Latar Waktu Analisis Latar

c. Sintai Sintai merupakan salah satu daerah lokalisasi yang berada di Batam. Di Sintai, Jaka bertemu dengan seorang pelacur yang bernama Elis. Dia menyukainya tetapi tidak berani mengutarakannya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan latar tersebut 94 SINTAI. Begitu tulisan besar yang terpampang di gerbang tempat yang kami tuju. Mobil-mobil berjajar di samping gerbang. Pengunjung keluar masuk bergantian. Tempat ini memang ramai. Setidaknya sampai kunjunganku yang ketiga ini tempat ini tak pernah sepi. Madasari, 2013: 168 95 Maka saekarang aku susuri lorong yang diterangi lampu kerlap-kerlip warna-warni ini. Menyusuri lorong ini taka da bedanya dengan menyusuri jalanan sebuah kota. Rumah-rumah kecil bejajar dipinggirnya. Penghuninya menunggu di depan pintu, memanggil- manggil setiap orang yang lewat untuk bertamu. Di sepanjang lorong banyak yang berjualan. Makanan, rokok, bir, sabun, kondom, dan pil penguat. Madasari, 2013: 168

4.3.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi Nurgiyantoro 2007:230. Peristiwa yang diceritakan dalam novel Pasung Jiwa merupakan peristiwa yang mengambil setting tahun 90-an. Ketika masih terjadi kerusuhan dimana-mana dan ketika rakyat sedang susah akibat krisis moneter. Peristiwa yang terjadi dalam novel Pasung Jiwa dimulai saat pengarang menceritakan riwayat singkat bagaimana Sasana dipaksa berlatih piano oleh orangtuanya dan berakhir saat pengarang menceritakan ketika Sasana dan Jaka mendapatkan kebebasannya. Berikut beberapa peristiwa yang menunjukkan adanya latar waktu dalam novel Pasung Jiwa. Peristiwa terjadi ketika Sasana naik kelas 4 SD. Dia sudah pandai bermain piano dan mendapatkan juara dalam diberbagai perlombaan. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 96 Pada usia yang sangat muda, baru naik kelas 4 SD, aku sudah puluhan kali memainkan piano di depan banyak orang. Di sekolah sampai di pusat-pusat perbelanjaan. Untuk hanya sekedar latihan hingga untuk lomba. Madasari, 2013: 15 Peristiwa juga terjadi saat libur sekolah, ketika Sasana bersiap masuk SMP. Dia mulai mengenal musik dangdut dan menyukainya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 97 Aku tak ingat bagaimana awalnya. Saat itu sedang masa libur sekolah. Aku baru lulus SD, bersiap masuk SMP. Malam itu aku sudah berada di kampung di belakang komplek rumahku, berdiri di antara puluhan laki- laki dan perempuan menonton sebuah pertunjukan. Seorang perempuan berbaju gemerlap berdiri di panggung. Ia baru selesai menyelesaikan satu lagu. Menyapa penonton dengan akrab dan genit, yang langsung disambut sorakan dan tepuk tangan penonton. Madasari, 2013: 17 Peristiwa juga terjadi pada pagi hari, ketika Sasana mendapat gangguan dari kelompok gang di sekolahnya. Saat masuk SMA, Sasana sering medapat pukulan dan harus menyetor uang ke anggota gang di sekolahnya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 98 Pagi ini DARK Gang mencegatku di pagar sekolah. Mereka langsung menyeretku ke belakang, ke WC yang dulu digunakan untuk menghajarku pertama kali. Madasari, 2013: 38 Peristiwa terjadi pada tanggal 17 Agustus 1993, Sasana melanjutkan pendidikannya di Malang. Di sana Sasana meninggalkan kuliahnya dan memilih untuk mengamen bersama Cak Jek. Di Malang, Sasana juga menemukan jati dirinya. Dia perlihatkan sisi feminism nya dan mengganti nama menjadi Sasa. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 99 17 Agustus 1993 Sungguh aku tak hanya sedang menyanyi. Aku sedamg benar-benar mandi lho. Tubuhku lengket dan manis. Lidahku tak tahan mau menjilat-jilat lengan, jari, paha, semuanya Kalau lidahku sendiri saja sudah begitu tergoda, bagaimana dengan lidah-lidah mereka yang sedang berkerumun di depan panggung ini? Dari tadi mereka bergoyang tanpa henti, sambal matanya jelalatan kea rah panggung. Madasari, 2013: 45-46 100 Malam yang menjadi awal ini semua. Seharian itu aku tidur nyenyak. Setelah dua bulan jadi aanak baru di Malang, aku menemukan sesuatu yang membuatku bahagia. Madasari, 2013: 48 Peristiwa juga terjadi pada malam hari, ketika Sasana sedang mengamen bersama Jaka di alun-alun Batu. Dia mendapat perlakuan tidak sopan dari lima orang laki-laki dan membuatnya marah. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 101 Malam ini kami hanya beredar di seputar alun-alun. Sudah hampir subuh saat kami mampir di warung lesehan pojok utara alun-alun. Ada lima laki-laki di warung itu. Tak terlalu banyak. Tapi lumayanlah untuk nambah-nambah rezeki. Penutup sebelum kami mengakhiri malam itu. Aku belum selesai menyanyikan satu lagu saat salah seorang laki-laki itu meremas tonjolan dadaku. Ia melakukannya sambal tertawa. Madasari, 2013: 61 Peristiwa terjadi pada pagi hari, ketika Cak Man berkunjung ke rumah Jaka dan Sasana di Batu. Kedatangan Cak Man ingin memberitahukan ke mereka kalau anaknya yang bernama Marsini menghilang setelah ikut berdemo kenaikan gaji di tempatnya bekerja. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 102 Cak Man datang ke rumah kami pagi ini. Mengejutkan. Sebab ia tak pernah datang ke sini sebelumnya. Aku dan Cak Jek juga tak pernah memberikan alamat jelas di mana kami tinggal. Cak Man hanya tahu nama kampung tempat kami tinggal. Ia nekat datang begitu saja, lalu bertanya ke orang-orang. Dengan hanya menyebutkan nama semua orang sudah tahu siapa yang dicari Cak Man. “Anakku ilang” katanya sesaat setelah kami persilakan duduk. Madasari, 2013: 80-81 Peristiwa juga terjadi pada sekitar jam 11.00 siang, ketika Sasana, Cak Jek, Cak Man, dan beberapa teman-temannya datang ke Sidoarjo untuk berdemo di tempat Marsini bekerja agar pihak pabrik memberi tahu keberadaan Marsini sekarang. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 103 Kami tak hanya membawa alat ngamen, tapi juga spanduk dan karton- karton yang sudah ditulisi permintaan agar Marsini segera dipulangkan. Sesuai rencana, kami sampai di pabrik tempat Marsini bekerja sekitar jam sebelas siang. Pabrik itu dikelilingi pagar tinggi. Semuanya tertutup, tak ada celah sedikit pun untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Madasari, 2013: 90-91 Peristiwa terjadi pada hari keempat belas, ketika Sasana dikeluarkan dari penjara. Setelah melakukan demo di Sidoarjo, Sasana dan teman-temannya ditahan karena dianggap membuat kerusuhan. Selama ditahan Sasana dipukuli dan dilecehkan. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 104 Aku sudah kehilangan harapan, sampai pada hari keempat belas, mereka membawaku keluar dari gedung itu. Baru aku tahu di mana sebenarnya aku berada selama ini. Kantor Koramil. Mereka melepaskanku. Mereka melemparkan kaus dan celana pendek padaku. “Awas kalau berani macam-macam lagi,” kata salah satu dari mereka. Sebuah tendangan mendarat di punggung ku “Sana… pergi cepat” katanya. Madasari, 2013: 100 Peristiwa terjadi pada bulan Maret 1995, ketika Sasana memilih pulang ke rumahnya di Jakarta dan mengubah dirinya dari Sasa menjadi Sasana. Sasana pulang dalam keadaan stress berat, dia merasa ketakutan-ketakutan nya selama di penjara kemarin selalu mengikutinya kemanapun dia pergi. Kemudian akhirnya dia dimasukkan orang tuanya ke Rumah Sakit Jiwa. