10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik
sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri
atas teori pragmatik, fenomena pragmatik, teori ketidaksantunan, konteks, unsur segmental, unsur suprasegmental, dan teori maksud. Kerangka berpikir berisi
tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.
2.1 Penelitian yang Relevan
Ketidaksantunan berbahasa dalam dunia pragmatik merupakan fenomena baru yang belum dikaji secara mendalam. Oleh sebab itu, penelitian pragmatik
yang mengkaji ketidaksantunan berbahasa belum banyak ditemukan. Peneliti mencantumkan empat penelitian ketidaksantunan berbahasa yang telah dilakukan
oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian-penelitian ketidaksantunan
berbahasa yang dicantumkan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan Elizabeth Rita Yuliastuti 2013, Caecilia Petra Gading May Widyawari 2013,
Olivia Melissa Puspitarini 2013, dan Agustina Galuh Eka Noviyanti 2013.
Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Rita Yuliastuti 2013 berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20122013. Penelitian ini menggunakan metode simak dan cakap untuk pengumpulan datanya. Data yang
terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kontekstual. Penelitian ini menyimpulkan tiga hal yaitu sebagai berikut. Pertama, wujud
ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan tuturan lisan yang tidak santun antara guru dan siswa yang berupa tuturan melecehkan muka, memain-
mainkan muka, kesembronoan, mengancam muka, dan menghilangkan muka, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan uraian
konteks berupa penutur, mitra tutur, tujuan tutur, situasi, suasana, tindak verbal, dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut. Kedua, penanda
ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi, serta penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks
yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, suasana, tujuan tutur, tindak verbal, dan tindak perlokusi. Ketiga, makna ketidaksantunan 1
melecehkan muka yakni hinaan dan ejekan dari penutur kepada mitra tutur hingga melukai hati mitra tutur, 2 memain-mainkan muka yakni tuturan yang membuat
bingung mitra tutur sehingga mitra tutur menjadi jengkel karena sikap penutur yang tidak seperti biasanya, 3 kesembronoan yang disengaja yakni penutur
bercanda kepada mitra tutur sehingga mitra tutur terhibur, tetapi candaan tersebut dapat menimbulkan konflik, 4 mengancam muka yakni penutur memberikan
ancaman kepada mitra tutur sehingga mitra tutur merasa terpojokkan, dan 5
menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Caecilia Petra Gading May Widyawari 2013 dengan judul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik
Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan 200 –2011
Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data yang sama dengan penelitian sebelumnya. Pertama metode
simak dengan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik cakap, kedua metode cakap dengan teknik dasar
berupa teknik pancing dan dua teknik lanjutan berupa teknik lanjutan cakap semuka dan tansemuka. Analisis data penelitian ini juga menggunakan metode
kontekstual. Simpulan hasil penelitian ini adalah: 1 wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat dari tuturan antarmahasiswa yang terdiri dari melecehkan
muka, sembrono, mengancam muka dan menghilangkan muka. Lalu wujud ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks penutur, mitra
tutur, situasi, suasana, tindak verbal, tindak perlokusi dan tujuan tutur, 2 penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan,
intonasi, dan diksi. Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan yang berupa penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tindak
verbal, tindak perlokusi, dan tujuan tutur, dan 3 makna ketidaksantunan berbahasa yaitu: a melecehkan muka, ejekan penutur kepada mitra tutur dan
dapat melukai hati, b memain-mainkan muka, membingungkan mitra tutur dan itu menjengkelkan, c kesembronoan, bercanda yang menyebabkan konflik, d
menghilangkan muka, mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan e mengancam muka, menyebabkan ancaman pada mitra tutur.
Penelitian tentang kesantunan yang serupa dengan kedua penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Olivia Melissa Puspitarini 2013 dengan judul
Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID, FKIP, USD, Angkatan 2009
—2011. Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan
wujud ketidaksantunan, penanda ketidaksantunan, dan makna ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa
Program Studi PBSID, FKIP, USD, angkatan 2009 —2011. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, wujud ketidaksantunan
linguistik berdasarkan tuturan lisan dan wujud ketidaksantunan pragmatik berbahasa yaitu uraian konteks tuturan tersebut. Kedua, penanda ketidaksantunan
linguistik yaitu nada, intonasi, tekanan, dan diksi, serta penanda pragmatik yaitu konteks yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, dan suasana.
Ketiga, makna ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa meliputi 1 melecehkan muka yakni penutur menyindir atau mengejek mitra tutur, 2
memainkan muka yakni penutur membuat jengkel dan bingung mitra tutur, 3 kesembronoan yang disengaja yakni penutur bercanda kepada mitra tutur dan
mitra tutur terhibur namun candaan tersebut dapat menimbulkan konflik bila candaan tersebut ditanggapi secara berlebihan, 4 menghilangkan muka yakni
penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan 5 mengancam
muka yakni penutur memberikan ancaman atau tekanan kepada mitra tutur yang menyebabkan mitra tutur terpojok.
Penelitian ketidaksantunan berbahasa selanjutnya dilakukan oleh Agustina Galuh Eka Noviyanti 2013 yang berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan
Pragmatik Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20122013.Penelitian ini juga menggunakan medote pengumpulan data
dan metode analisis analisis data yang sama dengan ketiga penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini pun tidak jauh berbeda dengan ketiga penelitian sebelumnya
yaitu sebagai berikut. Pertama wujud ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa tuturan lisan yang telah ditranskripsi, sedangkan wujud ketidaksantunan
pragmatik berupa uraian konteks yang melingkupi setiap tuturan. Kedua penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa 1 nada, 2 tekanan, 3
intonasi, dan 4 pilihan kata diksi. Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan. Konteks tersebut meliputi
1 penutur dan mitra tutur, 2 situasi dan suasana, 3 tindak verbal, dan 4 tindak perlokusi. Ketiga makna penanda ketidaksantunan dari masing-masing
jenis ketidaksantunan meliputi 1 makna penanda ketidaksantunan melecehkan muka adalah penutur menyindir, menghina, dan mengejek mitra tutur sehingga
dapat melukai hati mitra tutur, 2 makna penanda ketidaksantunan memainkan muka adalah penutur membuat kesal dan jengkel mitra tutur dengan tingkah laku
penutur yang tidak seperti biasanya, 3 makna penanda ketidaksantunan kesembronoan yang disengaja adalah penutur bermaksud untuk bercanda sehingga
membuat mitra tutur terhibur, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
candaannya tersebut dapat menimbulkan konflik, 4 makna penanda ketidaksantunan menghilangkan muka adalah penutur membuat mitra tutur benar-
benar malu di hadapan banyak orang, dan 5 makna penanda ketidaksantunan mengancam muka adalah penutur memberikan ancaman atau tekanan kepada
mitra tutur yang menyebabkan mitra tutur terpojok dan tidak memberikan pilihan bagi mitra tutur.
Keempat penelitian di atas merupakan penelitian yang mengkaji ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik. Oleh karena itu, keempat
penelitian ketidaksantunan berbahasa tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengkaji fenomena ketidaksantunan berbahasa yang juga dikaji dalam
penelitian ini. Hal yang membedakan penelitian ini dengan keempat penelitian tersebut adalah ranah penelitiannya. Keempat penelitian tersebut meneliti
ketidaksantunan berbahasa dalam ranah pendidikan, sedangkan penelitian ini meneliti ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga, khususnya keluarga di
lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.
2.2 Pragmatik