Psikologi Sastra Psikologi Abraham Maslow

b. Rumitan complication Perkembangan dari gejala muda tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. c. Klimaks Klimaks akan tercapai apabila rumitan sudah mencapai puncaknya. Oleh sebab itu klimaks disebut juga sebagai titik puncak suatu cerita Hariyanto, 2000: 39. 3 Akhir a. Leraian falling action Leraian menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. b. Selesaian denouement Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Tidak menutup kemungkinan sebuah cerita berakhir dalam keadaan salah satu atau bahkan beberapa tokohnya masih berada dalam masalah.

2.2.3 Psikologi Sastra

Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia Atkinson dalam Minderop, 2010: 3. Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis, hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan Minderop, 2010: 55 Sastra dan psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan manusia imajiner oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan yang secara riil. Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di dalam menggambarkan karakter dan jiwanya, pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata sebagai model di dalam penciptaannya Wiyatmi, 2006: 107. Dengan demikian, dalam menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya, seorang pengkaji sastra juga harus mendasarkan pada teori dan hukum psikologi yang menjelaskan perilaku dan karakter manusia. Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang segala tingkah laku dan kejiwaan manusia. Psikologi sastra sebagai ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologis. Peneliti bermaksud untuk memanfaatkan teori-teori psikologi yang relevan untuk menemukan gejala yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan oleh pengarangnya. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka dapat dianalisis konflik batin yang terdapat dalam cerita.

2.2.4 Psikologi Abraham Maslow

Ada beberapa teori psikologi diantaranya teori psikoanalisis Sigmund freud, teori psikoanalisis humanistik Fromm, psikologi analitik Jung, dan teori humanistik Abraham Maslow. Dalam penelitian ini, kaitan antar penokohan, latar, dan alur akan dianalisis dengan konflik batin tokoh yang ada dalam teori humanistik Abraham Maslow. Menurut Maslow dalam Minderop, 2011: 277, tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih bahagia dan sekaligus memuaskan. Maslow juga beranggapan bahwa kebutuhan di level rendah harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di level tinggi menjadi hal yang memotivasi. Lima kebutuhan yang membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif, yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong atau memotivasi Jess Feist Gregory J. Feist, 2010: 331. Maslow dalam Jess Feist Gregory J. Feist, 2010: 332 menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut a. Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi dan kemampuannya untuk muncul kembali. Kebuthan fisiologis, misalnya kebutuhan pangan, sandang. papan, oksigen, seks, dan sebagainya, demi kelangsungan hidup manusia. b. Kebutuhan akan Keamanan Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan, yang termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam. Kebutuhan akan hukum, ketenteraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan. c. Kebutuhan akan rasa cinta dan keberadaan Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjdai termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan, seperti keinginan untuk berteman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau Negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta. d. Kebutuhan akan Penghargaan Kebutuhan akan penghargaan ini mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Terdapat dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan pribadi seorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin. Orang yang mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika mereka dimaki, ditolak dan diremehkan oleh orang lain. Dengan kata lain, orang- orang yang mengaktualisasikan diri tidak bergantung pada pemenuhan kebutuhan cinta maupun kebutuhan akan penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak kebutuhan level rendah yang memberi mereka kehidupan. Menurut Maslow, kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar apa pun akan mengarah kepada beberapa jenis patologi. Ancaman bagi rasa aman seseorang bisa mengarah pada rasa ketakutan, tidak aman, dan putus asa. Ketika cinta tidak terpebuhi, seseorang dapat menjadi defensif, terlalu agresif, atau kurang bersosialisasi. Kurang dihargai akan menghasilkan penyakit kejiwaan yang disebut meragukan diri sendiri self-doubt, menganggap dirinya kurang self- depreciation , dan tidak percaya diri. Deprivasi dari kebutuhan aktualisasi diri dapat mengarah kepada patologi, atau metapatologi, yang didefinisakan sebagai ketidakhadiran nilai, kurangnya pemenuhan, dan kehilangan makna hidup. Jess Feist Gregory J. Feist, 2008: 251.

2.2.5 Konflik

Dokumen yang terkait

Diskriminasi Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari

19 180 61

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKYMADASARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 15

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 4

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

PENDAHULUAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 2 9

Dinamika struktur kepribadian dan identitas gender tokoh Sasana dalam novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari.

1 3 81

Konflik batin tokoh Keenan dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari : tinjauan psikologi sastra dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA.

2 39 157

KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA.

1 1 17

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI.

0 0 1