58 “Yok  opo  carane?”  Cak  Man  tak  terlalu  bersemangat  menanggapi
kami.  Ia  sudah  putus  asa.  Seperti  yang  tadi  ia  katakana  sendiri,  ia sudah pasrah, apa pun  yang terjadi pada Marsini. Sama sekali tak ada
harapan yang ia simpan. Madasari, 2013: 85
Dalam  pelukisan  tokoh  Cak  Man,  pengarang  hanya  menggunakan  teknik tidak langsung  atau dramatik.  Teknik  tersebut  dapat  dilihat melalui kutipan 55,
56,  57,  dan  58.  Berdasarkan  kutipan-kutipan  tersebut  dapat  disimpulkan bahwa kutipan 55 menjelaskan sikap Cak Man yang ramah, dia mengijinkan sua
temannya Cak Jek dan Sasana untuk mengamen di warung kopinya. Kutipan 56 menjelaskan bagaimana Cak Man kehilangan seorang anak bernama Marsini yang
menjadi  tumpuan  ekonomi  Cak  Man  dan  istrinya.  Kutipan  57  dan  58 menjelaskan sikap Cak Man yang pasrah dan menyerah dengan keadaan ketika dia
mendapat cobaan, bahwa anaknya yang bernama Marsini menghilang.
d. Masita
Masita  adalah  seorang  dokter  yang  sedang  mengadakan  penelitian  di Rumah  Sakit  Jiwa  dimana  Sasana  dirawat.  Masita  digambarkan  sebagai  wanita
ramah  dengan  pemikiran  yang  kritis  dan  memiliki  jiwa  pemberontak.  Setelah berdiskusi panjang tentang arti kebebasan, Masita mengajak Sasana melarikan diri
dari  Rumah  Sakit  Jiwa.  Hal  ini  ditunjukkan  pengarang  dengan  menggunakan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut
59 Masita  dokter.  Ia  sedang  mengambil  pendidikan  psikiatri  sebagai
spesialisasinya. Ia berada di sini untuk penelitiannya. Madasari, 2013: 146
60 Perawat  ini  masih  muda.  Baju  putihnya  yang  membuatnya  tampak
menyeramkan dan lebih tua dari usianya. Madasari, 2013: 130
61 Aku  menatap  matanya.  Lembut  dan  hangat.  Tak  seperti  perawat  lain
yang  kala  menatap  kami  seperti  hendak  menelan  bulat-bulat. Madasari, 2013: 131
62 “Masita”  Ia  mengulurkan  tangan  sambal  menyebutkan  namanya.
Senyumnya  manis  sekali.  Aku  menerima  ulurang  tangan  itu.  Kami berjabat  tangan. Tanda kesetaraan. Simbol kesederajatan. Yang waras
dan  tak  waras  kini  tak  lgi  dipisahkan  dalam  dua  lapisan  kasta.  Aku merasa  akrab  tanpa  sedikitpun  rasa  curiga  atau  tak  aman.  Madasari,
2013: 131
63 “Kamu sepertinya sudah jadi tak waras gara-gara terlalu lama di sini,”
kataku. Masita tertawa. Lalu aku juga tertawa. Tak apalah menjadi tak waras  jika  selamanya  bisa  tertawa  bersama  Masita  seperti  ini.
Madasari, 2013: 146
64 “Setidaknya di luar sana kehendak bebas kalian bisa terus dihidupkan,”
jawabnya. “Di sini kehendak itu sengaja dimatikan. Agar kalian patuh, agar  kalian  tak  berontak.  Akhirnya,  lihat  yang  dilakukan  Banua  dan
Gembul.  Mereka  memk  percaya.  Ia  bunuh  diri  mereka  sendiri.  Sebab itu satu-satunya ke
hendak bebas yang masih bisa mereka ikuti.” Kata- kata  Masita  seperti  membangunkanku  dari  khayalan  panjang.
Madasari, 2013: 151
65 “Kalian  harus  berontak.”  Aku  menatapnya  tak  percaya.  Ia  menyuruh
kami berontak. Apakah itu artinya aku akan kembali ditangkap tentara, disiksa,  dan  dihina?  “Kalau  aku  jadi  kalian,  aku  akan  lebih  memilih
mati  di  luar  daripada  mati  di  sini.”  Benar  sekali  kata-katanya. Madasari, 2013: 152
Dia  juga  akrab  dengan  Sasana,  Masita  mengingatkan  Sasana  dengan adiknya  yang  bernama  Melati,  itulah  yang  membuat  Sasana  nyaman  berteman
dengan  Masita.  Hal  ini  ditunjukkan  pengarang  dengan  menggunakan  teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan sebagai berikut
66 Masita,  sekarang  aku  tahu  kenapa  aku  merasa  nyaman  dan  senang
bersamanya. Karena ada banyak hal dalam diri Melati yang ada dalam diri  Masita.  Termasuk  ketika  dia  sedang  bingung,  takut,  sekaligus
kesal seperti ini. Madasari, 2013: 149
Dalam pelukisan tokoh  Masita teknik  tidak langsung  atau dramatik  dapat dilihat  melalui  kutipan  59,  60,  61,  62,  63,  64,  dan  65.  Sedangkan
teknik  langsung  atau  ekspositori  dapat  dilihat  melalui  kutipan  66.  Berdasarkan kutipan-kutipan  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  kutipan  59  dan  60
menjelaskan ciri-ciri Masita meskipun tidak terlalu lengkap. Di situ dia dijelaskan sebagai dokter muda yang sedang mengadakan penelitian di Rumah Sakit Jiwa di
mana Sasana dirawat. Kutipan 61, 62, dan 63 menjelaskan sikap Masita yang ramah  dan  tulus  berteman  dengan  Sasana.  Kutipan  64  dan  65  menjelaskan
pemikiran-pemikiran  Masita  yang  luas  dan  kritis.  Dia  juga  memiliki  jiwa pemberontak, dia membantu  Sasana untuk  keluar dari Rumah Sakit Jiwa, karena
dia  tahu  kalau  Sasana  tidaklah  sakit  jiwa  seperti  orang-orang  katakana.  Kutipan 66  menjelaskan  alasan  kenapa  Sasana  nyaman  berteman  dengan  Masita,  itu
karena sikap Masita yang mirip dengan adiknya.
e. Banua