174 Ibu datang dalam mimpiku malam ini. Ia menangis di kamarnya.
Waktu aku dekati ia malah marah. Mendorongku menjauhinya. Aku bertanya kenapa. Ibu melotot dan menuding mukaku, ‘Kamu bukan
anakku. Kamu binatang.” Aku terbangun seketika. Tubuhku penuh peluh. Aku gemetar. Lalu aku menangis. Madasari, 2013: 316
4.5.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan. Dalam novel
Pasung Jiwa , masing-masing tokoh juga membutuhkan rasa cinta dan kebaraan
dari keluarga maupun lingkunnya. Kebutuhan cinta dan kebaradaan yang tidak terpenuhi oleh Sasana ketika
dia bersama Jaka sedang berjalan menuju tempat hajatan yang akan mereka hadiri. Di sepanjang perjalanan Sasana mengenakan pakaian yang feminin sehingga
pandangan mereka berubah ketika melihat Sasana. Rasa malu dan tidak percaya diri selalu membayangi Sasana. Berikut kutipan yang menggambarkan hal
tersebut 175
Apalagi orang-orang ini, yang pikiran dan kelakuannya sangat berbeda dari yang biasa kutemui di jalanan. Di hadapan orang-orang
ini aku malu, merasa telah melakukan sesuatu yang tak pantas. Padahal tak ada hal buruk yang mereka lakukan padaku. Mereka
hanya melihatku sambil tersenyum, tertawa, lalu membicarakanku dengan orang di sebelah mereka. Aku bisa membedakan tatapan
yang menghina atau gerak tubuh yang mengundang masalah. Madasari, 2013: 77
Setelah kabur dari Rumah Sakit Jiwa, Sasana kembali mengamen lagi di Malang. Di sana dia menyewa rumah kontrakan di daerah gang sempit tak jauh
dari pasar itu yang kebanyakan tetangganya adalah pelacur. Kebutuhan akan keberadaannya di sini tidak terpenuhi karena dia merasa tidak percaya diri tinggal
di lingkungan pada umumnya. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
176 Aku menyewa rumah kontrakan murahan di gang sempit tak jauh
dari pasar sayur. Sengaja aku memilih tempat itu, selain karena harganya yang murah juga karena aku ingin mencari lingkungan
yang nyaman menerima orang sepertiku. Bukan karena aku takut atau malu. Persaan seperti itu sudah tak ada pada diriku. Tak lebih
karena aku tak mau mengganggu orang-orang yang masih belum bisa biasa bertetangga dengan orang sepertiku. Madasari, 2013:
234
Kebutuhan cinta akan keluarganya juga tidak terpenuhi ketika Sasana kembali ke rumah orang tuanya. Sejak kabur ke Malang, Sasana diajak beberapa
mahasiswa untuk ikut demonstrasi ke Jakarta. Kemudian dia kembali ke rumah orangtuanya, namun orang tua Sasana tidak menyambut dia dengan pelukan atau
senyum kebahagian tetapi dengan raut muka yang penuh amarah, malu, dan sedih. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
177 Tak aka ada yang percaya ayahku yang pengacara dan ibuku yang
dokter bedah punya anak seperti aku. Betapa malunya ayah dan ibu jika semua orang di perumahan ini tahu anak mereka adalah
manusia seperti aku. Juga Melati, pasti ia akan sedih dan malu kalau semua temannya tahu dia punya kakak seperti aku. Madasari, 2013:
279
Kebutuhan cinta yang tidak terpenuhi oleh Jaka ketika dia tinggal bersama Elis, seorang pelacur yang dia suka sejak di Sintai. Sintai adalah tempat
lokalisasi di daerah Batam. Elis diusir dari tempat tersebut karena pengaduan dari pelanggannya yang merasa tidak puas. Sejak tinggal bersama Jaka kemudian
menyukai Elis, namun Elis tidak mengetahui kalau Jaka menyukainya. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
178 Tak lama kemudian Elis datang. Aku pun bertanya, “Dari mana?”
“Kerja, Mas. Lumayan, sudah ada yang mau jadi langganan,” jawabnya. Kepalaku seperti dipukul dengan palu mendengar
jawaban itu. “Kamu nglonte lagi?” Aku tak mau menahan diri. Aku marah. Aku seperti suami yang baru menangkap basah istrinya tidur
dengan laki-laki lain. Madasari, 2013: 185
Rasa kehilangan orang yang dicintai Jaka muncul ketika Elis diusir oleh warga dari kontrakan itu karena mereka mengetahui rumah yang ditinggali Elis
bersama Jaka sudah dijadikan tempat pelacuran.
4.5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan