Kondisi Permasalahan Index of /enm/images/dokumen

BAGI AN B PEN Y ELI A K EBAN GK I T AN EK ON OM I N ASI ON AL LI N T AS SEK T ORAL

I. SUMBER DAYA MANUSIA DAN KETENAGAKERJAAN

Masalah SDM dan ketenagakerjaan hendaknya menjadi salah satu prioritas perhatian pemerintah. Karena sebagaimana dituangkan dalam Pasal 27 ayat 2 Undang‐Undang Dasar 1945, seluruh warga negara Indonesia selayaknya dijamin haknya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Namun, sampai saat ini masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kebanyakan masyarakat Indonesia masih terus menjadi persoalan yang belum teratasi. Hal ini antara lain karena strategi pembangunan ekonomi dan investasi di Indonesia selama ini, yang mengejar pertumbuhan ekonomi berbasis modal, ternyata tidak mampu mengatasi masalah ketenagakerjaan ini, khususnya dalam hal penciptaan kesempatan kerja yang memadai, mengurangi tingkat pengangguran, dan mengatasi kemiskinan. Ini antara lain disebabkan karena Indonesia adalah negara yang perekonomiannya kelebihan tenaga kerja labor surplus economy, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak serta merta berdampak secara signifikan mengatasi pengangguran dan kemiskinan.

1. Kondisi

Dewasa Ini Jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2009 mencapai 113,74 juta orang, dimana yang bekerja hanya 104,49 juta orang. Ini berarti jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 9,25 juta orang, atau 8,14 persen dari total angkatan kerja. Jika dibandingkan dengan angka pengangguran pada tahun sebelumnya Februari 2008 yang sebesar 8,46 persen, maka angka ini hanya sedikit mengalami penurunan. Dari jumlah yang bekerja tersebut, sebagian besar bekerja di sektor informal 69,58 persen, sedangkan sisanya bekerja di sektor informal. Struktur tenaga kerja Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. Dari jumlah tenaga kerja sebanyak 104,49 juta orang pada Februari 2009, sebanyak 53,05 persen berpendidikan maksimal SD, 18,99 persen berpendidikan SLTP, 21,36 persen berpendidikan SLTA, 2,56 persen berpendidikan Diploma I‐III, dan 4,04 persen berpendidikan universitas. Struktur pendidikan tenaga kerja seperti ini menjadikan produktivitas dan rata‐rata penghasilan pekerja Indonesia relatif rendah. Selain itu, rendahnya kualitas SDM ini juga disebabkan oleh sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih berorientasi pada supply driven sehingga terjadi kesenjangan gap dan ketidakcocokan mis‐ match antara penawaran supply dengan permintaan demand yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan terjadinya pengangguran.

2. Permasalahan

Secara garis besar permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia menyangkut hal‐hal berikut: Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014 23

2.1. Masalah Ketenagakerjaan

• Tingkat pengangguran terbuka Indonesia masih relatif tinggi. Jika tidak ditangani secara bersungguh ‐sungguh akan menjadi beban negara dan merupakan sumber konflik. Apalagi pengangguran terbuka di Indonesia akan semakin didominasi oleh kelompok pengangguran usia muda dan berpendidikan tinggi. • Masih sering terjadi konflik antara pekerja dengan pengusaha akibat ketidaksesuaian keinginan antara pekerja dengan pengusaha. Kurang baiknya hubungan industrial menyebabkan sering muncul permasalahan di sektor ketenagakerjaan, seperti pemogokan dan pemutusan hubungan kerja PHK. • Peluang kesempatan kerja di luar negeri belum dimanfaatkan secara optimal, khususnya bagi tenaga kerja yang semi skilled. • Masih rendahnya minat masyarakat untuk bekerja mandiri atau menjadi wirausahawan.

