b. Rumitan complication
Perkembangan dari gejala muda tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan.
c. Klimaks
Klimaks akan tercapai apabila rumitan sudah mencapai puncaknya. Oleh sebab itu klimaks disebut juga sebagai titik puncak suatu cerita Hariyanto, 2000:
39.
3 Akhir
a. Leraian falling action
Leraian menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. b.
Selesaian denouement Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Tidak menutup
kemungkinan sebuah cerita berakhir dalam keadaan salah satu atau bahkan beberapa tokohnya masih berada dalam masalah.
2.2.3 Psikologi Sastra
Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia Atkinson dalam Minderop, 2010: 3. Psikologi sastra
adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis, hal penting yang perlu
dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan
Minderop, 2010: 55
Sastra dan psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan manusia imajiner oleh pengarang,
sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan yang secara riil. Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di
dalam menggambarkan karakter dan jiwanya, pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata sebagai model di dalam penciptaannya Wiyatmi, 2006:
107. Dengan demikian, dalam menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya, seorang pengkaji sastra juga harus mendasarkan pada teori dan
hukum psikologi yang menjelaskan perilaku dan karakter manusia. Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan
bahwa psikologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang segala tingkah laku dan kejiwaan manusia. Psikologi sastra sebagai ilmu sastra yang
mendekati sastra dari sudut psikologis. Peneliti bermaksud untuk memanfaatkan teori-teori psikologi yang relevan untuk menemukan gejala yang tersembunyi atau
sengaja disembunyikan oleh pengarangnya. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka dapat dianalisis konflik batin yang terdapat dalam cerita.
2.2.4 Psikologi Abraham Maslow
Ada beberapa teori psikologi diantaranya teori psikoanalisis Sigmund freud, teori psikoanalisis humanistik Fromm, psikologi analitik Jung, dan teori
humanistik Abraham Maslow. Dalam penelitian ini, kaitan antar penokohan, latar, dan alur akan dianalisis dengan konflik batin tokoh yang ada dalam teori
humanistik Abraham Maslow.
Menurut Maslow dalam Minderop, 2011: 277, tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar
kehidupan si individu lebih bahagia dan sekaligus memuaskan. Maslow juga beranggapan bahwa kebutuhan di level rendah harus terpenuhi terlebih dahulu
sebelum kebutuhan-kebutuhan di level tinggi menjadi hal yang memotivasi. Lima kebutuhan yang membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif, yang berarti
bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong atau memotivasi Jess Feist Gregory J. Feist, 2010: 331.
Maslow dalam Jess Feist Gregory J. Feist, 2010: 332 menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi dan kemampuannya untuk muncul kembali.
Kebuthan fisiologis, misalnya kebutuhan pangan, sandang. papan, oksigen, seks, dan sebagainya, demi kelangsungan hidup manusia.
b. Kebutuhan akan Keamanan
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan, yang termasuk di
dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam. Kebutuhan akan hukum,
ketenteraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan.
c. Kebutuhan akan rasa cinta dan keberadaan
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjdai termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan, seperti keinginan
untuk berteman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan
masyarakat, atau Negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk
memberi dan mendapatkan cinta. d.
Kebutuhan akan Penghargaan Kebutuhan akan penghargaan ini mencakup penghormatan diri,
kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Terdapat dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga
diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Sementara harga diri
adalah perasaan pribadi seorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri.
e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin. Orang yang
mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika mereka dimaki, ditolak dan diremehkan oleh orang lain. Dengan kata lain, orang-
orang yang mengaktualisasikan diri tidak bergantung pada pemenuhan kebutuhan
cinta maupun kebutuhan akan penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak kebutuhan level rendah yang memberi mereka kehidupan.
Menurut Maslow, kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar apa pun akan mengarah kepada beberapa jenis patologi. Ancaman bagi rasa aman seseorang
bisa mengarah pada rasa ketakutan, tidak aman, dan putus asa. Ketika cinta tidak terpebuhi, seseorang dapat menjadi defensif, terlalu agresif, atau kurang
bersosialisasi. Kurang dihargai akan menghasilkan penyakit kejiwaan yang disebut meragukan diri sendiri self-doubt, menganggap dirinya kurang self-
depreciation , dan tidak percaya diri. Deprivasi dari kebutuhan aktualisasi diri
dapat mengarah kepada patologi, atau metapatologi, yang didefinisakan sebagai ketidakhadiran nilai, kurangnya pemenuhan, dan kehilangan makna hidup. Jess
Feist Gregory J. Feist, 2008: 251.
2.2.5 Konflik