Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and

tanggapan anaknya, tetapi sang anak tidak menyadari kalau tanggapannya membuat sang bapak tersinggung. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi 2008 ini lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud untuk mengancam muka sepihak mitra tuturnya tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur.

2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and

Watts Locher and Watts 2008:5 berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif negatively marked behavior karena melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kedua ahli tersebut juga menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti untuk menegosiasikan hubungan antarsesama a means to negotiate meaning. Selengkapnya pandangan mereka tentang ketidaksantunan tampak berikut ini, ‘…impolite behaviour and face-aggravating behaviour more generally is as much as this negation as polite versions of behavior.’ cf. Lohcer and Watts, 2008:5. Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut. 1 Situasi: Saat masuk ke kamar anaknya, ibu melihat kamar anaknya sangat berantakkan. Ibu menjadi marah karena keluarga sudah bersepakat bahwa kebersihan kamar menjadi tanggung jawab pemilik kamar. 2 Wujud tuturan: a Ibu : “Dik, kenapa kamarmu berantakan sekali?” b Anak : “Hehe, belum aku beresin.” c Ibu : “Ibu pokoknya nggak mau tahu, cepet beresin kamar kamu. Ibu nggak mau bersihin, wong itu kamar kamu.” d Anak : “Males ah, Bu. Ibu aja deh yang beresin.” e Ibu : “Nggak mau. Udah ada kesepakatannya, kebersihan kamar jadi tanggung jawab pemilik kamar.” Percakapan di atas memperlihatkan bahwa sang anak tidak merasa bersalah dengan tidakannya. Pertanyaan ibu pada kalimat a dijawab dengan santai tanpa rasa bersalah oleh sang anak pada kalimat b. Tuturan pada kalimat d menunjukkan bahwa sang anak tidak menghiraukan kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan anggota keluarga lainnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang tidak santun karena telah mengacuhkan dan melanggar kesepakatan yang telah menjadi peraturan dalam keluarga tersebut. Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts 2008 ini lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Dari teori-teori ketidaksantunan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa 1 dalam pandangan Miriam A. Locher ketidaksantunan berbahasa merupakan tindak berbahasa yang melecehkan muka dan memain- mainkan muka sehingga membuat mitra tutur tersinggung, 2 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield adalah perilaku berbahasa yang mengancam muka dan dilakukan secara sembrono gratuitous sehingga dapat menimbulkan konflik antara penutur dan mitra tutur, 3 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper merupakan perilaku berbahasa yang dapat membuat orang benar-benar kehilangan muka face loss atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka, 4 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi merupakan bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud untuk mengancam muka sepihak mitra tuturnya, tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur, dan 5 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts adalah perilaku berbahasa yang secara normatif dianggap negatif, lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kelima teori ketidaksantunan berbahasa tersebut akan digunakan sebagai landasan untuk melihat praktik ketidaksantunan berbahasa yang terjadi di dalam keluarga.

2.5 Konteks