Pembangunan Berkelanjutan
Ekonomi
Lingkungan Hidup Sosial-masyarakat
-Penilaian - Internalisasi
- Kebutuhan pokok - Pemerataan dalam generasi
-GovernanceBudaya -Pemerataan antar generasi
• Pertumbuhan • Efisiensi, stabilitas
• Keanekaragaman hayati • Polusi, preservasi, dll.
• Kemiskinan, pengangguran • Pemberdayaan, kelembagaan
3. Upaya Kuantifikasi Keberlanjutan
Di tingkat yang lebih operasional, kebijakan pelestarian lingkungan hidup juga menghafapi
tantangan, paling tidak dalam melakukan kuantifikasi degradasi sumber daya alam dan
lingkungan hiduo. Hal ini pun juga berhubungan dengan minimnya data dan informasi
pendukung untuk mendepresiasi pertumbuhan ekonomi dengan ekstraksi sumber daya alam,
atau keragu‐raguan beberapa negara untuk segera merombak sistem penghitungan pendapatan
nasionalnya, disamping masalah biaya. World Resources Institute pernah secara kasar melakukan
perhitungan NDP Indonesia dengan cara mendepresiasikan Produk Domestik Bruto Gross
Domestic Product = GDP terhadap penipisan cadangan sumber minyak bumi, sumber daya hutan,
dan erosi tanah. Walaupun masih terbilang kasar, dengan metode yang sederhana dan hanya
memperhitungkan depresiasi di ketiga sektor ekonomi di atas, lembaga sumberdaya dunia yang
makin populer tersebut menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Indonesia rata‐rata
bukan sekitar 8 persen per tahun seperti sering diberitakan, tetapi hanya sekitar 4 persen per
tahun. Sebenarnya
telah cukup banyak upaya estimasi pendapatan bersih sektor pertanian tanaman pangan
yang telah didepresiasi karena degradasi lahan dengan menyempurnakan metode yang dikembangkan
World Resources Institute dan memperbesar cakupannya disesuaikan dengan data satelit
terakhir yang dapat dikumpulkan. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 5 persen pendapatan
sektor pertanian telah berkurang hanya karena degradasi lahan saja Arifin, 2001. Maksudnya,
apabila beberapa ukuran tentang depresiasi cadangan dan kualitas sumberdaya alam mencakup
lebih banyak lagi jenis sumberdaya alam dan praktik pemnafaatan yang tidak berkelanjutan,
maka produk domestik bruto PDB ekonomi Indonesia pastilah lebih rendah dari ukuran
penghitungan konvensional pembangunan ekonomi seperti selama ini. ndapatan konvensional.
Ukuran yang sedikit lebih rumit dikenal dengan nama Produktivitas Bruto yang Bekelanjutan
Gross Sustainable Productivity = GSP yang memperhitungkan beberapa indeks
Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014
66
sosial dan tingkat kemakmuran lain, seperti diterapkan di negara‐negara Skandinavia dan Eropa
Barat. Sebenarnya,
perkembangan konsep pembangunan berkelanjutan akhir‐akhir ini telah meliputi cakupan
yang lebih luas, tidak hanya pada lingkup sumberdaya alam dan lingkungan hidup saja, tetapi
juga pada suatu sistem sosial dan politik sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hal ini sejalan
dengan perluasan dimensi pembangunan itu sendiri yang jelas tidak hanya mencakup persoalan
‐persoalan ekonomi semata, tetapi meliputi keterbukaan sistem demokrasi dan politik yang
dianut suatu sistem pemerintahan. Beberapa argumen terakhir sering mengambil ibarat dari
keruntuhan sistem komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur lainnya tentang ketidakberlanjutan
suatu pembangunan. Sikap apatimesme sebagian besar masyarakat terhadap program
‐program pembangunan yang dicanangkan pemerintah dapat dijadikan sebagai bukti makin
minipisnya sumber daya sosial‐politik seperti antusiasme, partisipasi masyarakt, legitimasi dan
