4.4.8 Selesaian
Pada akhirnya Jaka memilih untuk menyelamatkan Sasana dan bersama- sama membebaskan diri dari belenggu yang menjerat diri mereka msing-masing.
158 “Maafkan aku, Sa...” kataku pelan. Sasa tetap bergeming. Kepalanya
tetap menunduk. “Maafkan aku, Sa...” aku ulang lagi kata-kataku. Kali ini sambil bangkit dari duduk dan menyentuh pundaknya. Sasa
mengusir tanganku dengan kasar. Madasari, 2013: 319
159 Aku berhenti menangis. Au bangkit dan berkata, “Kita harus pergi,
Sa.” Sasa mendongak dan menatapku. “Kita?” Aku mengangguk. “Kita akan pergi sama-sama. Kita ngamen lagi seperti dulu.” Sasa
masih terus memandangiku. Aku kembali duduk, bicara dengan memelankan suaraku. “Sa.. Sa, percayalah padaku. Kamu harus
b
ebas. Kita berdua harus bebas.” Madasari, 2013: 320
4.5
Analisis Konflik Batin Menggunakan Teori Psikologi Abraham Maslow
Analisis psikologis dua tokoh utama, Sasana dan Jaka ini menggunakan teori Abraham Maslow. Maslow 1970 dalam Feist: 330-331 mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia digolongkan menjadi lima tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi
diri. Berikut uraian dan analisisnya
4.5.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis
Dalam novel Pasung Jiwa tokoh Sasana dan Jaka memiliki kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis Sasana mulai tidak terpenuhi setelah Sasana kabur
dari Rumah Sakit Jiwa. Ia mencoba memberanikan diri kembali mengamen di Malang. Memulai usaha dari awal tanpa ada bantuan dari Jaka berdampak pada
tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis Sasana. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
160 Dua minggu pertama di kota ini aku hidup di jalanan. Aku tak
punya uang buat sewa kamar, walaupun di desa-desa yang mblusuk sekalipun. Malam aku kerja, siang aku tidur dan latihan. Tempatnya
bisa di mana saja. Kadang di masjid, kadang di bawah pohon di taman kota, kadang aku juga masuk ke kampusku dulu mencari
celah yang sepi dan bisa dipakai untuk tidur barang sejenak. Madasari, 2013: 229
Sejak saat itu kebutuhan fisiologis Sasana mulai tidak terpenuhi. Ia mulai mencari uang sendiri tanpa meminta bantuan dari orang tuanya meski hanya
dengan cara mengamen. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Sasana memiliki kebutuhan fisiologis yang tidak terpenuhi sehingga
mengakibatkan dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan fisiologis juga tidak terpenuhi oleh tokoh Jaka. Ketika Jaka
bekerja di Batam, ia tinggal di sebuah mes pabrik yang satu kamar ditinggali oleh beberapa kamar. Ia juga tidak mempunyai apa-apa selain tenaganya untuk bekerja.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut 161
Sama seperti kakangku saat sebelum menikah, aku juga tinggal di mes pabrik yang memang dibangun untuk buruh-buruh. Satu kamar
diisi empat orang. Padahal normalnya hanya untuk satu orang. Tapi yam au apalagi? Perlunya kan hanya untuk tidur. Yang penting
badan bisa dibaringkan sudah cukup. Barang juga sama sekali tidak punya. Baju juga tak sampai lima potong. Untuk bekerja selalu
memakai seragam yang diberikan perusahaan. Madasari, 2013: 162
Belum lama bekerja sebagai buruh di pabrik tersebut, Jaka dipecat karena tanpa sengaja ia memecahkan kaca produksi pabrik tersebut. Kebutuhan fisiologis
Jaka tidak terpenuhi karena dia dipecat tanpa diberi pesangon dari pabriknya. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
162 “Terserah. Itu artinya kamu dipecat dari perusahaan ini,” katanya.
“Tanpa pesangon karena kamu sendiri yang melakukan kesalahan dan tidak mau mengikuti aturan.” Madasari, 2013: 199
4.5.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman