Permasalahan Kondisi Index of /enm/images/dokumen

IV. PEMBERDAYAAN UMKM DAN KOPERASI

1. Kondisi

terkini usaha mikro dan kecil menengah UMKM Berdasarkan data BPS 2008 tercatat bahwa jumlah pelaku usaha skala kecil dan menengah mencapai 51,257 juta unit, yang mana sebanyak 99,66 merupakan usaha mikro dengan kekayaan bersih per tahun kurang dari Rp 50 juta dan hasil penjualan kurang dari Rp 300 juta, ditambah 1,01 atau 520,22 ribu unit merupakan usaha skala kecil kekayaan bersih per tahun Rp 50 juta ‐ Rp 500 juta dan hasil penjualan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar. Adapun yang termasuk usaha skala menengah hanya 0,08 39,66 ribu unit dengan kekayaan bersih per tahun Rp 500 juta‐Rp 10 miliar dan hasil penjualan Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar. Sedangkan usaha besar hanya terdapat 0,01 4,37 ribu unit dengan kekayaan bersih per tahun lebih dari Rp 10 miliar dan hasil penjualan lebih dari Rp 50 miliar. Sebagai mayoritas dalam hal jumlah pelaku usaha dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak 90,9 juta atau 97,1 dan kontribusi terhadap PDB sekitar 55,6 Rp 2.609,4 triliun dan nilai investasi yang cukup signifikan Rp 640,4 triliun serta mampu menciptakan devisa sebesar Rp 183,8 triliun 20,2, sudah barang tentu UMKM dan Koperasi memegang posisi yang sangat strategis di dalam perekonomian. Data tersebut menunjukkan bahwa UMKM dan Koperasi merupakan motor penggerak perekonomian Indonesia yang menyentuh semua lini. Namun mengapa keberadaan UMKM dan Koperasi tidak dapat ditingkatkan lagi kapasitasnya guna mendukung pertumbuhan ekonomi?

2. Permasalahan

UMKM dan Koperasi Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM dan Koperasi masih menghadapi sejumlah masalah laten yang hingga kini tidak mudah untuk diurai jalan solusinya, antara lain: 1. Kualitas sumber daya manusia masih terbatas. 2. Keterbatasan penguasaan manajemen, dan pengelolaan usaha yang tradisional. 3. Penggunaan teknologi 4. Pemasaran terbatas 5. Akses informasi rendah 6. Keterbatasan akses permodalankredit. 7. Legalitas usaha dan perlindungan usaha yang belum memadai Dengan demikian, hampir seluruh UMKM dan Koperasi merupakan pelaku yang masih sangat membutuhkan sentuhan langsung dari pemerintah, karena kondisi mereka yang tidak cukup mampu mengakses sumber pembiayaan untuk mulai melakukan usaha bagi sektor mikro dan sumber daya untuk memperbesar kapasitas usaha mereka bagi sektor kecil menengah. Selain itu masih terdapat cukup banyak kendala lain yaitu dari pengembangan sumber daya manusia, pemasaran, dan perbaikan sistem produksi. Kebutuhan tersebut juga diperkuat oleh dinamika kelompok UMKM dan Koperasi yang pertambahannya didominasi oleh usaha mikro. Berdasarkan data BPS 2008, pelaku usaha mikro bertambah 1.409.616 unit dan usaha kecil 21.637 unit. Adapun usaha menengah hanya bertambah 1.374 unit. Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014 43

