Konflik batin tokoh Sasana dan Jaka dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester 1 : suatu tinjauan psikologi sastra.

(1)

ABSTRAK

Yunisa, Anne Septi. 2015. Konflik Batin Tokoh Sasana dan Jaka dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester 1 (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh dua tokoh utama dalam novel PasungJiwa karya Okky Madasari. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat yang mengandung konflik batin yang dialami kedua tokoh utama, lalu menuliskannya pada kartu data. Peneliti menganalisis data dengan mengamati dengan teliti bagian kalimat yang menunjukkan konflik batin.

Dalam novel initerdapat 2 tokohutama, yaitu Sasana dan Jaka serta 7 tokoh tambahan, yaitu Ibu, Ayah, Cak, Man, Masita, Banua, Elis, dan Kalina. Peristiwa terjadi ketika Sasana kecil antara tahun 1993 sampai 1999 di daerah Jakarta, Malang, Sidoarjo, danBatam. Latar social menggambarkan sikap masyarakat yang masih susah menerima adanya transgender di lingkungan mereka, pelecehan seksual, adanya organisasi massa yang meresahkan warga, buruh yang diperlakukan tidak adil, aborsi, dan budaya dangdut. Alur yang digunakan adalah alur kronologis atau alur maju.

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa konflik batin tokoh Sasana dan Jaka adalah timbulnya perasaan takut, tidak percaya diri, emosional, frustasi, dan sedih yang disebabkan dari tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi pada Sasana maupun Jaka. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus yang meng-hubungkan konflik batin dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester 1.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru agar dapat mengambil nilai moral yang terkandung dalam novel Pasung Jiwa untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan reverensi dalam penyusunan skripsi.


(2)

ABSTRACT

Yunisa, Anne Septi. 2015. Jaka and Sasana’s Intrapersonal Conflicts Portrayed in OkkyMadasari’sPasungJiwa and Its Relevance to Literature Learning in Senior High School Grade XII Semester I (A Psychological Approach Literature Research). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, UniversitasSanata Dharma.

This research aimed to describe intrapersonal conflicts faced by the two main characters in OkkyMadasari’s novel entitled PasungJiwa. The researcher collected the data by reading and examining every sentence which contains intrapersonal conflicts experienced by both of main characters then wrote the data on data card. The researcher analyzed the data by examining carefully every sentence which contains intrapersonal conflicts.

There are two main characters in the novel, they are Jaka and Sasana. The seven additional characters in the novel are Mother, Father, Cak, Man, Masita, Banua, Elis, and Kalina. The story took places in Batam, Malang, Sidoarjo, and Jakarta in year 1993-1998 when Sasana was a child. The social background of the story is a society which is intolerant with transgender issue, a sexual abuse atmosphere, a society frightening mass organisation, unfair treatment to working class, abortion, and dangdut culture. The plot of the story is chronological plot.

From psychological approach analysis, it can be concluded that Jaka and Sasana’s intrapersonal conflicts are anxieties, inferiority, emotional characteristics, frustrations, and deep sadness. Their intrapersonal conflicts are the consequences of their unfulfilled physiological needs, needs to feel safe, needs to posses and love, need to be respected, and needs of self actualization.bBased on analysis result, the researcher developed a syllabus that connected the intrapersonal conflicts with the literature learning in Senior High School grade XII semester I and put it into the basic competence and core competence in the learning design.

Based on this research, the researcher suggested the teacher to teach the good values from the story of this novel to their students. For the university students who want to conduct a research, this study is suggested as a reference.


(3)

i

KONFLIK BATIN TOKOH SASANA DAN JAKA

DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMA KELAS XII SEMESTER 1 (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Anne Septi Yunisa 101224015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu mendampingi dan melindungi saya Kedua orang tua saya Bapak Wijaya dan Ibu Siwi yang selalu mendoakan,

memberikan semangat, dan mendukung saya dalam pembuatan skripsi. Kakakku Leo Agung Bayu Wijanarko dan adikku tersayang Agnes Titah Miranti.


(7)

v

MOTO

PEMENANG

bukanlah mereka yang tidak pernah

KALAH

tetapi mereka yang tidak pernah


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Mei 2015 Saya yang menyatakan,


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Anne Septi Yunisa

Nomor Mahasiswa : 101224015

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

KONFLIK BATIN TOKOH SASANA DAN JAKA

DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII SEMESTER 1

(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk keperluan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 21 Mei 2015

Yang menyatakan


(10)

viii ABSTRAK

Yunisa, Anne Septi.2015. Konflik Batin Tokoh Sasana dan Jaka dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester 1 (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh dua tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari. Peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca sekaligus menandai setiap kalimat yang mengandung konflik batin yang dialami kedua tokoh utama, lalu menuliskannya pada kartu data. Peneliti menganalisis data dengan mengamati dengan teliti bagian kalimat yang menunjukkan konflik batin.

Dalam novel ini terdapat 2 tokoh utama, yaitu Sasana dan Jaka serta 7 tokoh tambahan, yaitu Ibu, Ayah, Cak, Man, Masita, Banua, Elis, dan Kalina. Peristiwa terjadi ketika Sasana kecil antara tahun 1993 sampai 1999 di daerah Jakarta, Malang, Sidoarjo, dan Batam. Latar sosial menggambarkan sikap masyarakat yang masih susah menerima adanya transgender di lingkungan mereka, pelecehan seksual, adanya organisasi massa yang meresahkan warga, buruh yang diperlakukan tidak adil, aborsi, dan budaya dangdut. Alur yang digunakan adalah alur kronologis atau alur maju.

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa konflik batin tokoh Sasana dan Jaka adalah timbulnya perasaan takut, tidak percaya diri, emosional, frustasi, dan sedih yang disebabkan dari tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi pada Sasana maupun Jaka. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus yang meng-hubungkan konflik batin dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester 1.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru agar dapat mengambil nilai moral yang terkandung dalam novel Pasung Jiwa untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan reverensi dalam penyusunan skripsi.


(11)

ix

ABSTRACT

Yunisa, Anne Septi. 2015. Jaka and Sasana’s Intrapersonal Conflicts Portrayed in Okky Madasari’s Pasung Jiwa and Its Relevance to Literature

Learning in Senior High School Grade XII Semester I (A Psychological Approach Literature Research). Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

This research aimed to describe intrapersonal conflicts faced by the two

main characters in Okky Madasari’s novel entitled Pasung Jiwa. The researcher collected the data by reading and examining every sentence which contains intrapersonal conflicts experienced by both of main characters then wrote the data on data card. The researcher analyzed the data by examining carefully every sentence which contains intrapersonal conflicts.

There are two main characters in the novel, they are Jaka and Sasana. The seven additional characters in the novel are Mother, Father, Cak, Man, Masita, Banua, Elis, and Kalina. The story took places in Batam, Malang, Sidoarjo, and Jakarta in year 1993-1998 when Sasana was a child. The social background of the story is a society which is intolerant with transgender issue, a sexual abuse atmosphere, a society frightening mass organisation, unfair treatment to working class, abortion, and dangdut culture. The plot of the story is chronological plot.

From psychological approach analysis, it can be concluded that Jaka and

Sasana’s intrapersonal conflicts are anxieties, inferiority, emotional

characteristics, frustrations, and deep sadness. Their intrapersonal conflicts are the consequences of their unfulfilled physiological needs, needs to feel safe, needs to posses and love, need to be respected, and needs of self actualization.bBased on analysis result, the researcher developed a syllabus that connected the intrapersonal conflicts with the literature learning in Senior High School grade XII semester I and put it into the basic competence and core competence in the learning design.

Based on this research, the researcher suggested the teacher to teach the good values from the story of this novel to their students. For the university students who want to conduct a research, this study is suggested as a reference.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Sasana dan Jaka dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester 1 (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra)” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PBSI yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skjripsi ini.

3. Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan teliti membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

4. Semua dosen PBSI yang telah membantu peneliti dalam belajar di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

5. Robertus Marsidiq yang telah membantu kelancaran penulis dalam mengurus segala keperluan yang digunakan untuk keperluan skripsi. 6. Kedua orangtua, Ignatius Wijaya Hadi dan Fransiska Marti Sasiwi

yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada peneliti.

7. Kakak dan adik peneliti, Leo Agung Bayu Wijanarko yang selalu memberikan semangat serta Agnes Titah Miranti yang selalu mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi.


(13)

xi

8. Sahabat-sahabat, Cicilia Ingga Kusuma dan Silviana Yudi Apsari yang selalu membagikan tawa dan candanya untuk peneliti agar lebih bersemangat lagi untuk mengerjakan skripsi.

9. Simbah putri yang selalu menginspirasi peneliti untuk tidak pernah putus asa dengan apa yang sedang peneliti perjuangkan, yaitu skripsi. 10.Seluruh teman seperjuangan PBSI 2010 yang selalu memberi

dukungan.

11.Semua pihak yang telah membantu dan tidak disebutkan satu persatu pada kesempatan ini.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini memberi manfaat bagi pembelajaran sastra.

Yogyakarta, 21 Mei 2015 Peneliti,


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... . ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

MOTO .. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ….. ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS . ... vii

ABSTRAK .. ... viii

ABSTRACT …. ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Istilah ... 5

1.6 Sistematika Penyajian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Penelitian yang Relevan ... 8

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Hakikat Novel ……… 10

2.2.2 Struktur Karya Sastra ……… 11

2.2.2.1 Tokoh dan Penokohan ... 12

2.2.2.2 Latar ... 14

2.2.2.3 Alur ... 15


(15)

xiii

2.2.4 Psikologi Abraham Maslow ... 18

2.2.5 Konflik… ... 21

2.2.6 Konflik Batin ... 22

2.2.7 Pembelajaran Sastra di SMA ... 23

2.2.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) .... 25

2.2.9 Silabus ... 26

2.2.10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 30

3.2 Sumber Data ... 31

3.3 Instrumen Penelitian ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.5 Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Deskripsi Data ... 33

4.2 Analisis Tokoh dan Penokohan ... 34

4.2.1 Tokoh Utama ... 34

4.2.2 Tokoh Tambahan ... 46

4.3 Analisis Latar ... 57

4.3.1 Latar Tempat ... 57

4.3.2 Latar Waktu ... 65

4.3.3 Latar Sosial ... 72

4.4 Analisis Alur ... 78

4.4.1 Paparan ... 78

4.4.2 Rangsangan ... 79

4.4.3 Gawatan ... 80

4.4.4 Tikaian ... 82

4.4.5 Rumitan ... 83


(16)

xiv

4.4.7 Leraian ... 85

4.4.8 Selesaian ... 86

4.5 Analisis Konflik Batin Menggunakan Teori Psikologi Abraham Maslow ... 86

4.5.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis ... 86

4.5.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman 88

4.5.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan ... 92

4.5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan ... 94

4.5.5 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Aktualisasi Diri ... 96

4.6 Konflik Batin Aibat Tidak Terpenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar Tokoh Sasana ... 98

4.6.1 Rasa Takut ... 98

4.6.2 Tidak Percaya Diri ... 98

4.6.3 Emosional ... 99

4.6.4 Frustasi ... 100

4.6.5 Kesedihan ... 100

4.7 Konflik Batin Aibat Tidak Terpenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar Tokoh Jaka ... 101

4.7.1 Rasa Takut ... 101

4.7.2 Tidak Percaya Diri ... 102

4.7.3 Frustasi ... 102

4.7.4 Emosional ... 103

4.8 Relevansi Hasil Analisis Konflik Batin Dua Tokoh Utama dalam Pembelajaran Sastra di SMA kelas XII semester 1 . 103 4.8.1 Aspek Bahasa ... 104

4.8.2 Aspek Perkembangan Psikologis Siswa ... 105

4.8.3 Aspek Latar Belakang Budaya ... 106


(17)

xv

4.10 RPP ... 107

4.11 Pembahasan ... 108

BAB V PENUTUP ... 110

5.1 Kesimpulan ... 110

5.2 Implikasi ... 112

5.3 Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113

DAFTAR LAMPIRAN ... 115

LAMPIRAN SILABUS ... 116

LAMPIRAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 119

LAMPIRAN LEMBAR SOAL ... 126

LAMPIRAN PENILAIAN ... 133

LAMPIRAN MATERI ... 138

LAMPIRAN PENGGALAN NOVEL ... 141


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya. Namun, manusia tetaplah makhluk sosial. Setiap pertemuan antarmanusia seringkali menimbulkan konflik, baik antarindividu maupun antarkelompok. Peristiwa atau kejadian seperti itu pun telah banyak yang diangkat menjadi sebuah karya sastra. Menurut Faruk, karya sastra sendiri adalah objek manusiawi, fakta kemanusiaan, atau fakta kultural sebab merupakan hasil ciptaan manusia. Meskipun demikian, karya itu mempunyai eksistensi yang khas yang membedakannya dari fakta kemanusiaan lainnya seperti sistem sosial dan sistem ekonomi dan yang menyamakannya dengan sistem seni rupa, seni suara, dan sebagainya (Faruk, 2012: 77).

Karya sastra khususnya novel selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga novel juga menggambarkan kejiwaan manusia walaupun gambaran tokohnya hanyalah fiksi. Dengan kenyataan itu, karya sastra terlibat dalam aspek kehidupan manusia termasuk ilmu jiwa atau psikologi. Penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman karya sastra dari sisi psikologi karena setiap tokoh dalam karya sastra khusunya novel selalu diberi jiwa dan raga kemanusiaan dalam kehidupannya.


(19)

Seperti yang dikatakan oleh Rahmanto (1988: 15), apabila karya-karya sastra tidak bermanfaat lagi untuk menafsirkan masalah-masalah dunia nyata, pembelajaran sastra sudah tidak ada gunanya. Namun, jika sastra itu dapat ditunjukkan mempunyai relevansi dengan masalah dunia nyata, pembelajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting. Untuk itulah secara khusus peneliti melakukan penelitian terhadap konflik batin tokoh utama dalam novel agar pesan-pesan moral yang terkandung dalam ceritanya dapat dijadikan panutan. Novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari yang merupakan novel

pemenang Khatulistiwa Literary Award 2012 sangat menarik untuk dibaca dan

dijadikan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Adapun yang menarik untuk diteliti dari novel ini adalah konflik batin dua tokoh utama, yaitu Sasana dan Jaka yang dihadirkan dalam pergulatan manusia mencari kebebasan dan melepaskan diri dari segala kungkungan, dari kungkungan tubuh dan pikiran, kungkungan tradisi dan keluarga, kungkungan norma dan agama, hingga dominasi ekonomi dan belenggu kekuasaan.

Berdasarkan fenomena itu peneliti terdorong untuk menganalisis konflik batin tokoh dari segi psikologi dalam mengahadapi realitas yang bertentangan dengan hati nuraninya. Analisis ini didorong pula oleh adanya alasan bahwa belum ada penelitian terhadap novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari, terutama

penelitian dari sudut psikologi. Persoalan-persoalan psikologi yang mendalam dalam novel Pasung jiwa ini juga mendorong peneliti untuk menggunakan


(20)

Sebelum menganalisis persoalan yang dialami oleh tokoh utama, peneliti akan terlebih dahulu menganalisis unsur intrinsik dalam novel Pasung Jiwa.

Menurut Sukada (1987: 47), analisis aspek intrinsik, yaitu analisis mengenai unsur-unsur yang secara keseluruhan membangun struktur karya sastra. Unsur-unsur itu terdiri dari insiden, perwatakan, plot, teknik cerita, komposisi cerita, dan gaya bahasa. Penelitian ini hanya akan membahas empat unsur intrinsik, yaitu alur, tokoh, penokohan, dan latar karena keempat unsur tersebut memiliki kaitan dengan permasalahan psikologi tokoh utama.

Hasil dari analisis konflik batin ini akan digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra dan memperluas kritik sastra.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah deskripsi unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel Pasung jiwa karya Okky Madasari ?

2. Bagaimanakah konflik batin yang dialami oleh dua tokoh utama dalam novel

Pasung Jiwa karya Okky Madasari ?

