Kutipan 38 menjelaskan sikap Jaka  yang kejam. Dia gunakan parangnya untuk mengahancurkan  barang-barang  yang  menurutnya  melanggar  kaidah  di  Laskar
keagamaan  yang  dia  anut.  Kutipan  39  menjelaskan  sikap  Jaka  yang  egois.  Dia tidak memperdulikan kepentingan orang lain, dia menghancurkan lahan pekerjaan
Leman dan Memed yang dulu mereka juga pernah mengamen bersama.
4.2.2 Tokoh Tambahan
Tokoh-tokoh lain yang ada dalam novel Pasung Jiwa  ini adalah Ibu, Ayah, Cak  Man,  Marsita,  Banua,  Elis,  dan  Kalina.  Tokoh  tambahan  merupakan  tokoh
yang  tidak  sentral  kedudukannya  dalam  cerita  tetapi  kehadirannya  sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama Wahyuningtyas  Santoso, 2011:3.
a. Ibu
Tokoh Ibu di sini yang dimaksud adalah Ibu dari Sasana. Dia digambarkan sebagai  seorang  Ibu  yang  penuh  kasih  sayang  dan  mencintai  anaknya  dalam
keadaan  apa  pun.  Meskipun  pada  awalnya  dia  otoriter  dengan  memaksa  Sasana berlatih piano dan marah apabila Sasana mendengarkan musik dangdut tetapi pada
akhirnya Ibu bisa mengerti keadaan anaknya yang transeksual. Hal ini ditunjukkan pengarang  dengan  menggunakan  teknik  tidak  langsung  atau  dramatik  melalui
kutipan sebagai berikut 40
Ibu  memelukku.  Ia  mendekap  kepalaku,  menempelkan  ke  dadanya. Hal yang sudah lama sekali tak pernah ia lakukan. “Sas.. Sasana, apa
pun  yang  kamu  takutkan,  ada  ibu  di  sini.  Ada  Ayah  juga  yang  akan menjagamu,” bisiknya. Madasari, 2013: 115
41 Aku tetaplah bagian dalam hidupnya. Ibu tetap ingin bersamaku. Kata
Ibu, di saat seperti inilah cinta sebagai orang tua diuji. halaman 283
42 Mereka  suka  sekali  mendudukkan  aku  di  depan  piano,  menuntun
tanganku untuk memencet-mencet tiap tutsnya. Aku tak menyukainya. Tapi orangtuaku sebaliknya. Madasari, 2013: 14
43 Ibu marah besar. Tak pernah aku melihatnya marah seperti ini. Dalam
ingatanku,  inilah  kali  pertama  ia  memarahiku.  Sepanjang  jalan  di dalam mobil Ibu hanya diam. Tapi begitu sampai di rumah, ia langsung
menarik tanganku., membawaku ke ruang tengah menyuruhku duduk, lalu ia bicara lama dengan suara tinggi. “Kamu mau jadi berandalan?”
Kata-kata  itu terus diucapkannya berulang. “Kamu mabuk ya, sampai
goyang-goyang  kayak  gitu?  Mau  jadi  apa  kamu  ikut-ikutan  seperti itu?” Madasari, 2013: 20
Saat  Sasana  dipukuli  oleh  kelompok  gang  di  sekolah,  Ibu  juga  tidak percaya  dengan  penjelasan  yang  diberikan  oleh  Sasana.  Ibu  menuduh  anaknya
berkelahi.  Hal  ini  ditunjukkan  pengarang  dengan  menggunakan  teknik  tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
44 “Jadi kenapa kamu berkelahi?” Tanya ibu lagi.
“Sasana nggak berkelahi, Bu”, jawabku. “Sasana Kamu sudah jadi pembohong sekarang ya?”
Mata Ibu tiba-tiba memerah. Sebentar lagi ia pasti menangis. Aku tak tahan  dan  merasa  sangat
bersalah.  “Sasana  tidak  berkelahi,  Bu… Sasana  dikeroyok…”  Jawabanku  tak  berhasil  menahan  tangis  Ibu.
