33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Dalam bab empat ini dideskripsikan unsur intrinsik karya sastra yang dibatasi pada tokoh, penokohan, alur, dan latar. Peneliti memilih empat dari enam unsur
intrinsik yang ada karena unsur tersebut bisa membantu dalam menemukan konflik batin yang dialami oleh tokoh Sasana dan Jaka.
Tokoh dan penokohan dimulai dari kutipan 1 sampai kutipan 74. Latar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu latar tempat dimulai dari kutipan 75 sampai
kutipan 95, latar waktu dimulai dari kutipan 96 sampai kutipan 117, dan latar sosial dimulai dari kutipan 18 sampai kutipan 134. Alur juga meliputi beberapa
bagian, yaitu paparan yang dimulai dari kutipan 135 sampai kutipan 138, rangsangan dimulai dari kutipan 139 sampai kutipan 142, gawatan dimulai dari
kutipan 143 sampai 146, tikaian dimulai dari kutipan 147 sampai kutipan 150, rumitan dimulai dari kutipan 151 sampai kutipan 154, klimaks hanya
terdapat pada kutipan 155, leraian terdapat pada kutipan 156 dan 157, dan selesaian terdapat pada kutipan 158 dan 159. Konflik batin kedua tokoh
dimulai dari kutipan 160 sampai kutipan 189. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi
sastra. Pendekatan ini menganalisis aspek-aspek psikologi dari tokoh utama dalam karya sastra tersebut. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran
sastra di SMA kelas XII semester 1.
4.2 Analsis Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral, dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 165. Menurut
Wahyuningtyas Santoso, 2011: 3, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam prosa yang bersangkutan. Tokoh tambahan adalah tokoh
yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.
Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan di atas, tidak akan begitu saja hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan “sarana” yang memungkinkan
kehadirannya. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung telling, analitik dan tak langsung showing, dramatik Nurgiyantoro, 2007: 195-
210. Menurut Nurgiyantoro 2007: 165, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
4.2.1 Tokoh Utama
Ada dua tokoh utama yang terdapat dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari yaitu Sasana dan Jaka. Mereka dikatakan sebagai tokoh sentral karena
keduanya hadir begitu dominan dalam setiap cerita.
a. Sasana
Sasana digambarkan sebagai tokoh “aku”. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan teknik langsung atau ekspositori malalui kutipan sebagai berikut
1 “Mau jadi apa kamu ikut-ikutan seperti itu?” Hanya itu saja kalimat
yang aku dengar. Selebihnya suara Ibu hanya seperti dengungan lebah yang berputar-putar di atas kepalaku. Madasari, 2013: 20
Tokoh Sasana digambarkan sebagai seorang anak laki-laki dari keluarga yang cukup berpendidikan dan terpandang di Jakarta. Ayahnya seorang pengacara
dan ibunya seorang dokter ahli bedah. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut
2 Aku laki-laki kecil tak berdaya, yang hanya bisa melakukan setiap hal
yang orangtuaku tunjukkan. Madasari, 2013: 14 3
“Percuma punya suami pengacara kalau ngurus anak SMA saja nggak becus” serunya. Ayah diam saja. Ia sama sekali tak membantah.
Madasari, 2013: 40 4
Sampai-sampai ia merasa perlu mendatangkan banyak banyak dokter untuk memeriksa kondisiku. Padahal ia sendiri juga dokter, bahkan
dokter ahli bedah. Madasari, 2013: 41
Sedari dalam kandungan ibunya, Sasana sudah dikenalkan dengan karya- karya piano klasik dan setelah ia bersekolah pun ia dimasukkan orangtuanya
untuk kursus piano. Prestasinya membanggakan. Selain lancar bermain piano, ia meraih prestasi akademis di sekolahnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut 5
Saat masuk sekolah dasar, aku sudah mahir memainkan komposisi- komposisi klasik dunia. Beethoven, Chopin, Mozart, Bach, Brahms..