3. Bagaimanakah relevansi hasil analisis konflik batin dua tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dengan pembelajaran sastra di


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan tiga rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mendeskripsikan unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel

Pasung Jiwa karya Okky Madasari.

2. Mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh dua tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari.

3. Mendeskripsikan relevansi hasil analisis konflik batin dua tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dengan pembelajaran sastra

di SMA kelas XII semester 1.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti sastra, bidang ilmu psikologi, dan pembelajaran bahasa dan sastra di SMA.

1. Bagi peneliti sastra

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat memberikan sumbangan dalam pemahaman mengenai karya sastra, khususnya novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari..

2. Bagi bidang ilmu psikologi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sikap dan perwatakan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya.


(22)

3. Bagi pembelajaran bahasa dan sastra di SMA

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di SMA dan dapat memberikan informasi tentang novel

Pasung Jiwa karya Okky Madasari.

1.5 Batasan Istilah

Dalam penelitian ini diberikan beberapa definisi istilah yang memudahkan pembaca memahami penelitian ini yaitu sebagai berikut

a. Novel

Novel adalah proses rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. (Sudjiman, 1990: 55)

b. Psikologi

Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop, 2010: 3).

c. Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan (Minderop, 2010: 55).

d. Konflik

Konflik merupakan suatu hal yang bertentangan antarindividu atau suatu kelompok karena adanya kesalahpahaman atau perbedaan pendapat.


(23)

e. Konflik Batin

Konflik batin adalah pertarungan individual yang terjadi dalam batin manusia itu sendiri (Tjahjono, 1987: 113).

f. Tokoh

Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral, dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 165).

1.6 Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri dari enam bab. Bab I, yaitu pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah yang akan diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori, yang terdiri dari penelitian terdahulu dan kajian teori. Bab ini memuat teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III adalah metodologi penelitian, yang berisi uraian tentang pendekatan dan jenis penelitian, metode, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, sumber data, dan teknik analisis data.

Bab IV berisi analisis unsur tokoh, penokohan, latar, alur dan hasil pembahasan konflik batin tokoh Sasana dan Jaka dalam novel Pasung Jiwa karya

Okky Madasari beserta relevansi hasil analisis konflik batin tokoh Sasana dan Jaka dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dalam pembelajaran sastra


(24)

implikasi dari penelitian tersebut, dan saran terhadap penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.


(25)

8 ]BAB II LANDASAN TEORI

2.1Penelitian yang Relevan

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, peneliti menemukan tiga penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian Prabaningtyas (2013), Bukit Shintawati (2010), dan Suryadi (2011). Berikut ini pemaparan tentang tiga penelitian terdahulu tersebut.

Penelitian Prabaningtyas (2013) berjudul Konflik Batin Tokoh Setadewa

dalam Novel Burung-burung Manyar Karya YB. Mangunwijaya dan

implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi

Sastra). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan alur, latar, karakteristik

tokoh dan konflik batin yang dialami oleh tokoh Setadewa, serta implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi dari Setadewa. Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut timbul rasa takut, tidak percaya diri, emosional, dan frustasi.

Penelitian Bukit Shintawati (2010) berjudul “Konflik Batin Tokoh Dimas dalam Menghadapi Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik

Karyono (Suatu Tinjauan Psikologis) dan Implementasinya dalam Pembelajaran

Sastra SMA”. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan konflik batin yang

dialami oleh tokoh Dimas dalam menghadapi kemelut hidup, yaitu jatuh cinta kepada ibu kosnya, dan akibat psikis yang muncul berkaitan dengan perbuatannya


(26)

itu serta mendeskripsikan implementasi novel Pacarku Ibu Kosku karya Wiwik

Karyono sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA.

Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa untuk menentukan sikap dalam perbuatannya, Dimas tidak lepas dari konflik-konflik batin. Keteguhan Dimas untuk mempertahankan super ego atau hati nuraninya beberapa kali harus

mengalami ujian, dan Dimas harus mengalami akibatnya yaitu kehilangan prinsip hidup yang telah ia pertahankan.

Penelitian Suryadi (2011) berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam

Cerpen “Jaring Laba-laba” karya Ratna Indraswari Ibrahim dan Implementasinya dalam pembelajaran di SMA Kelas XII”. Tujuan penelitian ini

adalah mendeskripsikan apa saja konflik batin yang dialami tokoh utama dalam cerpen “Jaring Laba-Laba” karya Ratna Indraswari Ibrahim dan bagaimana konflik batin tersebut terjadi dan mendeskripsikan bagaimana implementasi cerpen “Jaring Laba-Laba” karya Ratna Indraswari Ibrahim dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XII. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat konflik batin yang dialami oleh tokoh utama. Konflik tersebut terjadi beberapa kali dan merupakan akibat dari adanya pertentangan antara dua kekuatan yang berbeda dalam diri tokoh utama. Penyebabnya adalah dorongan id begitu besar dan tidak

mampu diimbangi oleh ego.

Setelah meninjau hasil penelitian yang terdahulu dapat dikatakan bahwa penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian yang sejenis. Penelitian konflik batin dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra sudah pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh penulis masih relevan dan


(27)

bermanfaat untuk dikembangkan. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti dua tokoh utama sekaligus, yaitu Sasana dan Jaka Wani dalam novel Pasung Jiwa

karya Okky Madasari. Dalam penelitian sebelumnya, belum ada peneliti terdahulu yang meneliti dua tokoh utama sekaligus dalam penelitiannya Selain itu, novel

Pasung Jiwa karya Okky Madasari mengandung banyak pesan moral dan nilai

perjuangan yang bermanfaat untuk pembelajaran sastra di SMA.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Hakikat Novel

Novel adalah cerita yang mengisahkan bagian penting dari episode kehidupan manusia (misalnya masa remajanya saja, masa tuanya saja, dan sebagainya) dan diikuti perubahan nasib (Tjahjono, 1987: 159). Menurut (KBBI, 2008: 969) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dan menonjolkan watak dan sifat pelaku.

Rahmanto (1988: 70) mengatakan bahwa novel, seperti halnya bentuk prosa cerita yang lain, sering memiliki struktur yang kompleks dan biasanya dibangun dari unsur-unsur yang dapat didiskusikan seperti Latar, Perwatakan, Cerita, Teknik cerita, Bahasa, dan Tema

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel merupakan cerita yang menyajikan tentang kehidupan manusia dan segala tingkah laku manusia. Penceritaan di dalamnya biasanya menceritakan seputar kehidupan sosial, politik, religiusitas, ekonomi, dan lain sebagainya serta memiliki struktur


(28)

yang kompleks dan dibangun dari unsur-unsur, seperti latar, perwatakan, cerita, teknik cerita, bahasa, dan tema.

2.2.2 Struktur Karya Sastra

Teori struktural termasuk dalam pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri, menganggap bahwa karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya, baik pembaca, bahkan pengarangya sendiri. Analisis struktural merupakan bagian yang utama sebelum menerapkan analisis yang lain. Tanpa analisis struktural kebulatan makna yang digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap (Wahyuningtyas & Santoso, 2011: 1).

Sejalan dengan teori di atas Wiyatmi (2006: 89) menyatakan bahwa dalam penerapannya pendekatan struktural ini memahami karya sastra secara close

reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya,

hubungannya dengan realitas, dan pembaca). Menurut Nurgiyantoro (2007: 37), analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang bersangkutan. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai struktur karya sastra di atas dapat disimpulkan bahwa analisis struktur sastra merupakan proses pertama dalam analisis karya sastra yang harus dilakukan sebelum diterapkan analisis lain agar terjadi kebulatan makna intrinsik dari karya sastra tersebut.

Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2007: 23) adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun cerita. Unsur yang dimaksud terdiri atas peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya


(29)

bahasa. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam penelitian ini terbatas pada tokoh dan penokohan, latar, dan alur karena unsur-unsur intrinsik tersebut yang dibutuhkan peneliti untuk menganalisis konflik batin tokoh Sasana dan Jaka Wani dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari.

2.2.2.1Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:

165) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Selain itu, tokoh juga merupakan individu yang berkesan hidup, memiliki ciri-ciri kejiwaan, dan ciri-ciri kemasyarakatan (Hariyanto, 2000: 34). Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, berdasarkan fungsi penampilan tokoh, dan berdasarkan perwatakannya.

Menurut Nurgiyantoro (2007: 176), berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi :

a. Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam prosa yang bersangkutan (Wahyuningtyas & Santosa, 2011: 3). Sayuti (dalam Wiyatmi, 2006: 31) mengungkapkan bahwa ada tiga cara untuk menentukan tokoh utama atau sentral. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema. Kedua, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Ketiga, paling banyak


(30)

memerlukan waktu penceritaan. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari seorang, meskipun kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.

b. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Wahyunintyas & Santoso, 2011: 3).

Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan di atas, tidak akan begitu saja hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan “sarana” yang memungkinkan kehadirannya. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung (telling, analitik) dan tak langsung (showing, dramatik) (Nurgiyantoro, 2007:

195-210). Berikut penjelasan kedua teknik tersebut : a) Teknik Langsung (telling, analitik)

Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit dan disertai deskripsi kehadirannya, yang mungkin berupa sikap, watak, tingkah laku, atau juga ciri fisiknya.

b) Teknik tak langsung (showing, dramatik)

Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kehadirannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan.

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 165). Sedangkan menurut


(31)

Wahyuningtyas & Santosa (2011: 5), penokohan mengacu pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian dari tokoh adalah orang yang memainkan suatu adegan dalam cerita, sedangkan penokohan adalah watak atau karakter yang ada dalam setiap tokoh.

2.2.2.2Latar

Latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 216). Menurut Wiyatmi (2006:40), latar memiliki fungsi untuk memberi konteks cerita. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh disuatu tempat tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu.

Menurut Nurgiyantoro (2007: 227-234), unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial.

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

b.Latar Waktu

Latar waktu berhubungan denga masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

c. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.


(32)

Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berbikir dan bersikap.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa latar (setting) adalah suatu lingkungan atau

tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang meliputi latar tempat, waktu, dan sosial.

2.2.2.3Alur

Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting. Menurut Abrams

(dalam Nurgiyantoro, 2007: 113), alur merupakan struktur peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Alur juga dapat diartikan sebagai struktur penceritaan dalam prosa fiksi yang di dalamnya berisi rangkaian kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan hukum sebab-akibat serta logis (Tjahjono, 1988: 107). Sejalan dengan pendapat Stanton dalam Nurgiyantoro (2007: 113) mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lainnya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah urutan peristiwa dalam suatu karya sastra yang menyebabkan terjadinya peristiwa lain sehingga terbentuk sebuah cerita.

Secara umum, struktur alur dapat digambarkan sebagai berikut (Sudjiman, 1988: 30):


(33)

1) Awal

a. Paparan (exsposition)

Paparan adalah penyampaian informasi awal kepada pembaca yang disebut juga dengan eksposisi. Pada bagian ini pengarang memberikan gambaran awal kepada pembaca untuk memudahkan pembaca mengikuti jalan cerita selanjutnya. Pengarang memperkenalkan para tokoh, menggambarkan secara singkat watak tokoh-tokohnya, serta menjelaskan tempat terjadinya peristiwa dalam cerpen.

b. Rangsangan (inciting moment)

Pada rangsangan terjadi peristiwa yang menimbulkan terjadinya gawatan sehingga memiliki potensi untuk kemudian mengembangkan jalan cerita yang akan berlanjut pada bagian gawatan. Tidak ada patokan mengenai panjang paparan, kapan disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah itu sampai pada gawatan (Sudjiman, 1988: 33).

c. Gawatan (rising action)

2) Tengah

a. Tikaian (conflict)

Tikaian adalah perseisihan yang timbul karena adanya dua kekuatan yang bertentangan. Tikaian ini dapat berupa pertentangan tokoh dengan suara hati dan prinsip dirinya, dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, ataupun pertentanganantara dua unsur dalam diri satu tokoh tersebut (Sudjiman, 1988: 35).


(34)

b. Rumitan (complication)

Perkembangan dari gejala muda tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan.

c. Klimaks

Klimaks akan tercapai apabila rumitan sudah mencapai puncaknya. Oleh sebab itu klimaks disebut juga sebagai titik puncak suatu cerita (Hariyanto, 2000: 39).

3) Akhir

a. Leraian (falling action)

Leraian menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. b. Selesaian (denouement)

Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Tidak menutup kemungkinan sebuah cerita berakhir dalam keadaan salah satu atau bahkan beberapa tokohnya masih berada dalam masalah.

2.2.3 Psikologi Sastra

Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop, 2010: 3). Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis, hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan (Minderop, 2010: 55)


(35)

Sastra dan psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan (manusia imajiner) oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan yang secara riil. Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di dalam menggambarkan karakter dan jiwanya, pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata sebagai model di dalam penciptaannya (Wiyatmi, 2006: 107). Dengan demikian, dalam menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya, seorang pengkaji sastra juga harus mendasarkan pada teori dan hukum psikologi yang menjelaskan perilaku dan karakter manusia.

Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang segala tingkah laku dan kejiwaan manusia. Psikologi sastra sebagai ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologis. Peneliti bermaksud untuk memanfaatkan teori-teori psikologi yang relevan untuk menemukan gejala yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan oleh pengarangnya. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka dapat dianalisis konflik batin yang terdapat dalam cerita.

2.2.4 Psikologi Abraham Maslow

Ada beberapa teori psikologi diantaranya teori psikoanalisis Sigmund freud, teori psikoanalisis humanistik Fromm, psikologi analitik Jung, dan teori humanistik Abraham Maslow. Dalam penelitian ini, kaitan antar penokohan, latar, dan alur akan dianalisis dengan konflik batin tokoh yang ada dalam teori humanistik Abraham Maslow.


(36)

Menurut Maslow (dalam Minderop, 2011: 277), tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih bahagia dan sekaligus memuaskan. Maslow juga beranggapan bahwa kebutuhan di level rendah harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di level tinggi menjadi hal yang memotivasi. Lima kebutuhan yang membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif, yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong atau memotivasi (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010: 331).

Maslow (dalam Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010: 332) menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi dan kemampuannya untuk muncul kembali. Kebuthan fisiologis, misalnya kebutuhan pangan, sandang. papan, oksigen, seks, dan sebagainya, demi kelangsungan hidup manusia.

b. Kebutuhan akan Keamanan

Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan, yang termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam. Kebutuhan akan hukum, ketenteraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan.


(37)

c. Kebutuhan akan rasa cinta dan keberadaan

Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjdai termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan, seperti keinginan untuk berteman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau Negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta.

d. Kebutuhan akan Penghargaan

Kebutuhan akan penghargaan ini mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Terdapat dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan pribadi seorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri.

e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri

Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin. Orang yang mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika mereka dimaki, ditolak dan diremehkan oleh orang lain. Dengan kata lain, orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak bergantung pada pemenuhan kebutuhan


(38)

cinta maupun kebutuhan akan penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak kebutuhan level rendah yang memberi mereka kehidupan.

Menurut Maslow, kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar apa pun akan mengarah kepada beberapa jenis patologi. Ancaman bagi rasa aman seseorang bisa mengarah pada rasa ketakutan, tidak aman, dan putus asa. Ketika cinta tidak terpebuhi, seseorang dapat menjadi defensif, terlalu agresif, atau kurang bersosialisasi. Kurang dihargai akan menghasilkan penyakit kejiwaan yang disebut meragukan diri sendiri (self-doubt), menganggap dirinya kurang (

self-depreciation), dan tidak percaya diri. Deprivasi dari kebutuhan aktualisasi diri

dapat mengarah kepada patologi, atau metapatologi, yang didefinisakan sebagai ketidakhadiran nilai, kurangnya pemenuhan, dan kehilangan makna hidup. (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2008: 251).

2.2.5 Konflik

Konflik adalah tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan (Hariyanto, 2000: 39). Sejalan dengan itu, menurut Baron (2005: 194) konflik merupakan suatu proses di mana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka. Selain itu Minderop (2010: 229) juga berpendapat bahwa konflik terjadi karena manusia harus memilih. Konflik bisa pula terjadi karena masalah internal seseorang, misalnya adanya kebebasan versus ketidakbebasan dan adanya kerja sama versus persaingan. Jadi dapat disimpulkan, bahwa konflik merupakan suatu hal yang


(39)

bertentangan antar individu atau suatu kelompok karena adanya kesalahpahaman atau perbedaan pendapat.