“Dengar Sasana, apa pu alasannya, berkelahi itu tidak baik,” kata Ibu sambal menatapku tajam. Madasari, 2013: 34
Ibu  juga  rela  berpisah  dengan  suaminya  dan  Melati  lalu  memilih  tinggal bersama  Sasana.  Ibu  yang  awalnya  otoriter,  di  akhir  cerita  dia  digambarkan
sebagai  Ibu  yang  percaya  kepada  anaknya  dan  tidak  menuntut  apa  pun  dari Sasana.  Hal  ini  ditunjukkan  pengarang  dengan  menggunakan  teknik  tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut 45
“Melati tinggal dengan Ayah di rumah. Ibu akan menemanimu mulai sekarang.” Katanya. Madasari, 2013: 281
46 Mereka  bertengkar  hebat  saat  itu.  Hingga  akhirnya  Ibu  tegas
memutuskan: ia akan tinggal bersamaku. Madasari, 2013: 283
47 Setelah  beberapa  minggu  hidup  bersama,  aku  dan  Ibu  sudah  seperti
dua sahabat yang saling percaya dan mau membuka rahasia. Dia bukan lagi  Ibu  yang  menuntut  kesempurnaan  dari  anak-anaknya,  yang
kecewa  dan  marah  ketika  anaknya  tak  memenuhi  harapannya. Madasari, 2013: 282
Ibu  menjadi  manajer  pribadi  Sasana.  Hal  ini  ditunjukkan  pengarang dengan  menggunakan  teknik  langsung  atau  ekspositori  melalui  kutipan  sebagai
berikut 48
Ibu sudah membuat jadwal manggungku sampai enam bulan ke depan. Ibu  mempelajari  bisnis  hiburan  dengan  cepat.  Ambisinya  untuk
menjadikanku bintang paling top melebihi cita-cita Cak Jek untuk jadi professional. Madasari, 2013: 287
Dalam  pelukisan  tokoh  Ibu,  teknik  tidak  langsung  atau  dramatik  dapat dilihat  melalui  kutipan  40,  41,  42,  43,  44,  45,  46,  dan  47.  Teknik
langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan 48. Berdasarkan kutipan- kutipan  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  kutipan  40  dan  41  menjelaskan
sikap  kasih  sayang  seorang  Ibu  kepada  Sasana.  Ibu  ingin  selalu  bersama  Sasana dalam  keadaan  apa  pun.  Kutipan  42  menjelaskan  sikap  Ibu  yang  awalnya
memaksa  Sasana  untuk  bermain  piano,  padahal  Sasana  tidak  menyukainya. Kutipan  43  menjelaskan  bagaimana  Ibu  tidak  menyukai  dangdut  dan  melarang
Sasana untuk menonton dangdut. Kutipan  44  menjelaskan  sikap  Ibu  yang  tidak  mempercayai  Sasana
dipukuli  dan  dibully  oleh  kelompok  gang  di  sekolahnya.  Dia  menuduh  Sasana berkelahi.  Kutipan  45  dan  46  menjelaskan  bagaimana  Ibu  pada  akhirnya
memilih  berpisah  dengan  suami  dan  Melati,  agar  bisa  tinggal  bersama  Sasana. Kutipan  47  menjelaskan  bagaimana  Ibu  pada  akhirnya  tidak  lagi  menjadi  Ibu
yang  otoriter  dan  menuntut  kesempurnaan  anaknya,  dia  menjadi  Ibu  yang  selalu ada saat anaknya membutuhkan, dan menjadi sahabat bagi anaknya. Kutipan 48
menjelaskan  ketika  Ibu  memilih  menjadi  manajer  Sasana  daripada  profesinya sebagai  dokter  bedah.  Dia  menemani  Sasana  ketika  ada  kerjaan  manggung  di
berbagai acara.
b. Ayah