Rasa kehilangan orang yang dicintai Jaka muncul ketika Elis diusir oleh warga dari kontrakan itu karena mereka mengetahui rumah yang ditinggali Elis
bersama Jaka sudah dijadikan tempat pelacuran.
4.5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan
Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan, mereka bebas untuk menngejar kebutuhan akan penghargaan, yang mencakup
penghormatan diri, kepercayaan diri, dan kemampuan. Dalam novel Pasung Jiwa, tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan membuat masing-masing tokoh
menjadi tidak percaya diri dan malu. Kebutuhan akan penghargaan tidak terpenuhi ketika Sasana dituduh
berkelahi oleh orang tuanya. Orang tuanya tidak mempercayai kalau di sekolah Sasana menjadi korban kekerasan kelompok geng. Berikut kutipan yang
menggambarkan hal tersebut 179
Begitu datang Ayah langsung menampar wajahku. Aku terkejut. Ayahku yang selalu lembut dan sabar kenapa tiba-tiba bisa main
tangan. “Kamu kalau mau jadi jagoan sini berkelahi sama Ayah” Madasari, 2013: 36
Ketika sedang ngamen bersama Jaka di Malang, Sasana mendapat perlakuan yang tidak sopan yang dilakukan oleh orang-orang mabuk. Rasa tidak
dihargai dan tidak percaya diri muncul setelah mendapat perlakuan tersebut. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
180 Aku belum selesai menyanyikan satu lagu saat salah seorang lelaki
itu meremas tonjolan dadaku. Ia melakukannya sambal tertawa. Teman-temannya yang melihat pun ikut tertawa. Bau minuman
keras menyengat ketika laki-laki itu mendekat. Mereka semua sedang mabuk. Remasan yang begitu cepat. Meninggalkan perasaan
ganjil, antara rasa kehilangan dan dipermalukan. Madasari, 2013: 61
Ketika di tangkap di Sidoarjo, Sasana merasa dirinya tidak dihargai dan diperlakukan dengan tidak sopan. Dia kembali menjadi korban pelecehan seksual
dan kekerasan oleh beberapa tentara yang menangkapnya. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
181 Perih.. Perih rasanya di hatiku. Lebih sakit dibanding badanku yang
sudah remuk ini. Apa yang mereka pikirkan tentang aku? Aku ini penyanyi. Penari. Seniman. Aku makan dari apa yang aku bisa. Aku
menjual hiburan, orang membayar dengan uang. Apa yang salah dengan pakainanku? Apa yang salah dengan penampilanku? Ini
caraku membuat orang lain terhibur dan senang. Aku pun senang berdandan dan berpakaian seperti ini. Jadi apa salahnya? Seenaknya
saja bilang aku bisa dipakai orang. Cih Madasari, 2013: 98
Marah akibat tidak dihargai dan dipermalukan harus kembali dialami Sasana ketika acara konsernya di Malang. Laskar Malang menganggap hiburan
dan pakaian Sasasna melanggar aturan agama, sehingga harus dibubarkan dengan paksa. Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
182 Semua orang yang ada di sini tertawa. Sambil terus menyebut kata
bencong. Aku tidak terima. Kudekati orang yang pertama menyebutku bencong. Kuludahi dia tepat di muka. Kakiku bergerak
cepat, menendang kemaluannya. Orang itu jadi meradang. Ia balas memukulku dengan tongkat yang dipegangnya. Aku jatuh
tersungkur. “Udani ae, ben kapok. Lanangan kok dadi wedok” Kini mereka bergerak menarik semua pakaianku. Aku melawan dan
meronta. Aku tidak mau ditelanjangi. Aku tidak mau dipermalukan seperti ini. Tapi mereka tak peduli. Madasari, 2013: 292
Kebutuhan akan penghargaan yang tidak terpenuhi ketika Jaka dipecat dari pekerjaannya di pabrik daerah Batam. Dia dipecat karena tanpa sengaja telah
memecahkan kaca layar televisi yang diproduksi pabrik tersebut. Dipecat tanpa pesangon membuat dirinya tidak dihargai selama dia bekerja di pabrik tersebut.
Berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut
183 Bangsat Ini bukan sekedar soal upah dua hari. Ini soal harga diri.
Aku tidak sudi tenagaku diperas tanpa mendapat upah yang memang sudah menjadi hakku. Tak pedulu hanya dua hari atau
bahkan dua jam sekalipun. Hak tetap saja hak. Madasari, 2013: 198
4.5.5 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Aktualisasi Diri