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 105 Maret 1995 Aku memilih terperangkap. Terkurung dalam jeruji kasih, terikat dalam rantai-rantai kenangan. Inilah yang terbaik untukku saat ini. Sebuah kurungan yang aman, yang menjatuhkanku dari segala masalah dan kesakitan. Di sini aku mengubur diriku dari kehidupan, menenggelamkan dariku dari keinginan dan kesenangan. Aku meringkuk di sudut paling gelap dari tubuh tinggi-besar ini. Mengubah suara, mengubah rambut dan muka. Mengubah semuanya. Madasari, 2013: 101 106 Ayah dan Ibu menganggapku tak waras. Aku baru tahu jawabannya pagi ini. Setelah dua malam berada di tempat ini. Pagi ini pertama kalinya aku keluar kamar. Seorang petugas menjemputku. Ia membawaku menyusuri lorong-lorong panjang, melewati kamar- kamar berteralis yang serupa dengan kamarku. Madasari, 2013: 115 Peristiwa juga terjadi pada pagi hari, ketika Sasana tidak menemukan lagi temannya yang bernama Banua. Banua ditemukan bunuh diri di kamarnya, dia menganggap dengan bunuh diri dia akan menemukan kebebasannya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 107 Pagi ini tak kutemukan Banua di tempat senam pagi. Orang-orang yang berkumpul di sana memanggil namaku dan berseru, “Goyang..goyang” saat aku datang. Kucari-cari Banua. Aneh sekali, tak ada dia yang paling bersemangat memintaku bergoyang. Madasari, 2013: 140-141 Peristiwa terjadi pada hari Sabtu malam pukul 01.00 dini hari, ketika Sasana dan teman-temannya kabur dari Rumah Sakit Jiwa. Masita membantu Sasana agar bisa keluar dari Rumah Sakit Jiwa, Masita berharap setelah keluar dari Rumah Sakit Jiwa Sasana menemukan kebebasannya yang sesungguhnya. Berikut kutipan langsung yang menggambarkan hal tersebut 108 “Dua hari lagi Sabtu. Sabtu malam waktu yang terbaik. Semakin sedikt petugas yang jaga malam,” kata Masita. Madasari, 2013: 153 109 “Kalian harus keluar mala mini. Bagaimanapun caranya,” kata Masita. Madasari, 2013: 153 Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 110 Jam satu dini hari, Masita membuka pintu kamarku. Lebih cepat satu jam dari rencana karena dengan begitu kami punya cukup waktu untuk keluar dari tempat ini sebelum jam dua. Madasari, 2013: 153 Peristiwa terjadi pada bulan Mei tahun 1995, ketika Jaka mendapatkan pekerjaan di Batam sebagai buruh di pabrik elektronik. Setelah keluar dari penjara, mimpinya sebagai seniman harus ia kubur dalam-dalam. Ia harus menggantikan tugas kakaknya untuk mengirimi uang bulanan kepada Ibunya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 111 Mei 1995 Ya beginilah yang namanya masib. Maunya apa, jadinya apa. Kalau mengikuti yang kumau, ya pasti aku memilih ngamen saja. Bebas, hati selalu senang, tidak diatur-atur orang. Tapi mau bagaimana lagi kalau nasibku sekarang malah berada di tempat ini. Bukannya memegang gitar, ketipung, atau kecrekan, eee… malah mengusap- usap kaca untuk dijadikan layar televise. Madasari, 2013: 159 Peristiwa terjadi pada malam hari, ketika Jaka pergi ke tempat lokalisasi yang berada tidak jauh dari tempatnya bekerja. Di tempat lokalisasi Jaka bertemu dengan salah satu pelacu yang bernama Elis, dia menyukainya namun tidak berani mengungkapkannya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 112 Malam ini aku sudah bertekad harus memilih sendiri. Maka sekarang aku susuri lorong yang diterangi lampu kerlap-kerlip warna-warni ini. Langkahku berhenti di depan satu kamar. Penghuninya masih sangat muda, memakai atasan yang seperti kaos singlet dan celana pendek setengah paha. Ia tersenyum padaku sambil terus mengisap rokoknya. Aku memilih berhenti di sini, sebab perempuan itu tak menawar- nawariku untuk masuk. Ia hanya duduk dan terus tersenyum Madasari, 2013: 168 Peristiwa juga terjadi pada bulan Maret 1998, ketika terjadi krisis moneter di mana-mana Sasana diajak untuk ikut berdemo ke Jakarta. Dia ingin melampiaskan kemarahan dan membalaskan dendamnya saat dulu dia perlakukan tidak adil di penjara. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 113 Maret 1998 Kota ini menjadi tak biasa. Antrean panjang orang di depan toko minyak dan bank. Harga sewa kontrakan dan makanan naik dua kali lipat. Uang ngamen makin berkurang. Semua orang kini jadi pelit dan merasa kekurangan. Melalui obrolan dari warung ke warung kudengar kata-kata krismon, krisis moneter. Madasari, 2013: 239 114 Hari terakhir sebelum berangkat Jakarta, kami melakukan pertemuan rahasia di rumah salah seorang mahasiswa tersebut. Di rumah itu kami siapkan poster, spanduk, dan bekal yang akan dibawa ke Jakarta. Mereka berkata padaku, “Sa, kamu maju ya nanti pas demo di Jakarta.” Madasari, 2013: 242 Peristiwa juga terjadi pada bulan Desember 1999, ketika Jaka mendapat kabar kalau Soeharto sudah tidak lagi menjabat menjadi Presiden. Dia memutuskan untuk kembali dan mencari pekerjaan di Jawa. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 115 Desember 1999 Angin darat membawa kabar. Katanya semua sudah berubah di negeri seberang. Pak Harto sudah bukan presiden, tentara sudah taka da lagi punya kuasa, semua orang bebas melakukan apa saja. Lama hidup di laut, membuatku punya banyak kenalan orang kapal. Aku jadi punya pilihan : kembali ke Batam atau ikut kapal yang mau pergi ke Jawa, ke Jakarta. Dari situ aku bisa pergi ke mana saja. Tentu saja aku memilih ke Jawa. Tak ada yang kulakukan di Batam selain bekerja di pabrik. Madasari, 2013: 247-248 Peristiwa terjadi pada malam hari, ketika Sasana akan manggung di alun- alun kota Malang. Ibunya yang dulu lebih memaksakan kehendak Sasana, sekarang sudah bisa menerima Sasana apa adanya. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 116 Ibu memilihkan kostum warna emas untuk malam ini. Bentuknya celana panjang ketat berumbai dengan atasan tanpa lengan yang penuh kerlap-kerlip. Dengan baju seperti itu, aku akan lebih mudah bergoyang. Setiap gerakanku akan menghasilkan lekak-lekuk maksimal dan penonton akan merasakan kepuasan total. Madasari, 2013: 290 Peristiwa terjadi pada pagi hari, ketika Jaka pergi ke penjara untuk menjenguk Sasana. Sasana di penjara setelah acara manggungnya di alun-alun Malang mendapatkan protes dari ormas keagamaan yang dipimpin oleh Jaka. Berikut kutipan tidak langsung yang menggambarkan hal tersebut 117 Pagi-pagi aku berangkat ke Lowokwaru. Aku pakai jubah putih dan serbanku. Di tanganku aku genggam golok. Di punggungku ada tas yang berisi uang dan baju. Mudah sekali bagi orang sepertiku mendapatkan sesuatu. Petugas penjara menyambutku. Ia turuti semua permintaanku. Aku diantar ke ruang khusus untuk bicara berdua dengan Sasa. Madasari, 2013: 318 Dari penjelasan tentang latar waktu yang digambarkan dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari, dapat disimpulkan bahwa ada latar waktu yang mempengaruhi terbentuknya konflik batin dalam tokoh Sasana dan Jaka.

4.3.3 Latar Sosial

Dokumen yang terkait

Diskriminasi Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari

19 180 61

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKYMADASARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 15

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 4

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

PENDAHULUAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 2 9

Dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari.

1 3 81

Konflik batin tokoh Keenan dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari : tinjauan psikologi sastra dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA.

2 39 157

KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA.

1 1 17

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI.

0 0 1