4.4.6 Klimaks
Pada suatu hari Jaka melakukan pembersihan acara dangdut porno. Dia menghancurkan acara itu dan menangkap Sasana karena menganggapnya telah
menistakan agama dan mengandung pornografi. 155
Kini mereka bergerak menarik semua pakaianku. Aku melawan dan meronta. Aku tidak mau ditelanjangi. Aku tidak mau dipermalukan
seperti ini. Tapi mereka tak peduli. Kini sekelilingku penuh dengan orang-orang berjubah putih itu. Mereka semua tertawa menyaksikan
aku ditelanjangi teman-temannya. Seluruh bajuku diambil hanya celana dalam yang masih melekat di tubuhku. Aku menangis
meraung-raung. Menangisi rasa terhina dan kekalahanku. Aku merasa sakit, jauh lebih sakit dibanding jika aku dihajar habis-
habisan. Sambil terus terisak, aku tatap orang-orang disekelilingku satu per satu. Aku mau mereka merasakan kebencian dan dendam
yang sedang kutanam. Tatapan berhenti pada sepasang mata yang sangat aku kenal. Ia pun menatap aku. Dalam beberapa hitungan,
tatapan kami beradu. Ia kemudian lebih dulu mengalihkan pandangan. Madasari, 2013: 293
4.4.7 Leraian
Jaka akhirnya goyah ketika melihat amarah pada diri Sasana. Apalagi Jaka adalah orang yang membangkitkan Sasa pada diri Sasana. Dia merasa menyesal
dengan apa yang sudah dia perbuat.
156
Binatang... binatang... binatang... Benarkah aku binatang? Apakah
aku manusia jika membiarkan orang yang kukeanl dikeroyok di depan mata? Apakah aku masih manusia jika aku tak punya lagi
belas kasihan? Tapi apakah aku binatang jika memang aku sedang berjuang untuk hal yang kuanggap benar? Madasari, 2013: 310
157 Apa arti semua yang kulakukan, kalau orang yang melahirkan ku
saja melihatku sebagai binatang? Apa lagi yang kubanggakan? Demi apa lagi semua yang kulakukan? Demi agama? Demi Tuhan? Kalau
Ibu saja melihatku sebagai binatang pasti juga demikian dengan Tuhan. Apakah semua yang kulakukan benar? Apakah memang ini
yang dikehendaki Tuhan? Duh, Guti Allah... Madasari, 2013: 316
4.4.8 Selesaian