2.2.6 Konflik Batin

Konflik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga memengaruhi tingkah laku. (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008: 723). Menurut Heerdjan (1987: 31), konflik adalah keadaan pertentangan antara dorongan-dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama dalam diri seseorang konflik batin timbul pada saat ego menghadapi dorongan kuat dari

id yang tidak dapat diterimanya dan dihayati sebagai berbahaya. Bila kekuatan

naluri melebihi kemampuan ego untuk mengendalikan dan menyalurkannya,

muncullah gejala rasa cemas, takut, sedih, dan emosional. Ini tanda bahaya, yang menyatakan bahwa ego berhasil menyelesaikan konflik.

Menurut Tjahjono (1987: 113), konflik batin adalah pertarungan individual yang terjadi dalam batin manusia itu sendiri. Seringkali untuk membuat sebuah keputusan atau ketetapan, terjadilah pergumulan antara kekuatan keberanian dan ketakutan, kebajikan dan kejahatan, kejujuran dan kecurangan, dan sebagainya (Tjahjono, 1987: 113). Konflik terjadi karena manusia harus memilih. Konflik bisa pula terjadi karena masalah internal seseorang. Singkatnya, menurut Minderop (2011: 230), konflik terjadi karena:


(40)

1. Adanya kebebasan versus ketidakbebasan

Manusia kerap kali ingin melakukan sesuatu di masa kecil, namun kita diberi pelajaran bahwa yang kita lakukan harus diikuti dengan sikap bertanggung jawab.

2. Adanya kerja sama versusu persaingan

Kompetisi telah diajarkan sejak masa kecil hingga deewasa, sejak di sekolah dasar hingga terjun ke masyarakat, dalam bidang pekerjaan. Di saat bersamaan kita harus pula bekerja sama dan menolong orang lain. Kontradiksi semacam ini berpotensi melahirkan konflik.

3. Adanya ekspresi impuls versus standar moral

Suatu masyarakat menganut sistem moral yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat sebagai individu dan sebagai warga masyarakat. Misalnya, naluri agresif seksual kerap kali berkonflik dengan satandar moral yang bilamana dilanggar akan melahirkan frustasi.

2.2.7 Pembelajaran Sastra di SMA

Pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik dalam rangka memperoleh pengetahuan yang baru dikehendaki dengan menggunakan berbagai media, metode, dan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan (Fadlillah, 2014: 173). Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menjunjung pembentukan watak (Rahmanto,


(41)

1988: 16). Agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika ingin memilih bahan pengajaran sastra (Rahmanto, 1988: 27) :

1. Bahasa

Perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga faktor lain seperti cara penulisasn yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya.

2. Psikologi

Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah, Rahmanto (1988: 30) menyajikan tentang perkembangan psikologi anak :

a. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.


(42)

b. Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Pada tahap ini anak telah menyenangi cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

c. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berniat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi.

d. Tahap generalisasi (umur 16 tahun dan selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal yang praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena.

3. Latar belakang budaya

Latar belakang budaya juga harus diperhatikan. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, secara umum guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.

2.2.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Menurut Muslich (2007: 10), KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Departemen


(43)

Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah melaksanakan KTSP. KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2007: 1).

Materi pembelajaran yang akan digunakan untuk pelajaran Bahasa Indonesia kelas XII semester 1 dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagai berikut :

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

5. Memahami pembacaan novel 5.2 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel

2.2.9 Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Fadlillah, 2014: 135). Prinsip-prinsip pengembangan silabus menurut Mulyasa (dalam Fadlillah, 2014: 137-140) antara lain :


(44)

1. Ilmiah

Setiap materi yang dikembangkan dalam bentuk silabus harus mempunyai nilai-nilai kebenaran sehingga muatan materi-materi yang dikembangkan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Relevan

Setiap materi yang dikembangkan harus mengacu pada karakteristik peserta didik, sebab mereka yang akan menjalankan proses pembelajaran yang sesungguhnya. Untuk itulah pengembangan silabus harus relevan dengan kebutuhan peserta didik.

3. Fleksibel

Setiap materi yang dikembangkan dalam silabus harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keadaan.

4. Kontinuitas

Setiap program pembelajaran yang dikemas dalam silabus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik.

5. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.


(45)

6. Memadai

Ruang lingkup indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

7. Aktual dan Kontekstual

Ruang lingkup kompetensi dasar indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian yang dikembangkan memperhatikan perkembangan teknologi saat ini.

8. Efektif

Keterlaksanaan silabus dalam proses pembelajaran dan tingkat pembentukan kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.

2.2.10 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan suatu rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus (Mulyasa dalam Fadlillah, 2014: 144). Menurut Fadlillah (2014: 152), dalam penyusunan RPP tetap harus memperhatikan prisnsip pengembangan dan penyusunan RPP. Prinsip penyusunan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, bakat, tingkat

intelektual, emosi, potensi, motivasi, lingkungan peserta didik serta kecepatan belajar.


(46)

2) Partisipasi aktif peserta didik.

3) Berpusat peserta didik untuk mendorong semngat belajar, minat, motivasi, dan kreativitas.

4) Pengembangan budaya membaca dan menulis 5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP.

6) Penekanan pada keterkaitan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan, indikator, penilaian, dan sumber belajar dalam pengalaman belajarnya.

7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu.

8) Penerapan teknologi dan komunikasi secara sistematis yang sesuai dengan situasi dan kondisi.


(47)

30 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada metodologi penelitian ini terdapat enam subbab, yaitu pendekatan dan jenis penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, sumber data, dan teknik analisis data. Kelima hal tersebut dijelaskan secara terperinci dalam setiap subbab berikut ini.

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra merupakan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra yang dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca, dan teks sendiri (karya). Psikologi sastra ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis aspek kejiwaan para tokoh dalam suatu karya sastra. Dalam analisis, pada umumnya yang menjadi tujuan adalah tokoh utama, tokoh kedua, tokoh ketiga, dan seterusnya (Ratna, 2011: 343). Dengan menggunakan pendekatan tersebut peneliti dapat lebih mudah memahami dan menganalisis tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky

Madasari

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007: 4), penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diamati. Penelitian ini juga menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis


(48)

statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian ini termasuk kualitatif karena peneliti akan menyajikan kata-kata tertulis yang mengandung konflik batin dari dua tokoh utama yang terdapat dalam novel.

3.2 Sumber Data

Suharsimi Arikunto (1990: 172) mengatakan bahwa, sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Sumber data merupakan tempat asal muasal data diperoleh. Sumber data pada penelitian ini adalah

Judul : Pasung Jiwa

Pengarang : Okky Madasari

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2013

Jumlah Halaman : 328 halaman

3.3 Instrumen Penelitian

Menurut Moleong dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian

Kualitatif (2006: 168), kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit.

Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitiannya. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai alat pengumpulan data adalah peneliti sendiri. Penelitilah yang mengumpulkan data-data dari novel Pasung Jiwa karya Okky

Madasari.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (1990: 134) teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.


(49)

Pertama, peneliti memilih novel yang akan diteliti. Kedua, peneliti

membaca sambil menandai setiap kalimat yang mengandung konflik batin dua tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa dengan bolpoin berwarna. Ketiga,

menuliskan setiap kalimat yang mengandung konflik batin dua tokoh utama pada kertas HVS.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2007). Teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan analisis data dalam novel Pasung Jiwa karya Okky

Madasari adalah :

1) Peneliti membaca ulang data yang sudah dikumpulkan dan mengamati dengan teliti bagian kalimat yang menunjukkan konflik batin.

2) Peneliti menelaah data yang terkumpul dalam bentuk catatan dengan cara menghubungkannya dengan teori, apakah kalimat tersebut sesuai dengan teori atau tidak.

3) Peneliti menganalisis data dengan mengamati dengan teliti bagian kalimat yang menunjukkan konflik batin.

4) Peneliti menghubungkan konflik batin dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di kelas XII SMA semester 1.