2.2. Masalah Kualitas, Kompetensi SDM, dan Sistem Pendidikan

• Masih rendahnya kualitas SDM dan kompetensi tenaga kerja, yang berimplikasi pada lemahnya daya saing tenaga kerja Indonesia. Hal ini berdampak pada termarginalkannya tenaga kerja Indonesia, bahkan untuk merebut kesempatan kerja di dalam negeri. • Adanya kesenjangan antara mutu lulusan sekolah vokasi dengan kebutuhan dunia usahaindustri akan SDM yang kompeten. • Belum tersedia mekanisme yang jelas untuk mewujudkan link and match antara pendidikan formal dan pelatihan kerja dengan tuntutan persyaratan kerja dari sisi pihak perusahaan. • Kurang tersedianya infrastruktur yang mendukung penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, serta fasilitas informasi pasar kerja. • Belum dimaksimalkannya pendayagunaan Balai Latihan Kerja BLK, sehingga lembaga ini tidak berfungsi secara optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan pelatihan. • Belum efektifnya koordinasi antara lembaga diklat dengan lembaga sertifikasi, dan belum berfungsinya sistem standarisasi dan sertifikasi kompetensi tenaga kerja BNSP yang sesuai dengan harapan dunia usaha. • Belum maksimalnya peranan BNSP yang disebabkan karena pengelolaan anggaran masih dibawah kewenangan Depnakertrans. Selain itu juga belum ada koordinasi langsung antara BNSP dengan Daerah untuk mempercepat pembangunan kompetensi profesi. • Belum terpadunya kegiatan pelatihan kewirausahaan dengan penyediaan informasi peluang usaha dan permodalan. Serta masih kurangnya materi kewirausahaan pada pendidikan Vokasi SMK.

2.3. Masalah Perundang‐undangan dan Peraturan Pelaksanaannya

Berkaitan dengan masalah perundang‐undangan, paling tidak ada lima 5 Undang‐Undang yang mengadung persoalan serius. Permasalahan di ketiga undang‐undang tersebut dikhawatirkan akan terus menjadi penghalang bagi tercapainya iklim kondusif bagi terciptanya kondisi ketenagakerjaan yang bisa bersifat produktif bagi pembangunan ekonomi nasonal. Adapun kelima undang‐undang tersebut adalah: 1 UU No.212000 Dalam undang‐undang ini yang menjadi pokok permasalahan adalah: rasionalisasi jumlah, struktur dan penyelenggaraan organisasi Serikat Pekerja Serikat Buruh masih belum kondusif bagi penciptaan industrial peace – ketenangan dan ketentraman kerja. Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014 24 2 UU No.132003 Yang menjadi pokok permasalahan adalah: ‐ Proses PHK dirasakan terlalu panjang dan jumlah pesangon terlalu berat ‐ Sering timbul masalah berkaitan dengan penerapan outsourcing dan perjanjian kerja waktutertentu PKWT atau kontrak kerja ‐ Dirasakan adanya tumpang tindih antara beberapa undang‐undang termasuk UU No. 31992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, No. 132003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No. 392004 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri 3 UU No.22004 Dalam undang‐undang ini yang menjadi pokok permasalahan adalah: kewenangan PHI yang hanya terbatas mengadili perselisihan perdata, tidak mencakup kasus pidana. Selain itu belum ada kejelasan tentang status Hakim ad‐hoc dan Hakim Kasasi ad‐hoc di PHI dan Mahkamah Agung. Sementara itu penyelesaian perselisihan di PHI dan Mahkamah Kasasi ternyata masih sangat lama 4 UU No. 3 Tahun 1992 Dalam undang‐undang ini yang menjadi pokok permasalahan adalah: program Jaminan Hari Tua JHT yang dobel dengan program dana pensiun UU No. 111992 tentang Dana Pensiun. 5 UU No.202003 Dalam undang‐undang ini yang menjadi pokok permasalahan adalah: pengaturan akreditasi dan sertifikasi menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berbeda dengan pengaturan menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3. Tantangan dan Peluang