Sebutkan saja Aku bisa memainkan semuanya dengan indah. Madasari, 2013: 15
6 Pada usia yang sangat muda, baru naik kelas 4 SD, aku sudah puluhan
kali memainkan piano di depan banyak orang. Di sekolah sampai di pusat-pusat perbelanjaan. Untuk hanya sekedar latihan hingga untuk
lomba. Piala-pialaku berjajar, foto-fotoku dipamerkan. Di sekolah, aku selalu termasuk sepuluh murid yang paling pintar. Madasari, 2013:
15
Saat memasuki SMA, ia menjadi korban pemerasan oleh kelompok gang di sekolah, dimana ia harus menyetor uang jajannya ke gang tersebut. Hingga
suatu hari ia dipukuli sehingga menyebabkan badannya remuk dan mengenakan tongkat ke sekolah. Bagi Sasana, ke sekolah seperti neraka. Selalu dibayang-
bayangi ketakutan akan pemukulan dan penghinaan oleh kelompok gang tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan sebagai berikut 7
Setiap hari, lima anggota Dark Gang menghampiriku saat aku baru keluar dari kelas. Mereka minta jatah lima ribu rupiah. Kadang mereka
menggeledah tasku, mengambil apa saja yang bisa diambil. Aku menurut. Apa pun yang mereka minta aku berikan. Asalkan aku tak
dipukul hingga ketika pulang penuh lebam dan membuat ibuku kembali menangis. Madasari, 2013: 34.
Tokoh Sasana juga digambarkan sebagai tokoh yang pantang menyerah ketika ia mendapatkan kesempatan hidupnya ketiga setelah keluar dari Rumah
Sakit Jiwa. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut
8 Aku tidak mau menyerah. Aku harus bisa menjadi Sasa yang dulu.
Bahkan harus lebih Hidup baruku dimulai. Hidupku yang ketiga. Hidup pertama dimulai saat aku dilahirkan, lalu aku mati di sekolah
laki-laki. Hidup keduaku dimulai saat aku bertemu Cak Jek hingga aku dikubur di rumah sakit jiwa. Sekarang aku dapat kesempatan ketiga.
Tak akan aku sia-siakan. Madasari, 2013: 228-229
Setelah dipukuli oleh kelompok gang di sekolahnya, Sasana juga tidak mendapatkan pembelaan yang cukup, terutama dari orangtuanya. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
9 “Ada satu anak jenderal, satu anak pejabat. Kasusnya tidak bisa
diproses,” jawab Ayah datar. “Hah? Anak kita disiksa seperti anjing
lalu pelakunya tidak bisa diproses?” Ibu berteriak. Kini ia bukan hanya marah pada orang-orang yang menganiayaku dan pada polisi
yang tak memproses perkaraku. Ia marah pada ayahku. “Apa tidak bisa
kamu lakukan sesuatu? Ini anak kita Anak kandung kita sendiri disiksa orang kaya gitu dan kamu hanya diam saja?” Madasari, 2013:
36
Jalan hidupnya berubah, ketika ia melanjutkan pendidikan tingginya di Malang. Di sana, Sasana menemukan dirinya sendiri dengan melahirkan sosok
Sasa. Memakai daster, berbedak, dan bergincu. Sisi feminin yang bersembunyi dalam dirinya selama ini. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut 10
Aku pake BH itu. Berenda, berwarna merah muda. Agak gelid an gatal ketika benda seperti itu tiba-tiba menempel di dada. Madasari, 2013:
54
11 “Ini, sekarang coba pakai ini”, katanya. Ia memberikan lipstik, bedak,
pemerah pipi, dan benda-benda lainnya yang tak kuketahui namanya. Madasari, 2013: 55
Di rumah orang tuanya, Sasa berusaha untuk menjadi Sasana. Sayangnya
hal ini membuatnya tertekan hingga mengalami gangguan jiwa. Rumah Sakit Jiwa pun menjadi rumah baru bagi Sasana. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut 12
Kenapa mereka semua di sini? Karena tak waras? Sama seperti aku? Aku tak waras. Aku sinting. Haha Aku tertawa. Kini aku menyadari
sesuatu. Tempat ini akan menyelamatkanku dari ketidakwarasan. Ini tempat pembebasan. Madasari, 2013: 116
Sasana juga merupakan anak yang pemberani, patuh terhadap orang tuanya, suka menolong, pemberontak, dan mempunyai bakat dalam bergoyang dan
menyanyi dangdut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai.