3. Roadmap

2010‐2014 Bertolak dari paparan di atas, berikut adalah peta jalan roadmap UMKM dan Koperasi dibagi dalam tahapan usulan program pengentasan masalah sebagai berikut: Tahun Program sektor mikro Program sektor kecil menengah 2010 Tahap persiapan, yaitu fokus dan investasi pada persiapan pembentukan institusi kredit mikro melalui program: ‐ Pembuatan database usaha mikro ‐ Registrasi usaha mikro ‐ Pembuatan database penyedia asistensi teknis untuk usaha mikro ‐ Pembentukan dan launching Pusat Pengkajian Pendampingan dan Pengembangan Mikro Indonesia P4MI Tahap penciptaan lingkungan bersih dan kondusif, yaitu fokus pada lingkungan dan iklim usaha dari hambatan eksternal melalui program: ‐ Mengurangi beban usaha ekonomi biaya tinggi ‐ Meningkatkan jumlah usaha kecil menengah di sektor formal ‐ Meningkatkan kepastian hukum ‐ Menciptakan iklim yang fair dan kompetitif ‐ Kadin sebagai fasilitator 2011 Tahap pembangunan, yaitu fokus pada penyaluran kredit mikro melalui program: ‐ Penyelenggaraan dan peningkatan komitmen kredit melalui roadshow dan kolaborasi ‐ Penyaluran kredit mikro, diikuti dengan analisis dan monitoring ‐ Pemberdayaan usaha mikro Tahap pembentukan struktur yang suportif, yaitu fokus pada hambatan struktural dan membangun sistem pengelolaan informasi yang terarah dan profesional melului program: ‐ Advokasi dan kemitraan dengan pemerintah untuk mendorong Undang‐Undang yang lebih pro pertumbuhan, kemiskinan dan kompetisi ‐ Kesepakatan service level agreement dengan pemerintah untuk pelayanan usaha kecil menengah ‐ Memberdayakan PT UKM Indonesia sebagai trading house 2012 Tahap modernisasi, yaitu fokus pada peningkatan kompetisi di antara penerima kredit mikro dan kredibilitas P4MI melalui program: ‐ Peningkatan usaha yang berkesinambungan dari penerima kredit mikro ‐ Promosi kisah usaha sukses ‐ Peningkatan permintaan dari kredit mikro ‐ Peningkatan sistem informasi manajemen di dalam P4MI Tahap menuju motor pembangunan nasional, yaitu fokus pada peningkatan daya saing melalui serangkaian program: ‐ Pemetaan industri di setiap daerah ‐ Meningkatkan fokus di sektor pendukung ‐ Meningkatkan partisipasi usaha kecil menengah dalam program pembangunan ‐ Pemanfaatan industri kreatif di setiap sektor ‐ Mempersiapkan pemain lokal yang kuat dalam setiap sektor ‐ Meningkatkan kemitraan perusahaan dengan lokal 2013 Tahap pengembangan, yaitu fokus pada perpindahan dari konsep kredit mikro ke microfinance melalui program: ‐ Melakukan kerja sama dengan pemerintah dalam pengembangan deposit mikro ‐ Peluncuran deposit mikro bekerja sama dengan koperasi ‐ Pengembangan asuransi mikro dan reksadana mikro Tahap menjadi kapten dalam berbagai kegiatan industry, yaitu fokus pada dominasi perusahaan kecil dan menengah di sektor penting melalui program: ‐ Meningkatkan kemitraan dengan pengusaha besar nasional ‐ Meningkatkan kontribusi usaha kecil dan menengah terhadap produk domestik bruto Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014 44 2014 Tahap ekspansi, yaitu fokus pada peningkatan volume dan jangkauan dari microfinance melalui program: ‐ Kenaikan kelas pengguna microfinance menjadi pengguna produk ‐produk perbankan konvensional ‐ Pengulangan siklus kredit mikro 2015 ‐2020 Tahap penciptaan merk nasional yaitu fokus pada tumbuhnya merk lokal yang kuat melalui program: ‐ Meningkatkan pangsa pasar merk lokal yang bisa menjadi merk nasional dan kemudian regional ‐ Memastikan investasi dan infrastruktur untuk penciptaan merk nasional ‐ Menciptakan hambatan natural bagi produk asing di setiap daerah ‐ Membangun budaya dan tradisi bisnis yang kuat di seluruh Indonesia ‐ Meningkatkan citra Indonesia di mata internasional Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014 45

V. GOOD GOVERNANCE DAN CORPORATE GOVERNANCE

1. Kondisi

Dewasa Ini Salah satu kendala dan dewasa ini telah menjadi penghalang bagi usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia adalah belum terselenggaranya dengan memadai yang dinamakan “Good Coorporate Governement” GCG di Indonesia. Sampai sekarang Indonesia masih digolongkan yang pelaksanaan GCG nya rendah, dan bila keadaan ini terus berlangsung maka akan semakin sulit bagi Indonesia melaksanakan pembangunan di segala bidang. Seperti diketahui GCG terkait dengan paling sedikit tiga aspek yaitu: 1 Peningkatan kinerja perusahaan performance 2 Kepatuhan pada peraturan perundangan yang berlaku compliance 3 Kesuaian pada norma etika dan masyarakat conformance. Rendahnya penerapan GSG di Indonesia berkaitan erat dengan rendahnya pemahaman masyarakat dan para pelaku usaha atas GSG dan manfaat yang dapat diraih dengan penerapan yang baik dari GSG. Sampai saat ini penerapan GCG oleh para pelaku usaha masih terfokus pada: a kinerja perusahaan dalam arti menciptakan keuntungan; b kepatuhan yang berkaitan dapat beroperasi tidaknya perusahaan, dan c etika hanya dalam kata‐kata atau wacana dan belum diimplementasikan. Rendahnya penerapan GCG tercermin dari rendahnya pasar rating CGPI Corporate Governance Perception Index di Indonesia. Sampai saat ini jumlah lembaga danatau perusahaan yang menjadi anggota CGPI masih relative sedikit dan tidak berkembang secara berarti. Gambaran yang sama juga terjadi pada pasar rating ARA Annual Report Award. Perkembangan yang lamban pada penerapan GCG di Indonesia disebabkan oleh berbagai factor dan diantaranya adalah: 1 Belum terdapat peraturan perundangan yang jelas baik serta rinci di bidang korporasi maupun keuangan yang mengatur penerapan GSG secara tegas yang sesuai dengan kebutuhan pasar; 2 Belum ada lembaga yang secara konsisten mengawasi penerapan GSG dengan batasan juridiksi yang jelas untuk tiap industry ataupun bentuk usaha; 3 Belum ada proses pemantauan yang transparan terhadap penerapan GCG dan juga mekanisme penegakannya.

2. Sasaran