IX. PERPAJAKAN
Penerimaan sektor pajak memegang peranan penting terhadap kemampuan pembiayaan
pembangunan nasional, oleh karena itu upaya meningkatkan penerimaan pajak secara “business
friendly” merupakan program yang perlu diprioritaskan.
1. Permasalahan
1 Kepatuhan
wajib pajak didalam memenuhi kewajiban perpajakan masih rendah. 2
Walaupun telah diadakan reformasi perpajakan, kekuasaan Direktorat Jenderal Pajak
masih terlalu besar, karena mencakup fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif, sehingga
menimbulkan ketidak adilan dalam melayani hak wajib pajak.Selanjutnya hal ini juga
menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak.
3 “Sunset
Policy” kurang dimanfaatkan oleh kebanyakan wajib pajak, karena masyarakat wajib
pajak masih kurang percaya kepada aparat pajak dan peraturannya terlalu berbelit
‐belit.
2. Rekomendasi
1 Mengeluarkan
Undang‐undangKeputusan Presiden tentang “Pengampunan Pajak” yang mudah
dimengerti oleh masyarakat, agar masyarakat wajib pajak mau mengungkapkan hartahutang
mereka secara benar, dan selanjutnya memenuhi kewajiban paerpajakannya
secara benar. 2
Menurunkan tarif pajak penghasilan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban mereka.
3 Fungsi
Direktorat Jenderal Pajak dibatasi pada fungsi eksekutif saja, yaitu memungut pajak
dan mengawasi kepatuhan wajib pajak. 4
Fungsi legislatif, yaitu mengeluarkan peraturan pelaksanaan undang‐undang perpajakan
dan memberikan interpretasi atas peraturan perpajakan dilakukan oleh badan tersendiri
dibawah Menteri Keuangan. Dengan demikian peraturan serta interpretasi yang
dikeluarkan akan adil dan benar, sebab badan baru ini tidak terbebani kewajiban
mengejar target penerimaan seperti yang ada sekarang ini.
5 Fungsi
yudikatif, yaitu menangani keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dilakukan oleh badan
tersendiri dibawah Menteri Keuangan. Dengan demikian penanganan keberatan akan
adil dan benar, sebab badan baru ini tidak terbebani kewajiban mengejar target penerimaan
seperti yang ada sekarang ini.
Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014
63
X. Membumikan Strategi Pembangunan Berkelanjutan
1. Rasional
Pada era perubahan iklim dan dinamika ekonomi global yang demikian cepat, salah satu opsi
wajib sebagai perajut pembangunan ekonomi Indonesia adalah upaya konkrit untuk
membumikan strategi pembangunan berkelanjutan. Masyarakat bisnis sebenarnya telah sangat
yakin bahwa penggunaan dan eksploitasi sumber daya alam berlebihan dan melebihi daya dukung
sumberdaya tersebut akan mengakibatkan degradasi sumberdaya dan lingkungan hidup yang
tentu mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi itu sendiri.
Diskusi publik yang pernah mengemuka pada tiga dekade sebelumnya, kini seakan memperoleh
momentum besar untuk segera mewujudkan, mengoperasionalisasikan dan membumikannya di
dalam praktik bisnis dan aktivitas ekonomi lainnya, setelah ancaman dampak buruk perubahan
iklim telah semakin nyata dan merata pada segenap lapisan masyarakat. Kesadaran kolektif itu
kini seharusnya telah merasuk pada segenap pelaku usaha, perumus kebijakan dan pejuang
masyarakat madani, bahwa biaya dan risiko ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup tentang
dampak perubahan iklim akan jauh lebih besar dan lebih dahsyat dibandingkan dengan biaya
yang harus dikeluarkan saat ini untuk mengantisipasi, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
global tersebut.
Strategi pembangunan berkelanjutan pada awal dekade 1970‐an memang dianggap sebagai
sebuah terobosan baru, tapi kini pada dekade di awal abad milienium, strategi tersebut telah
menjadi suatu keniscayaan dan kebutuhan krusial dalam pembangunan ekonomi saat ini. Sesuatu
yang sangat mendesak untuk dilaksanakan adalah mentransformasikan debat publik dan gagasan
di tingkat konsep menjadi suatu langkah operasional oleh berbagai elemen bangsa atau pelaku,
seperti: masyarakat politik pemerintah, wakil rakyat, masyarakat bisnis dunia usaha besar,
menengah dan kecil, dan masyarakat madani lembaga masyarakat, dunia akademik dan lain‐
lain. Falsafah yang dianutnya pun tidak boleh terlalu rumit karena konsep pembangunan
berkelanjutan itu sendiri sebenarnya cukup sederhana dan sangat mudah dicerna.
Bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi itu ada batasnya dan bahwa
perekonomian yang terlalu mengandalkan pada hasil ekstraksi sumberdaya alam, tidak akan
bertahan lama. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan berarti apa‐apa jika degradasi
lingkungan yang ditimbulkannya ikut diperhitungkan dalam penghitungan pendapatan nasional.
Lalu para ahli mulai memadukan antara aspek ekologis dan aspek ekonomis dalam perumusan
kebijakan nasional. Pada tingkat aplikasi dan pelaksanaan, pemerintah bersama‐sama rakyat
banyak juga ikut bertanggung jawab, tidak saja terhadap degradasi lingkungan tetapi juga
terhadap kebijakan publik yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup itu.
2. Evolusi dan Penyempurnaan Strategi