13 Tapi kemudian ketika tangan itu kembali meremas tonjolan dadaku,
tangan-tangan ku tak lagi bisa dikendalikan. Dengan cepat pukulanku mengenai wajah laki-laki itu. Lalu berlanjut dengan kaki-kakiku yang
menendang dada dan kemaluannya. Madasari, 2013: 62
14 Demi Ibu, aku bertekad mengendalikan diri. Aku mengurung jiwa dan
pikiran ku. Aku membangun tembok-tembok tinggi, aku mengikat tangan dan kakiku sendiri. Aku tak akan melakukan satu hal pun yang
di luar kebiasaan. Aku akan patuh dalam garis batas yang telah dibuat Ayah dan Ibu. Madasari, 2013: 30
15 Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja aku merasa ada semangat
yang menyala dalam diriku. Semngat untuk mencari Marsini. Semangat untuk menyelamatkannya. Juga semangat untuk membalas
siapa saja yang sudah melakukan kejahatan pada Marsini. Madasari, 2013: 85
16 Pada satu titik, aku tak mau hanya jadi penonton dan pengekor. Aku
naik ke tempat yang biasa dipakai orang untuk pidato. Aku menyanyi, aku bergoyang. Itulah suaraku, itulah teriakanku. Air mataku
berdesakan saat gemuruh tepuk tangan terdengar. Aku merasa begitu berarti. Harga diriku membulat dan mengeras. Inilah wujud
pelampiasan dendam ku pada orang-orang yang telah merobek harga diriku. Madasari, 2013: 243
17 Lagu-lagu yang aku sudah hafal luar kepala. Awalnya aku hanya
bersenandung, kemudian menyanyi lepas. Habis satu lagu langsung disambung lagu lain. Setelah panas menyanyikan tiga lagu, aku pun
berdiri. Menyanyi sambal bergoyang. Madasari, 2013: 47
Sasana juga digambarkan sebagai anak yang kurang bersyukur karena diciptakan sebagai seorang laki-laki dan iri dengan adik perempuannya yang
bernama Melati. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
18 Kini ada sesuatu yang bisa kuingat selain piano dan nada-nada itu:
Melati. Nama yang indah, bukan? Melati. Aku suka mengucapkannya berulang kali. Berbeda sekali dengan namaku: Sasana. Sama sekali tak
indah. Terlalu garang, terlalu keras. Selalu mengingatkanku pada perkelahian dan darah. Seperti tempat orang bertinju. Madasari, 2013:
16
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau
dramatik. Dalam pelukisan tokoh Sasana teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Teknik tidak
langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan 18.
Berdasarkan kutipan 1 sampai 18 dapat disimpulkan bahwa pengarang menggambarkan Sasana dengan menggunakan sudut pandang “aku”. Kutipan 2,
3, 4 menjelaskan bagaimana kehidupan keluarga Sasana, dimana sang Ayah bekerja sebagai pengacara dan Ibunya yang bekerja sebagai dokter bedah. Dalam
kutipan tersebut juga dijelaskan ciri fisik Sasana, yaitu seorang laki-laki. Kutipan 5 dan 6 menjelaskan kalau Sasana adalah seorang anak yang cerdas dan pintar
bermain piano dari kecil. Kutipan 7 menjelaskan Sasana berkali-kali mengalami pemukulan dan penghinaan yang dilakukan oleh kelompok gang di sekolahnya.
Kutipan 8 menjelaskan sikap Sasana yang pantang menyerah. Dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan hidupnya lagi, setelah sebelumnya pernah terpuruk.
Kutipan 9 menjelaskan bagaimana Sasana tidak mendapatkan pembelaan yang cukup dari orangtuanya dan hukum. Kutipan 10 dan 11 menjelaskan perubahan
fisik Sasana yang menjadi feminin dan merubah nama menjadi Sasa. Disitulah dia menemukan dirinya sendiri.
Kutipan 12 menjelaskan saat Sasa berusaha menjadi Sasana. Dia tertekan dan kemudian gila. Kutipan 13 menjelaskan sikap Sasana yang
pemberani. Dia berani memukul seseorang yang berusaha melecehkannya.
Kutipan 14 menjelaskan sikap Sasana yang patuh terhadap orang tuanya. Dia rela memasung pikiran dan tangannya agar tidak melakukan hal-hal yang tidak
dikehendaki orangtuanya. Kutipan 15 menjelaskan sikapnya yang mau turun tangan membantu temannya Cak Man yang sudah dia anggap seperti keluarganya
sendiri. Dia membantu berdemo agar anaknya Cak Man yang hilang bisa kembali lagi. Kutipan 16 menjelaskan bagaimana Sasana memiliki jiwa pemberontak. Itu
terlihat ketika dia melawan rasa takutnya untuk melampiaskan dendamnya kepada orang-orang yang dulu melecehkannya dengan cara berdemo bersama beberapa
mahasiswa. Kutipan 17 menjelaskan bakat Sasana yaitu menyanyi dangdut dan berjoget. Kutipan 18 menjelaskan kekurangan Sasana yang tidak menerima
dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Dia iri dengan adik perempuannya yang bernama Melati
b. Jaka