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan lain‐lain. Falsafah
dasar yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa kebijakan ekonomi makro yang prudent hati
‐hati sekalipun, jika pola pembangunan masih cenderung ekstraktif terhadap sumberdaya alam,
surplus neraca perdagangan hanya akan habis untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup yang
terlanjur porak‐poranda. Kebijakan transformasi ekonomi menuju sistem yang lebih baik perlu
disertai restrukturisasi industri yang ada menjadi industri yang ramah lingkungan hidup, ancaman
kegagalan ekonomi akan selalu menghantui. Demikian pula, kebijakan peningkatan kualitas
hidup seperti pengendalian dampak tekanan penduduk perlu diikuti oleh peningkatan sikap
mental yang menghormati asas‐asas konservasi lingkungan hidup. Akhirnya, peningkatan keterbukaan
kebijakan stabilitas politik perlu diikuti oleh pemantapan peran serta masyarakat, sistem
kelembagaan serta sumberdaya sosial‐politik lainnya, untuk mendukung pembangunan ekonomi
yang lebih bermakna. Pada
awal abad milennium ini, upaya kuantifikasi keberlanjutan pembangunan ekonomi lebih banyak
diarahkan untuk melakukan valuasi ekonomi pada beberapa jenis sumberdaya alam, baik secara
langsung, maupun secara tidak langsung, baik dengan cara pendekatan pasar, maupun non
‐pasar. Di tingkat akademik, beberapa strategi dan inovasi baru untuk pembangunan berkelanjutan
juga telah dikembangkan misalnya yang belakangan dikenal dengan istilah “pasar jasa
lingkungan hidup”. Di Indonesia dan di beberapa negara berkembang lain di dunia, konsep pasar
jasa lingkungan hidup memang masih baru sehingga memerlukan suatu upaya serius untuk mendiseminasi,
mengkampanyekan secara sistematis dan berkesinambungan. Berbagai mekanisme
kompensasi dari pembeli kepada penjual jasa lingkungan hidup harus terus‐menerus dikembangkan,
baik dalam bentuk uang cash, penghargaan khusus berupa pemberian kepastian usaha
kepada para penyedia jasa tersebut, pembangunan infrastrur fisik dan non‐fisik, seperti akses
pendidikan dan pelayanan kesehatan yang memadai, atau apa saja yang terbaik sesuai dengan
kriteria dan sasaran yang lebih jelas. Dalam
hal ini, perumusan suatu “setting kelembagaan” yang tidak saja mengara kepada mekanisme
penyampaian kompensasi atau pendanaan pelestarian lingkungan hidup, tetapi juga pengembangan
manajemen bersama co‐management beberapa stakeholders yang terlibat dalam
jasa lingkungan hidup. Mekanisme kompensasi tersebut perlu cukup fair dan bermanfaat, atau
paling tidak mengikuti prinsip‐prinsip “mekanisme pasar” yang lebih beradab, adil, transparan,
dan akuntabel, tapi lebih dari itu, yaitu untuk menciptakan suatu tata‐kelola yang baik good
governance bagi sistem jasa lingkungan hidup secara umum. Opsi langkah yang dapat
Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014
67
ditempuh ke depan adalah pertama, melanjutkan pembahasan tentang payung hukum dari level
undang ‐undang sampai level peraturan di tingkat lokal untuk merangkum berbagai macam
kepentingan yang menginginkan terwujudnya suatu instrumen pasar jasa lingkungan. Kedua,
melaksanakan beberapa actions di tingkat lapangan untuk memperkuat kapasitas penyedia jasa,
penerima jasa dan intermediaries, agar mampu mewujudkan mekanisme kompensasi jasa
lingkungan pada beberapa lokasi yang krusial bagi konservasi lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan secara umum.
4. Instrumen Ekonomi untuk Keberlanjutan