(50)

33 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Dalam bab empat ini dideskripsikan unsur intrinsik karya sastra yang dibatasi pada tokoh, penokohan, alur, dan latar. Peneliti memilih empat dari enam unsur intrinsik yang ada karena unsur tersebut bisa membantu dalam menemukan konflik batin yang dialami oleh tokoh Sasana dan Jaka.

Tokoh dan penokohan dimulai dari kutipan (1) sampai kutipan (74). Latar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu latar tempat dimulai dari kutipan (75) sampai kutipan (95), latar waktu dimulai dari kutipan (96) sampai kutipan (117), dan latar sosial dimulai dari kutipan (18) sampai kutipan (134). Alur juga meliputi beberapa bagian, yaitu paparan yang dimulai dari kutipan (135) sampai kutipan (138), rangsangan dimulai dari kutipan (139) sampai kutipan (142), gawatan dimulai dari kutipan (143) sampai (146), tikaian dimulai dari kutipan (147) sampai kutipan (150), rumitan dimulai dari kutipan (151) sampai kutipan (154), klimaks hanya terdapat pada kutipan (155), leraian terdapat pada kutipan (156) dan (157), dan selesaian terdapat pada kutipan (158) dan (159). Konflik batin kedua tokoh dimulai dari kutipan (160) sampai kutipan (189).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan ini menganalisis aspek-aspek psikologi dari tokoh utama dalam karya sastra tersebut. Hasil penelitian ini akan direlevansikan dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester 1.


(51)

4.2 Analsis Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral, dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 165). Menurut Wahyuningtyas & Santoso, (2011: 3), tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam prosa yang bersangkutan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.

Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan di atas, tidak akan begitu saja hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan “sarana” yang memungkinkan kehadirannya. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung (telling, analitik) dan tak langsung (showing, dramatik) (Nurgiyantoro, 2007:

195-210). Menurut Nurgiyantoro (2007: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

4.2.1 Tokoh Utama

Ada dua tokoh utama yang terdapat dalam novel Pasung Jiwa karya Okky

Madasari yaitu Sasana dan Jaka. Mereka dikatakan sebagai tokoh sentral karena keduanya hadir begitu dominan dalam setiap cerita.

a. Sasana

Sasana digambarkan sebagai tokoh “aku”. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori malalui kutipan sebagai berikut


(52)

(1) “Mau jadi apa kamu ikut-ikutan seperti itu?” Hanya itu saja kalimat yang aku dengar. Selebihnya suara Ibu hanya seperti dengungan lebah yang berputar-putar di atas kepalaku. (Madasari, 2013: 20)

Tokoh Sasana digambarkan sebagai seorang anak laki-laki dari keluarga yang cukup berpendidikan dan terpandang di Jakarta. Ayahnya seorang pengacara dan ibunya seorang dokter ahli bedah. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut

(2) Aku laki-laki kecil tak berdaya, yang hanya bisa melakukan setiap hal yang orangtuaku tunjukkan. (Madasari, 2013: 14)

(3) “Percuma punya suami pengacara kalau ngurus anak SMA saja nggak becus!” serunya. Ayah diam saja. Ia sama sekali tak membantah. (Madasari, 2013: 40)

(4) Sampai-sampai ia merasa perlu mendatangkan banyak banyak dokter untuk memeriksa kondisiku. Padahal ia sendiri juga dokter, bahkan dokter ahli bedah. (Madasari, 2013: 41)

Sedari dalam kandungan ibunya, Sasana sudah dikenalkan dengan karya-karya piano klasik dan setelah ia bersekolah pun ia dimasukkan orangtuanya untuk kursus piano. Prestasinya membanggakan. Selain lancar bermain piano, ia meraih prestasi akademis di sekolahnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut

(5) Saat masuk sekolah dasar, aku sudah mahir memainkan komposisi-komposisi klasik dunia. Beethoven, Chopin, Mozart, Bach, Brahms.. Sebutkan saja! Aku bisa memainkan semuanya dengan indah. (Madasari, 2013: 15)

(6) Pada usia yang sangat muda, baru naik kelas 4 SD, aku sudah puluhan kali memainkan piano di depan banyak orang. Di sekolah sampai di pusat-pusat perbelanjaan. Untuk hanya sekedar latihan hingga untuk lomba. Piala-pialaku berjajar, foto-fotoku dipamerkan. Di sekolah, aku selalu termasuk sepuluh murid yang paling pintar. (Madasari, 2013: 15)


(53)

Saat memasuki SMA, ia menjadi korban pemerasan oleh kelompok gang di sekolah, dimana ia harus menyetor uang jajannya ke gang tersebut. Hingga suatu hari ia dipukuli sehingga menyebabkan badannya remuk dan mengenakan tongkat ke sekolah. Bagi Sasana, ke sekolah seperti neraka. Selalu dibayang-bayangi ketakutan akan pemukulan dan penghinaan oleh kelompok gang tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut

(7) Setiap hari, lima anggota Dark Gang menghampiriku saat aku baru keluar dari kelas. Mereka minta jatah lima ribu rupiah. Kadang mereka menggeledah tasku, mengambil apa saja yang bisa diambil. Aku menurut. Apa pun yang mereka minta aku berikan. Asalkan aku tak dipukul hingga ketika pulang penuh lebam dan membuat ibuku kembali menangis. (Madasari, 2013: 34).

Tokoh Sasana juga digambarkan sebagai tokoh yang pantang menyerah ketika ia mendapatkan kesempatan hidupnya ketiga setelah keluar dari Rumah Sakit Jiwa. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut

(8) Aku tidak mau menyerah. Aku harus bisa menjadi Sasa yang dulu. Bahkan harus lebih! Hidup baruku dimulai. Hidupku yang ketiga. Hidup pertama dimulai saat aku dilahirkan, lalu aku mati di sekolah laki-laki. Hidup keduaku dimulai saat aku bertemu Cak Jek hingga aku dikubur di rumah sakit jiwa. Sekarang aku dapat kesempatan ketiga. Tak akan aku sia-siakan. (Madasari, 2013: 228-229)

Setelah dipukuli oleh kelompok gang di sekolahnya, Sasana juga tidak mendapatkan pembelaan yang cukup, terutama dari orangtuanya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(9) “Ada satu anak jenderal, satu anak pejabat. Kasusnya tidak bisa diproses,” jawab Ayah datar. “Hah? Anak kita disiksa seperti anjing


(54)

lalu pelakunya tidak bisa diproses?!” Ibu berteriak. Kini ia bukan hanya marah pada orang-orang yang menganiayaku dan pada polisi yang tak memproses perkaraku. Ia marah pada ayahku. “Apa tidak bisa kamu lakukan sesuatu? Ini anak kita! Anak kandung kita sendiri disiksa orang kaya gitu dan kamu hanya diam saja?!” (Madasari, 2013: 36)

Jalan hidupnya berubah, ketika ia melanjutkan pendidikan tingginya di Malang. Di sana, Sasana menemukan dirinya sendiri dengan melahirkan sosok Sasa. Memakai daster, berbedak, dan bergincu. Sisi feminin yang bersembunyi dalam dirinya selama ini. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(10)Aku pake BH itu. Berenda, berwarna merah muda. Agak gelid an gatal ketika benda seperti itu tiba-tiba menempel di dada. (Madasari, 2013: 54)

(11) “Ini, sekarang coba pakai ini”, katanya. Ia memberikan lipstik, bedak, pemerah pipi, dan benda-benda lainnya yang tak kuketahui namanya. (Madasari, 2013: 55)

Di rumah orang tuanya, Sasa berusaha untuk menjadi Sasana. Sayangnya hal ini membuatnya tertekan hingga mengalami gangguan jiwa. Rumah Sakit Jiwa pun menjadi rumah baru bagi Sasana. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(12)Kenapa mereka semua di sini? Karena tak waras? Sama seperti aku? Aku tak waras. Aku sinting. Haha! Aku tertawa. Kini aku menyadari sesuatu. Tempat ini akan menyelamatkanku dari ketidakwarasan. Ini tempat pembebasan. (Madasari, 2013: 116)

Sasana juga merupakan anak yang pemberani, patuh terhadap orang tuanya, suka menolong, pemberontak, dan mempunyai bakat dalam bergoyang dan menyanyi dangdut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai.


