teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan 66. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan 59 dan 60
menjelaskan ciri-ciri Masita meskipun tidak terlalu lengkap. Di situ dia dijelaskan sebagai dokter muda yang sedang mengadakan penelitian di Rumah Sakit Jiwa di
mana Sasana dirawat. Kutipan 61, 62, dan 63 menjelaskan sikap Masita yang ramah dan tulus berteman dengan Sasana. Kutipan 64 dan 65 menjelaskan
pemikiran-pemikiran Masita yang luas dan kritis. Dia juga memiliki jiwa pemberontak, dia membantu Sasana untuk keluar dari Rumah Sakit Jiwa, karena
dia tahu kalau Sasana tidaklah sakit jiwa seperti orang-orang katakana. Kutipan 66 menjelaskan alasan kenapa Sasana nyaman berteman dengan Masita, itu
karena sikap Masita yang mirip dengan adiknya.
e. Banua
Banua merupakan seorang pasien Rumah Sakit Jiwa di mana Sasana dirawat. Banua digambarkan sebagai seorang teman yang lebih tua dari Sasana,
dia memiliki sifat yang humoris dan periang. Dia juga sedang memperjuangkan kebebasannya, sama dengan Sasana. Dulu Banua juga dipaksa masuk ke pesantren
oleh orangtuanya, ia menolaknya tetapi orangtuanya tetap memaksa. Pada akhirnya, Banua memutuskan bunuh diri untuk menemukan kebebasannya. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
67 Salah satu laki-laki yang ikut bergoyang langsung dekat denganku.
Usianya sepertinya sekitar lima tahun lebih tua daripada usiaku. Banua, begitu dia mengenalkan dirinya. Madasari, 2013: 118
68 Banua mengingatkanku pada Cak Jek. Gaya bicara mereka mirip: sok
tahu, sok yakin, sok benar. Tapi dalam setiap perkataannya terselip
kelucuan-kelucuan yang menghibur semua orang. Kesoktahuan Banua adalah kesoktahuan yang jujur dan tulus. Madasari, 2013: 119
69 Banua memulai ceritanya ketika ia dipaksa masuk ke pesantren setelah
lulus SMP. Ia menolak, tapi orangtuanya tetap memaksa. Aku bisa paham ketidakberdayaannya. Madasari, 2013: 140
70 Banua telentang di lantai. Tubuhnya telanjang. Pisau menghujam di
dadanya. Itu pisau yang sering kami lihat di ruang makan. Ada ceceran darah di sekitar tubuhnya. Tak ada yang menyentuh tubuh Banua.
Madasari, 2013: 142
Dalam pelukisan tokoh Banua, pengarang hanya menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik. Teknik tersebut dapat dilihat melalui kutipan 67,
68, 69, dan 70. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan 67 dan 68 menjelaskan sikap Banua yang humoris dan pintar.
Kesoktahuannya yang jujur ini membuat Sasana bangga dengan Banua. Kutipan 69 menjelaskan bagaimana Banua dipaksa masuk ke pesantren oleh orang
tuanya dan dia tidak bisa menolaknya, itulah yang membuat Banua masuk ke Rumah Sakit Jiwa. Kutipan 700 menjelaskan bagaimana pada akhirnya Banua
bunuh diri untuk mendapatkan kebebasannya.
f. Elis