2. Pada permukiman Sentul
City ini juga terdapat dua fasilitas khusus yaitu fasilitas khusus “Salable” dan fasilitas khusus “Non-Salable”. Fasilitas khusus “Salable” adalah fasilitas khusus
dengan tujuan komersial seperti sekolah Pelita Harapan, fasilitas rekreasi, Maintenance, Golf Maintenance Building, kantor pengelola, lapangan golf, Golf
Club House, fasilitas base ball, pelatihan bola voli, hotel, ecoart park, taman budaya, helypad, reservoir, WTP, dan Citeureup Water Pump Station. Sedangkan
fasilitas khusus “Non- Salable” adalah fasilitas khusus dengan tujuan non- komersial seperti terminal bus internal, Telkom, pospol, fasilitas pemerintahan,
danau buatan, pengolahan sampah hijau, dan fasilitas ibadah. Namun ada yang dirasakan kurang oleh penghuni untuk fasilitas yang disediakan oleh pihak Sentul
City yaitu tempat pemakaman bagi penghuni dan warga sekitar. Konsep tata hijau di kawasan Sentul City yaitu menata kawasan tersebut
agar menyatu dengan karakter alam di sekitarnya. Kawasan Sentul City ini berada
di daerah perbukitan yang dikelilingi lereng-lereng gunung yang hijau baik binaan maupun alami. Penyesuaian tanaman pendukung dengan karakter pengunungan
banyak diimplementasikan sehingga menguatkan konsep yang ingin ditonjolkan oleh Sentul City. Kawasan permukiman Sentul City pada dasarnya
mempertahankan ketinggian permukaan lahan atau karakter perbukitan yang menjadi potensi alam kawasan tersebut. Pembentukan tanah cut and fill yang
dapat mengubah karakter bentang alam seminimalisir mungkin dihindari. Jalan dan rumah dibangun mengikuti kontur sehingga menghasilkan jalan lingkungan
yang berbelok-belok dan rumah di atas jalan up slope dan di bawah jalan down slope. Permukiman Sentul City berada di daerah perbukitan sehingga view ke
arah Gunung Pancar tidak terhalang oleh penutupan bangunan maupun vegetasi. Jenis tanah di wilayah Sentul City didominasi oleh tanah cadas yang sulit
ditanami karena kondisi tanah yang miskin hara. Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah biasanya dengan pelapisan jenis tanah lokasi lain
yang lebih subur. Vegetasi penyusun tata hijau di wilayah Sentul City memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai pembentuk ruang, pengontrol kebisingan,
pengontrol visual, pengarah, estetika, habitat satwa, serta fungsi pendukung lainnya. Berdasarkan fungsi tersebut maka peletakkannya disesuaikan dengan
kebutuhan pada tiap lokasi. Perencanaan tata hijau di kawasan Sentul City ini diatur dengan proporsi
60 dari total wilayah keseluruhan. Proporsi tata hijau yang cukup besar merupakan refleksi konsep awal dari Sentul City, tata hijau tersebut
diimplementasikan menyebar di seluruh kawasan. Pada saat ini kondisi hijauan yang berada di kawasan ini sudah mencapai kurang lebih sekitar 40. Tata hijau
pada lanskap jalan mempunyai bentuk-bentuk tanaman vertikal, menjuntai, bulat, dan jenis-jenis palem dipadukan dengan pola penanaman berkelompok. Tanaman
sebagai pengontrol kebisingan di tempatkan pada lokasi dekat perkantoran, permukiman, dan bangunan lainnya. Tanaman pengontrol kebisingan diantaranya
tanjung Mimusops elengi, kerai payung Fellicium decipiens, kembang sepatu Hibiscus rosasinensis, bugenvil Bougenvillea spectabilis, dan oleander
Nerium oleander.
Pada jalan lokal 2 dan lokal 3, tanaman lebih banyak difungsikan sebagai pengontrol visual, karena kendaraan cenderung berjalan dengan kecepatan rendah
dan intensitas relatif sedikit. Tanaman yang ditampilkan lebih bersifat artistik, misalnya kembang sepatu Hibiscus rosasinensis, palem merah Cyrtostachys
lakka, palem sadeng Livistonia rotundifolia, pohon kamboja Plumeria acuminate, palem raja Roystonia regia, palem putri Veitchia meriilii, dan
sebagainya. Pada taman gerbang, taman intersection, dan taman lingkungan digunakan tanaman berdaun cerah baik ditanam secara individual maupun
berkelompok untuk menambah nilai estetika Jenis tanaman yang ada di jalan utama memiliki beberapa fungsi dasar
selain memberikan nilai estetika yaitu meredam suara, menahan angin, dan menyerap polutan, serta tanaman yang tidak membutuhan pemeliharaan intensif.