(55)

(13)Tapi kemudian ketika tangan itu kembali meremas tonjolan dadaku, tangan-tangan ku tak lagi bisa dikendalikan. Dengan cepat pukulanku mengenai wajah laki-laki itu. Lalu berlanjut dengan kaki-kakiku yang menendang dada dan kemaluannya. (Madasari, 2013: 62)

(14)Demi Ibu, aku bertekad mengendalikan diri. Aku mengurung jiwa dan pikiran ku. Aku membangun tembok-tembok tinggi, aku mengikat tangan dan kakiku sendiri. Aku tak akan melakukan satu hal pun yang di luar kebiasaan. Aku akan patuh dalam garis batas yang telah dibuat Ayah dan Ibu. (Madasari, 2013: 30)

(15)Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja aku merasa ada semangat yang menyala dalam diriku. Semngat untuk mencari Marsini. Semangat untuk menyelamatkannya. Juga semangat untuk membalas siapa saja yang sudah melakukan kejahatan pada Marsini. (Madasari, 2013: 85)

(16)Pada satu titik, aku tak mau hanya jadi penonton dan pengekor. Aku naik ke tempat yang biasa dipakai orang untuk pidato. Aku menyanyi, aku bergoyang. Itulah suaraku, itulah teriakanku. Air mataku berdesakan saat gemuruh tepuk tangan terdengar. Aku merasa begitu berarti. Harga diriku membulat dan mengeras. Inilah wujud pelampiasan dendam ku pada orang-orang yang telah merobek harga diriku. (Madasari, 2013: 243)

(17)Lagu-lagu yang aku sudah hafal luar kepala. Awalnya aku hanya bersenandung, kemudian menyanyi lepas. Habis satu lagu langsung disambung lagu lain. Setelah panas menyanyikan tiga lagu, aku pun berdiri. Menyanyi sambal bergoyang. (Madasari, 2013: 47)

Sasana juga digambarkan sebagai anak yang kurang bersyukur karena diciptakan sebagai seorang laki-laki dan iri dengan adik perempuannya yang bernama Melati. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(18)Kini ada sesuatu yang bisa kuingat selain piano dan nada-nada itu: Melati. Nama yang indah, bukan? Melati. Aku suka mengucapkannya berulang kali. Berbeda sekali dengan namaku: Sasana. Sama sekali tak indah. Terlalu garang, terlalu keras. Selalu mengingatkanku pada perkelahian dan darah. Seperti tempat orang bertinju. (Madasari, 2013: 16)


(56)

Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Pasung Jiwa karya

Okky Madasari adalah teknik langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Sasana teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), dan (8). Teknik tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (9), (10), (11), (12), (13), (14), (15), (16), (17), dan (18).

Berdasarkan kutipan (1) sampai (18) dapat disimpulkan bahwa pengarang menggambarkan Sasana dengan menggunakan sudut pandang “aku”. Kutipan (2), (3), (4) menjelaskan bagaimana kehidupan keluarga Sasana, dimana sang Ayah bekerja sebagai pengacara dan Ibunya yang bekerja sebagai dokter bedah. Dalam kutipan tersebut juga dijelaskan ciri fisik Sasana, yaitu seorang laki-laki. Kutipan (5) dan (6) menjelaskan kalau Sasana adalah seorang anak yang cerdas dan pintar bermain piano dari kecil. Kutipan (7) menjelaskan Sasana berkali-kali mengalami pemukulan dan penghinaan yang dilakukan oleh kelompok gang di sekolahnya. Kutipan (8) menjelaskan sikap Sasana yang pantang menyerah. Dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan hidupnya lagi, setelah sebelumnya pernah terpuruk. Kutipan (9) menjelaskan bagaimana Sasana tidak mendapatkan pembelaan yang cukup dari orangtuanya dan hukum. Kutipan (10) dan (11) menjelaskan perubahan fisik Sasana yang menjadi feminin dan merubah nama menjadi Sasa. Disitulah dia menemukan dirinya sendiri.

Kutipan (12) menjelaskan saat Sasa berusaha menjadi Sasana. Dia tertekan dan kemudian gila. Kutipan (13) menjelaskan sikap Sasana yang pemberani. Dia berani memukul seseorang yang berusaha melecehkannya.


(57)

Kutipan (14) menjelaskan sikap Sasana yang patuh terhadap orang tuanya. Dia rela memasung pikiran dan tangannya agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki orangtuanya. Kutipan (15) menjelaskan sikapnya yang mau turun tangan membantu temannya Cak Man yang sudah dia anggap seperti keluarganya sendiri. Dia membantu berdemo agar anaknya Cak Man yang hilang bisa kembali lagi. Kutipan (16) menjelaskan bagaimana Sasana memiliki jiwa pemberontak. Itu terlihat ketika dia melawan rasa takutnya untuk melampiaskan dendamnya kepada orang-orang yang dulu melecehkannya dengan cara berdemo bersama beberapa mahasiswa. Kutipan (17) menjelaskan bakat Sasana yaitu menyanyi dangdut dan berjoget. Kutipan (18) menjelaskan kekurangan Sasana yang tidak menerima dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Dia iri dengan adik perempuannya yang bernama Melati

b. Jaka

Jaka atau Cak Jek atau Jaka Wani adalah teman Sasana ketika mereka mengamen di kota Malang. Di sini dia juga digambarkan sebagai tokoh “aku”. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut

(19)Karena itu pula sejak pindah ke pulau ini, aku tak lagi mengenalkan diri sebagai Jek. Itu nama panggung. Itu nama masa lalu. Aku di sini adalah Jaka. Si Jaka Wani. Si Jaka yang sebenarnya tak butuh nama. (Madasari, 2013: 163)

Di tengah novel ini, Jaka menceritakan dirinya menjadi buruh pabrik di Batam. Kehidupan buruh pabrik yang sangat membosankan. Setiap hari mereka harus bekerja dari pagi sampai sore. Hidup seperti robot, sementara keinginan terdalamnya sebagai seniman tertimbun dalam-dalam. Hal ini ditunjukkan


(58)

pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut

(20)Tiap pagi seluruh penghuni mes berjalan bersama-sama menuju pintu gerbang pabrik. Saat seperti ini kami sudah tidak ada bedanya lagi dengan kawanan kerbau yang sedang digiring ke sawah. (Madasari, 2013: 162)

(21)Bukannya memegang gitar, ketipung, atau kecrekan, eee… malah mengusap-usap kaca untuk dijadikan layar televisi. Setiap hari dari jam delapan pagi sampai jam empat sore, aku berdiri di hadapan meja besar ini, mengusap dan memasang ratusan bahkan bisa sampai ribuan kaca setiap hari. Pikiranku sudah mati. (Madasari, 2013: 159)

Untuk menghemat biaya kontrakan, Jaka tinggal di mes pabrik. Setiap hari sabtu para buruh pabrik menerima upah mingguannya. Pada saat itulah mereka bersenang-senang. Ada yang berbelanja, ada yang menyisihkan sebagian upahnya untuk ditabung, ada yang mabuk-mabukan, dan ada yang pergi ke tempat pelacuran. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut

(22)Sama seperti kakangku saat sebelum menikah, aku juga tinggal di mes pabrik yang memang dibangun untuk buruh-buruh. Satu ksmsr diisi empat orang. (Madasari, 2013: 162)

(23)Ketika Sabtu sore tiba, semua penghuni mes jalan-jalan ke pusat kota. Sabtu adalah hari kami menerima upah setelah enam hari bekerja. (Madasari, 2013: 164)

(24)Kami menyusuri toko-toko itu, melihat-lihat, membeli kalau memang ada yang dimaui. Kami tak terlalu banyak membeli barang. Lebih suka menghabiskan uang untuk cari makanan enak dan minum bir atau tuak. (Madasari, 2013: 165)

(25)Sejak hari itu, aku selalu mendatangi Elis setiap Sabtu. Kerap aku sampai kehabisan uang, karena terlalu lama berada di dalam kamar. Dasar Lonte, walaupun sudah jadi langganan tetap, masih aja dia hitung-hitungan sama aku. Selalu mau dapat bonus tambahan, tapi tidak pernah mau aku bayar kurang sedikit saja. (Madasari, 2013: 176)


(59)

Namun, situasi itu tidak berlangsung lama, Jaka dipecat dari pabrik karena dianggap melawan mandor pabrik. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut

(26)“Terserah. Itu artinya kamu dipecat dari perusahaan ini”, katanya. “Tanpa pesangon karena kamu sendiri yang melakukan kesalahan dan tidak mau mengikuti aturan. (Madasari, 2013: 199)

Dalam perjalanan selanjutnya, Jaka jatuh cinta dengan Elis, perempuan di lokalisasi yang menjadi ‘langganannya’. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(27)Tak lama kemudian Elis datang. Aku pun bertanya, “Dari mana?” “Kerja, Mas. Lumayan, sudah ada yang mau jadi langganan “, jawabnya. Kepalaku seperti dipukul dengan palu mendengar jawaban itu. “Kamu ngelonte lagi?!” aku tak bisa menahan diri. Aku marah. Aku seperti suami yang baru menangkap basah istrinya tidur dengan laki-laki lain. (Madasari, 2013: 185)

(28)“Masa aku Cuma kamu anggap pelanggan to, Lis”. Suaraku tidak lagi

segarang sebelumnya. Kemarahan itu tenggelam digantikan oleh kekecewaan. (Madasari, 2013: 186)

Kemudian ia kabur ke Jakarta, meninggalkan Elis dan bergabung dengan Laskar keagamaan. Jaka yang semula merasa tertekan akan dirinya sendiri yang pengecut dan miskin mulai menemukan jati dirinya pada Laskar. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(29)“Ini ada yang mau gabung”, kata Jali saat sang pemimpin masuk rumah. Aku menyalami seorang laki-laki berbaju serba putih dan berjenggot tebal itu. Orang itu tersenyum lalu berkata, “Intinya, di sini kita berjuang demi kebaikan. Demi agama kita. Demi Allah. Itu yang harus jadi niat kalau mau berjuang bersama di sini.” Kata-kata seperti orang ini sungguh adem sekali didengar. Pekerjaan seperti apa yang sebenarnya harus kulakukan? (Madasari, 2013: 251)


(60)

(30)Jangan-jamgan ini memang jalanku untuk bisa berbuat kebaikan. Lihat saja, baru sekedar niat saja jalanku sudah dipermudah. Aku bisa tenang tanpa kurang makan dan tempat tinggal. (Madasari, 2013: 253)

Jaka yang sempat belajar pada Laskar di Jakarta, dielu-elukan ketika dia pulang ke Malang. Orang-orang Laskar Malang menjadikannya pemimpin karena dia dianggap paling berpengalaman. Jaka yang semula bukan siapa-siapa, kini memiliki dukungan massa, uang, dan pengaruh politik. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(31)Di Malang aku bisa jadi pemimpin. Bahkan Amat dan kawan-kawan dengan rela hati memberiku tempat sebagai pemimpin mereka. Mereka sangat percaya, pengalamanku di Jakarta berguru langsung adalah kekuatan besar. (Madasari, 2013: 264)

(32)Pertemuan hari itu diakhiri dengan perjanjian: Kami adalah sahabat polisi. Kami adalah laskar keamanan yang lahir dari inisiatif masyarakat untuk membantu kerja polisi. Kami dan polisi akan selalu berkoordinasi. Kami beroperasi dengan petunjuk polisi. Polisi bergerak menegakkan hukum atas setiap hal yang merisaukan laskar. Kami berjuang bersama demi agama, demi Negara. Atas setiap kegiatan keamanan yang kami lakukan atas perintah polisi, kami akan mendapat upah yang layak. (Madasari, 2013: 272)

Tokoh Jaka juga digambarkan sebagai provokator atau ahli persuasi, pengecut, sombong, kejam, dan egois. Jaka juga mencari arti hidupnya sendiri, merasa terpenjara karena keadaan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut

(33)“Rabu besok kita mogok kerja. Semuanya bareng-bareng. Biar pabrik rugi. Bayangkan kalau sehari saja pabrik tidak beroperasi. Mereka akan kebingungan. Buruh-buruh seperti kita dapat perhatian. Kita semua bisa minta apa saja pada mereka.”

“Kalau kita dipecat?” Tanya Rustam. “Bagaimana mau dipecat kalau semuanya ikut mogok? Mau mereka memecat semua buruh? Mau mereka rugi lebih banyak?”


(61)

“Bah! Mudah sekali kau ngomong, Jak! Bagaimana bisa kita ajak semua orang buat mogok?” Tanya Tumpak. (Madasari, 2013: 215) (34)Siapa pun yang kenal aku sejak dulu tahu, aku ahli dalam berbicara.

Jagoan dalam memengaruhi orang. Maka ketika kesempatan seperti sekarang datang, dengan mudah aku bisa pidato berapi-api, membuat siapa pun di hadapanku tak sabar segera berangkat dan menggunakan senjata untuk berjuang. (Madasari, 2013: 266)

(35)Aku menelan ludah. Kakiku gemetar. Aku ketakutan. Ketakutan yang sama dengan yang dulu kurasakan saat disekap di penjara tentara. (Madasari, 2013: 189)

(36)Ingatan itu kini mematikan seluruh keberanianku. Aku hanya diam mematung saat orang-orang itu memaksa masuk ke rumah dan membuka pintu kamar Elis. Aku tak melakukan apa-apa, bahkan bersuara pun aku tak bisa. Aku hanya jadi penonton saat Elis terus meronta dan menangis karena orang-orang itu memaksanya keluar kamar. (Madasari, 2013: 189)

(37)Kini aku Jaka Baru, pejuang untuk agama dan Tuhanku. Orang bersih yang dihormati. Orang berani yang ditakuti. Kata-kataku adalah perintah, kemarahanku adalah ancaman besar. Aku bisa berbuat apa saja. Aku punya kekuatan, aku punya kekuasaan. (Madasari, 2013: 265)

(38)Aku ayunkan parang yang kugenggam. Kuhancurkan drum, keyboard, gitar, mik, dan salon. (Madasari, 2013: 268)

(39)Aku tak menjawab, tapi masih terus memandang ke arah mereka. Lalu aku buru-buru memalingkan wajah dan naik ke dalam truk. Masih bisa aku dengar teriakan mereka, “Cak Jek… kenapa sekarang jadi begini? Itu kafe tempat kami cari duit!” “Cak Jek...Cak Jek... iki Memed karo

Lenan!” (Madasari, 2013: 267)

Dalam pelukisan tokoh Jaka teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (19), (20), (21), (22), (23), (24), (25), dan (26). Teknik tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (27), (28), (29), (30), (31), (32), (33), (34), (35), (36), (37), (38), dan (39). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kutipan (19) menjelaskan bagaimana pengarang juga menggambarkan Jaka sebagai tokoh “aku” karena dalam novel Pasung Jiwa


(1)

148

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

149

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

150

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

151

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

152

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

153 BIODATA

Anne Septi Yunisa lahir di Rembang, 7 Juni 1992. Ia lulus Taman Kanak-kanak Santa Maria Rembang pada tahun 1998. Setelah lulus taman kanak-kanak, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Santa Maria Rembang padda tahun 1998 – 2004. Sekolah Menengah Pertama OV. Slamet Riyadi Rembang dipilihnya sebagai sekolah lanjutan setelah lulus dari Sekolah Dasar.

Ia lulus dari Sekolah Menengah Pertama pada Tahun 2007. Ia lulus Sekolah Menengah Atas Santa Maria Rembang pada tahun 2010. Pada tahun 2010, ia melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan , Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Ia menyelesaikan masa kuliah pada tahun 2015 dengan menyusun skripsi yang berjudul Konflik Batin Tokoh Sasana dan Jaka dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester 1 (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Diskriminasi Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari

19 180 61

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKYMADASARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 15

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 4

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

PENDAHULUAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 2 9

Dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari.

1 3 81

Konflik batin tokoh Keenan dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari : tinjauan psikologi sastra dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA.

2 39 157

KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA.

1 1 17

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI.

0 0 1