Penataan tanaman menggunakan prinsip-prinsip perancangan yang dapat menghilangkan kesan menjenuhkan. Sedangkan jenis tanaman yang berada di
cluster disesuaikan dengan tema cluster tersebut. Pada cluster bertema Bali seperti Taman Legian, Taman Udayana, Taman Besakih, Tampak Siring terdapat
pohon kamboja dan jenis-jenis pandan yang mencirikan karakter taman Bali. Selain tema, jenis tanah juga mempengaruhi pemilihan tanaman. Karena jenis
tanah di Sentul City terkadang sulit ditanami oleh tanaman tertentu, selain itu biaya penggalian tanahnya lebih besar dari biaya tanamannya, sehingga
penyesuaian tanaman dengan tanah menjadi hal utama. Konsep sirkulasi pada kawasan Sentul City secara umum memiliki tiga jenis
jalan sebagai berikut: 1. jalan lokal 1 adalah sepanjang jalan utama. Terdiri dari dua tipe sebagai
berikut. a. Jalan lokal dua jalur, masing-masing memiliki lebar 9 m dengan median
jalur hijau 12 m dan bahu jalan masing-masing 4 m. b. Jalan lokal satu jalur dengan dua arah yang berlawan selebar 6 m dengan
bahu jalan 4 m. 2. jalan lokal 2 adalah jalan yang menghubungkan antara jalan utama dengan
jalan masuk ke lingkungan permukiman. Lebar badan jalan 10 m dengan dua
arah yang berlawanan tanpa median dan bahu jalan 1,5 m. Namun ada beberapa cluster besar yang memiliki median jalan pada tipe jalan ini. Batas
jalan antara kolektor dan jalan utama ditandai dengan taman gerbang dan taman intersection;
3. jalan lokal 3 adalah jalan yang melintasi setiap cluster di lingkungan permukiman. Lebar jalan 10 m dengan dua arah berlawanan tanpa median
dan bahu jalan 1,5 m. Jalan Lokal 1 jalan utama dan Jalan Lokal 2 dihubungkan dengan daerah
persimpangan intersectional berupa pertigaan jalan, perempatan jalan, bundaran jalan, dan pulau lalu lintas. Adanya persimpangan di setiap pertemuan kedua jalan
ini memberikan orientasi kepada pengguna jalan. Persimpangan ditata sesuai aspek fungsional maupun estetika sehingga memberikan rasa aman, menunjukkan
identitas, dan menarik perhatian pengguna jalan. Jalan lokal 2 menghubungkan fasilitas penunjang jalan utama di dalam
cluster dan areal komersial, termasuk jalan akses ke cluster. Jalan lokal 2 ini dilengkapi dengan sistem utilitas misalnya jaringan air bersih, air limbah, aliran
air hujan, sistem penerangan jalan, dan telekomunikasi. Jalan lokal 3 menghubungkan blok antara rumah di dalam satu cluster.
Jalan utama merupakan jalan yang menghubungkan seluruh wilayah permukiman cluster, areal komersial, fasilitas umum dan jalan lingkungan yang
terdapat dalam cluster atau areal komersial. Jalan yang berada di kawasan Sentul City mengikuti kontur sehingga menghasilkan jalan yang berkelok-kelok. Jalan
utama di Sentul City relatif panjang sekitar 6,5 km terbagi menjadi tiga yaitu Jalan M.H. Thamrin, Jalan Siliwangi, dan Jalan Bali Raya. Sirkulasi jalan utama dibagi
dua jalur untuk menjamin keamanan pengguna jalan, mengingat kecepatan rata- rata kendaraan yang melintas relatif tinggi sekitar 70 kmjam.
Sistem utilitas pada wilayah Sentul City meliputi jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, dan jaringan drainase. Jaringan listrik menggunakan sistem
jaringan bawah tanah dengan tujuan membebaskan pandangan dari kabel-kabel yang terkesan tidak rapi, namun sistem jaringan listrik bawah tanah ini tidak
diterapkan di seluruh wilayah dikarenakan biaya yang cukup tinggi. Sedangkan
jaringan telekomunikasi ditunjang dengan dibangunnya STO Telkom. Jaringan listrik dan telekomunikasi di wilayah ini khusus dikelola oleh Unit Pemeliharaan
Infrastruktur dibawah naungan Departemen Pemeliharaan Kota Town Maintenance Departement.
Jaringan drainase pada kawasan Sentul City menggunakan sistem jaringan tertutup dan terbuka. Diameter gorong-gorong yang digunakan pada jaringan
tertutup adalah 2 m dengan tempat pertemuan saluran gabungan perpotongan antar saluran berukuran 2,5m x 2,5 m dan kedalaman sekitar 3 m sesuai topografi
lahan. Sistem saluran drainase yang digunakan pada jalan utama yaitu sistem drainase terbuka berupa saluran air di bagian tepi jalan dan bagian tengah median
jalan. Jarak antara saluran air di bagian tepi dengan badan jalan ± 1,25 m. Untuk air kotor limbah rumah tangga akan dialirkan oleh jaringan pipa ke suatu bak
penampungan STP kemudian diolah, disaring, dan diendapkan bakteri guna mematikan bakteri pengganggu dan selanjutnya dialirkan ke sungai. Sebelum
masuk ke badan air penerima, air diolah terlebih dahulu di instalasi pengolahan air limbah. Hal ini dilakukan pada sistem drainase yang lengkap.
4.2 Aspek Ekologis